byeolcyro

Alternatif Universe SoonHoon Archives


“Jihoon lo gapapa?” Tanya Wonwoo yang baru saja masuk ke ruangan tempat Jihoon saat ini sedang mengobati lukanya seorang diri.

“Om kemana?”

“Udah pergi” Jawab Jihoon enteng masih berkutat dengan obat merah di tangannya.

“Ya ampun beneran kan ga tanggung jawab banget tuh orang! Lagian kenapa lo sama dia tadi? Kenapa ga kasih tau gue kalau lo di bully sama anak teknik? Siapa orangnya”

Jihoon hanya diam dan hanya fokus pada apa yang ia kerjakan saat ini. Tingkahnya membuat Wonwoo kesal hingga membuang obat merah di tangan Jihoon ke lantai. Tersentak karena ulah temannya Jihoon hanya bisa memandang Wonwoo penuh kepolosan dengan luka parut di beberapa bagian tubuhnya saat Wonwoo membawa tubuh mungil Jihoon menghadap padanya.

“Lo kenapa hei? Jawab gue! Gue ga suka lo diemin gue gini Jihoon! Gue temen lo!”

Jihoon hanya mengulum bibirnya enggan untuk mengatakan yang sebenarnya. Ia mengalihkan pandang pada obat merah yang terjatuh dan kembali mengambilnya dan memasangkan kembali pada luka di wajahnya.

Wonwoo frustasi apa penyebab Jihoon menjadi sangat tertutup jauh dari kata Jihoon yang ia kenal. Wonwoo berinisiatif untuk mengobati Jihoon, merebut obat merah di tangannya dan memukul beberapa bagian tubuh Jihoon guna mengetahui letak sakitnya.

“Sshh aw! WONWOO! SAKIT!”

“salah sendiri ga mau ngomong sama gue”

Jihoon menunduk mengetahui kesalahannya. Ia hanya bisa terdiam membiarkan sahabatnya itu menolongnya mengobati diri. Beberapa menit tak ada yang bersuara Jihoon yang merasa ia harus mengatakan sesuatu kepada Wonwoo pun tergerak untuk mengangkat suaranya perlahan.

“Nu sebenarnya gue udah lama di bully, maaf baru bilang sekarang”

Wonwoo mengangkat wajahnya yang terkejut menatap Jihoon dengan penuh amarah.

“Kenapa baru kasih tau gue sekarang?”

Suara Wonwoo yang meninggi membuat Jihoon reflek menjauhi dirinya dari Wonwoo. Gerakan barusan membuat Wonwoo secara tak langsung mengetahui seberapa besar traumanya saat ia meninggikan suara dan bergerak dari posisinya.

Menghembuskan nafasnya kasar Wonwoo merengkuh tubuh mungil sahabatnya itu dengan erat hingga Jihoon merasa sesak dan kesakitan di daerah yang terkena tendangan Seungcheol tadi.

“Nu sakit nu aakhh! Lepasin woi!”

“Hiks kenapa lo ga kasih tau gue anjing!? Gue jadi ga tau kalau lo setrauma ini! Gue ga tau kalau lo luka gini! Gue benci ama lo Jihoon beneran dah. Kalau ada apa-apa bilang jangan di diemin gue merasa gagal jadi sahabat lo tau ga! Hueueueee”

Jihoon terharu melihat Wonwoo menangisinya seperti ini. Ia pun membawanya kembali pada pelukannya dan menepuk pelan pundak sahabat yang tubuhnya lebih besar darinya itu. Mengusap pelan punggungnya agar afeksinya tersalurkan.

“Maafin gue nu, maafin gue nutupin semuanya dari lo. Gue ga bermaksud buat lo jadi sahabat yang ga berguna. Gue hanya ga mau terlihat lemah di depan lo sama adek gue. Gue juga ga mau kalau gue nutupin lama-lama hal ini dari lo, gue juga ga mau kalau lo bakalan bantu gue lebih karena mereka minta duit sama gue. Gue ga mau lo bantuin gue”

“Lo pikir gue bakalan ngasih duit gue ke mereka sebagai ganti mereka minta duit ke lo? Hei lo pikir gue ngamburin duit gitu aja? Ga ya bego! Gue tau duit susah di cari! Lo lupa gue atlet boxing? Ngapain punya skil malah ngamburin duit ga guna banget. Besok kalau ada apa-apa panggil gue biar gue gebukin mereka”

Jihoon hanya terkekeh melihat Wonwoo yang lucu saat menceramahinya dengan wajah sedihnya sehabis menangis dan penuh amarah. Ia pun menghapus sisa air mata Wonwoo dengan ujung telunjuknya sambil tersenyum simpul mengucapkan terima kasih.

“Makasih ya won, besok gue kasih tau kalau mereka rundung gue lagi”

“Harus!”

“Iya pasti”

“Om mana?”

Pertanyaan barusan membuat semu merah muda di pipi Jihoon merona, ia mengalihkan wajahnya guna menutupi pipi gembil merah mudanya dari Wonwoo. Wonwoo yang kebingungan membalikan wajah Jihoon dan Jihoon— . . .

Tw// mention of alcohol, suicide plot, sharp weapon and drunkenness.


Lee Jihoon (20), bekerja sebagai waiters dan kasir paruh waktu di sebuah gerai makanan cepat saji yang menyediakan berbagai varian ayam goreng dan juga rasa beberapa botol soju yang akrab di lidah penduduk korea Selatan. ia sedang membersihkan beberapa meja setelah pelanggan kedua terakhir pulang dan kini hanya menyisakan seorang pria paruh baya yang tak jauh terpaut umur darinya sedang tak sadarkan diri di sofa paling ujung di samping pintu masuk.

Bagaikan bunga tanpa kumbang, beberapa obrolan pelepas penat tak akan lengkap jika tidak ada kudapan ayam goreng dan soju. Itu lah yang baru saja dilakukan oleh Kwon Soonyoung (30) dan beberapa temannya setelah pulang kerja beberapa jam yang lalu hingga ia tak sadarkan diri.

Menyisakan dua orang di gerai tersebut dan mengingat hari sudah larut, beberapa kontak lampu Jihoon redupkan menyisakan lampu di bagian tempat dimana tinggal seorang pria terbaring lemas disana. Menunggu dan terus menunggu hingga 5 kembang lagu ia mainkan kuat di samping pelanggan terakhirnya itu agar ia terjaga.

Usaha itu tentunya sungguh sia-sia. Petikan senar gitar Jihoon tak menyadarkan pria dewasa itu. Sudah lelah dengan usahanya Jihoon berjalan menuju keluar untuk menutup setengah troli etalase gerai tersebut. Bunyi nyaring dari gesekan antar besi troli tidak berhasil jua membangunkan pria itu.

Hingga akhirnya Jihoon merasa jengkel dan mengambil segelas cola untuk ia teguk. Duduk di depan pria itu sambil menatapnya dengan penuh amarah, mungkin hanya itu yang bisa Jihoon lakukan saat ini sambil menunggu pria itu sadar. Tak lama pria itu meregangkan tubuhnya dan membuka mata berbentuk bulan sabit itu perlahan. Mengedipkan beberapa kali guna menetralkan pandangannya hingga ia dapat melihat sosok pemuda mungil tengah melipat kedua lengannya di depan dada.

“Hei! Kau siapa?” Tanyanya.

Jihoon hanya dapat menghela nafas berat sambil memutar bola matanya malas. Menarik kerah baju pria yang terlihat lebih tua darinya itu kemudian berbisik di samping telinganya dengan beberapa kata yang bertujuan agar pria itu beranjak dari tempatnya.

“Ya! Ahjusi?! Apakah anda tidak ingin pulang kerumah? Anak dan istri mu mungkin sedang menunggu di rumah tapi kau malah duduk disini menghabiskan beberapa botol soju yang sama sekali tidak enak untuk diteguk? Wah tidak masuk akal~ ku anjurkan sebaiknya anda pulang Ahjusi!” Jelas Jihoon panjang lebar dan kemudian hendak beranjak dari sana.

Tangannya ditahan saat langkah pertama ia jalankan. Jihoon tertegun, mau tak mau ia melihat ke belakang dimana pria itu sedang menahan tangannya.

“Ahjusi?” Panggil Jihoon, namun isakan rintihan kecil yang terdengar dari kepala tertunduk di depannya.

Merasa khawatir Jihoon mencoba menegakan posisi duduk pria itu guna hendak melihat kondisinya. Yang benar saja pria di depan Jihoon sekarang ini sedang menitikan air matanya tanpa ia sadari, mungkin pengaruh alkohol jadi Jihoon memakluminya.

“Ahjusi mengapa anda menangis” Tanya Jihoon

“Tolong dengarkan curhatan ku hiks~”

“Argghhh baiklah~ dengan satu syarat” Tangkal Jihoon sambil mengusap kasar wajahnya sebelum ia menyandarkan pria itu dan duduk di samping beliau untuk mendengar ceritanya.

“Apa?”

“Antarkan aku pulang”

“Bagaimana caranya” Tanya pria itu kembali dengan penuh tanda tanya.

“Ya dengan mobilmu yang mewah diluar sana eunggg huffft~” Ucap Jihoon dengan penekanan yang kesal.

“Ahh baiklah, tapi tolong dengarkan ceritaku sampai habis”

“Hmmm baiklah” Jihoon pun tana sengaja telah membuat persetujuan bersama pria dalam pengaruh alkohol dan di yakini masa depannya akan tidak baik-baik saja.


“Jadi hari ini adalah hari dimana hari paling buruk yang pernah ada dalam hidup ku. Aku memulai hariku dengan sangaaaattttt buruk dan aku juga ingin mengakhiri hari ini dengan akhiran yang buruk juga. Apakah kau ingin membantuku membuat kenangan buruk? ” Ucap pria itu untuk awal ceritanya.

Jihoon hanya mendengarkan sambil bertengger satu tangannya di meja bersama aliran seruput cola pada ujung pipet di mulutnya saat ini tanpa menggubris pria didepannya itu.

“Sepertinya kau tak ada niatan ingin menolongku” Murung pria itu sambil menyembunyikan wajah mabuknya di dalam lipatan lengannya.

“Baiklah baiklah aku akan menolongmu, caranya bagaimana?” Tanya Jihoon serius ingin membantu kali ini.

“Caranya cuman merutukiku dengan kalimat sumpah serapah lalu tusuk aku dengan belati ini. Aku ingin hari ini menjadi benar-benar hari terburuk ku. Dan satu lagi!!! JANGAN TERSENYUM MANIS SEPERTI TADI AKU TIDAK SUKA! ” Teriak pria itu tanpa sadar sambil memberi sebuah pisau kecil dari dalam kantongnya.

Jihoon tidak suka dengan gaya pria dewasa yang buruk di sampingnya ini. Ia langsung menampar wajah pria itu agar sadarkan diri. Apakah permintaan konyol semacam itu sering di minta oleh orang dewasa yang memiliki segudang masalah? Jihoon sangat tidak suka dengan cara pria paruh baya ini mengakhiri harinya.

“Apa kau sudah gila? Masih ada cara lain yang bisa kau minta untuk mengakhiri hari ini. Kau ingin aku masuk penjara di usia belia atau bagaimana? Hei ahjusi sadarlah!”

PLAK!

“Aw! Hei nak, kau sangat berani menamparku! Ada masalah apa dengan mu”

“Sadarlah ahjusi, kau bilang kau ingin bercerita. Selesaikan cerita mu, kemudian buat dirimu sadar dan kembali ke kenyataan. Lalu kita pulang sesuai kesepakatanmu! Hari sudah larut aku ingin pulang besok adalah hari libur panjangku. Ku mohon” Ucap Jihoon memohon agar pria di depannya yang mulai terkulai lemas kembali mengambil satu sloki soju untuk di teguk kembali.

“Arrghh bapak tua ini sanggup berapa botol sih? Gue lupa ngitung. Untung temennya udah bayar” Gerutu Jihoon sambil menrebut gelas sloki di tangan pria disampingnya.

“Sudah lah ahjusi, selesaikan cerita mu!”

Pria itu mengangguk dan mengambil sebungkus pack es batu di sampingnya untuk di peluk. Pipi gembil pria itu membuat Jihoon terkekeh beberapa detik sebelum ia kembali menyuruh pria itu untuk melanjutkan ceritanya.

“Pffttt~ hahaha hei ahjusi, ayo cerita”

“Heunggg? Sebentar aku lupa ingin bercerita apa. Ah! Iya aku ingat”

Jihoon menggelengkan kepalanya dan kembali tersadarkan bahwa ia sedang berbicara dengan pria yang sedang mabuk.

“Hmmm lanjutkan”

“Hari ini aku tak sudah tak punya satu pun keluarga lagi yang peduli denganku. Kantorku juga sedang dalam masalah dan aku terancam di pecat, untungnya kau tahu?”

“Apa? Aku tidak tahu”

“Untungnya aku mempunyai 2 pekerjaan hahaha”

Jihoon hanya menyungging ujung bibirnya seperti sedang ikut tertawa sambil menyeruput kembali colanya yang hampir habis. Pria itu melanjutkan ceritanya kembali dengan tubuh terkulai dan mata yang sayu berbinar hampir menitikan air mata kembali.

“Haaaaaa~ aku benar-benar hancur hari ini nak. Apa kau tahu itu? Aku sudah memiliki keluarga kau harus lihat ktp ku sudah kawin di buat disana dalam status keluarga ku. Namun sebentar lagi aku akan melajang kembali. Sedih rasanya aku meninggalkan seorang anakku yang lucu pada mantan istriku tapi kau tau nak?”

“Ga tau~” Jawab Jihoon seadanya karena matanya mulai mengantuk saat mendengar cerita pria disampingnya.

“Kau lebih manis dari mantan istri ku. Makanya aku tak ingin kau tersenyum tadi dan mengakhiri saja hidupku.”

Jihoon melupakan bagian terakhir karena kini matanya sudah benar-benar tertutup rapat hampir memasuki bunga tidur.

Soonyoung tersenyum lalu kemudian terkekeh geli dengan tingkahnya sendiri. Ia ikut menenglengkan kepalanya di atas meja sambil bertatapan dengan pemuda manis yang sudah terlelap disampingnya itu. Tanpa sadar jari-jemari Soonyoung membenarkan anak rambut yang menghalangi wajah manis Jihoon.

Soonyoung tak tahan, telapak tangannya menyapu puncak kepala Jihoon dengan lembut sambil mengucapkan beberapa kata dan tersenyum.

“Nak, hidup itu keras. Di usia semuda mu aku masih bermain game konsol di rumah tanpa mengerjakan tugasku. Tapi kamu malah bekerja sampai selarut ini demi menemani pria pecundang ini sampai sadarkan diri. Semoga tuhan memberkati mu, ku doakan yang terbaik untukmu hingga mendapat seseorang yang akan menjagamu dengan baik hingga kau sukses”

Tangan Soonyoung tak sengaja bersentuhan dengan pipi gembil Jihoon barusan dan membuatnya terjaga dari tidurnya. Soonyoung dengan sigap berdiri karena merasa sudah sadar sepenuhnya kemudian berjalan kesana kemari dengan panik hingga melakukan beberapa gerakan peregangan seperti push up untuk mengalihkan pandangan Jihoon darinya.

“Sudah bangun? hehe” Tanya Soonyoung sambil berdiri membenarkan jaketnya kemudian tersenyum canggung pada Jihoon.

Jihoon mengedipkan matanya beberapa kali lalu mengusap kuat matanya dengan bukuan jari untuk membenarkan edaran matanya. Namun sayang tangan Soonyoung lebih sigap sebelum ia melakukan hal tersebut.

“Ah kenapa ahjusi aku ga bisa liat dengan baik kalau ga di kucek matanya!”

“Jangan, nanti mata mu merah. Usap seperti ini saja lebih aman” Tolong Soonyoung sambil mengusap pelan mata Jihoon.

Rona merah di pipi Jihoon terpampang jelas dan membuatnya salah tingkah. Jihoon membalikan badannya berjalan menuju kasir guna mengambil kunci dan tasnya cepat.

“A-ayo pulang! Sudah benar-benar larut ahjusi. Kau harus pulang kerumah mu” Ucap Jihoon sambil membawa Soonyoung keluar dari gerainya kemudian menutup rapat pintu troli etalase gerai tersebut.

Soonyoung juga dengan gerakan bingung, membuat Jihoon jalan terlebih dahulu untuk masuk ke mobilnya agar siap di antar menuju rumahnya.


Sepanjang perjalanan Jihoon hanya memandang ke arah luar jendela sambil menguap beberapa kali. Soonyoung yang melihat tingkah gemas Jihoon pun terkekeh dibuatnya. Jihoon yang menyadari hal tersebut membesarkan volume radio mobil Soonyoung yang memutarkan lagu jazz.

Soonyoung yang terkejut karena besarnya suara volume radio langsung mengecilkannya kembali kemudian mengacak asal puncak kepala Jihoon gemas.

“Kamu ini nakal ya ternyata, kaget saya loh”

“Ya lagian kenapa senyum-senyum gitu?! Dasar Ahjusi mesum”

“Astaga kamu bilang saya mesum? Kamu sekolah dimana?” Pertanyaan yang sangat tak ada kolerasinya dengan tingkahnya Jihoon juga hanya menjawabnya asal namun benar.

“Hanyang”

Soonyoung yang awalnya terkejut, menyunggingkan senyumnya setelah mendengar nama universitas Jihoon.

“Ohhh~ hanyang? Jurusan apa?”

“Manajemen. Ck! Kenapa sih nanya-nanya? Kepo banget! Lihat jalan aja belok kiri ada rumah warna putih pagarnya emas itu rumah saya!”

“Kamu ini benar-benar ya, seharusnya kamu bersikap yang sopan dong sama dosen kamu”

“Dosen? Bapak dosen hanyang? Hahaha ga percaya~ —HAAAAA!!!? P-PAK S-SSSOON-SSOONYOUNG?”

Menolak lupa dengan perkataannya barusan, Jihoon lansung membungkuk 90° menghadap kursi pengemudi. Saat ia menunduk ia merutuki dirinya sendiri setelah melihat kartu id name yang baru saja Soonyoung perlihatkan kepadanya.

Jihoon langsung duduk siap saat Soonyoung memegang puncak kepalanya. Mematung masih sambil merutuki sumpah serapah pada dirinya sendiri di dalam hati karena telah bertingkah semena-mena dengan dosen prodinya yang akan mulai mengajar minggu depan.

Soonyoung yang menyetir di samping hanya bisa tertawa melihat tingkah mahasiswanya itu. Memberi Jihoon sebotol air mineral yang langsung di tolak dengan amat sopan oleh Jihoon yang kembali mematung di kursi penumpang disampingnya.

“Belok kiri, rumah besar car warna putih yang pagarnya emas itu rumah siapa?” Tanya Soonyoung jahil.

“Saya pak” Jawab Jihoon formal.

“Okey, sudah sampai”

“Ya?”

Jihoon terkejut kemudian bergegas melihat sekelilingnya dari jendela kanan kiri depan belakang dirinya. Dan benar saja ia sudah sampai di depan rumahnya 4 menit yang lalu semenjak ia mematung di kursi penumpang. Soonyoung tersenyum kembali sambil mengusap puncak kepala Jihoon. Memberikan jaketnya untuk Jihoon kenakan saat keluar nanti.

“Pakai! Senin tolong bawa ya. Oh ya tolong cuci sekalian”

Jihoon tak bisa menolak ia pun keluar dengan memakai jaket Soonyoung dengan kalut dan mengiyakan permintaan Soonyoung.

“Siap pak, terima kasih banyak pak. Hati-hati di jalan”

Dengan kakunya Jihoon mengucapkan selamat tinggal pada Soonyoung malam itu setelag menghempaskan pintu mobil dengan keras hingga Soonyoung tersentak di tempat duduknya.

“Dasar anak itu, lucu banget jadi pengen bawa pulang hahahaha”

Soonyoung pulang dengan keadaan sadar hingga ia merasa baikan setelah bercerita dengann tanpa sadar di gerai tempat dimana mahasiswanya bekerja paruh waktu.

Tw// mention of alcohol, drunkenness, harsh words, accidental kiss



Jihoon melihat sekeliling dengan anak-anak sekelas dengannya yang sibuk berkenalan dengan teman baru mereka, ia menyembunyikan wajahnya dengan tudung hoodienya setelah salah satu anak dari kelasnya mencoba mendekatinya dengan gerak gerik yang mencurigakan. Pikir Jihoon itu tingkah yang sangat aneh hingga ia enggan untuk berkenalan dengan anak tersebut.

“Sombong anjir kagak mau kenalan sosokan mentang-mentang dari luar negeri” Ucap salah satu anak kepada anak yang lain bermaksud menjauhi Jihoon yang menunduk di sudut ruanagan sambil mendengarkan musik di earphonesnya.

Tak lama Jihoon merasa tenang, beberapa tepukan di pundaknnya terasa berat karena seseorang memanggilnya untuk berkenalan.

“Jeon Wonwoo, salam kenal” Ucapnya.

“Lee Jihoon” Sahut Jihoon pula.

“Sekarang kita temenan, kayanya lo doang yang bisa berbaur sama gue dan sepertinya kita bakalan sefrekuensi. Karena dari semua anak kelas lo doang yang normal”

Sangat amat terkejut Jihoon di buatnya karena kalimat yang terlontarkan dari teman baru disampingnya ini. Jihoon yang mereka akan adanya kimestri antara mereka berdua nantinya pun membalas jabat tangan wonwoo yang sedari tadi bertengger di depannya.

“Salam kenal wonwoo, semoga nyaman main sama gue” Balas Jihoon di sambut dengan senyum sungging oleh wonwoo.

Sepertinya mereka berdua juga sudah langsung sah menjadi teman sebangku karena Wonwoo baru saja meminta tasnya kepada teman berproposi tubuh lebih tinggi di kelas untuk di berikan kepadanya. Sepertinya mereka cukup dekat untuk teman sekolah baru, namun Jihoon mencoba mengabaikan teman tinggi itu karena ia satu circle dengan Seokmin. Pokoknya yang berurusan dengan Seokmin membuat Jihoon langsung enggan membicarakannya.

“Oh ya Jihoon, boleh tukeran nomor imess ga? Gue pen dekat sama lo biar gue ada temen yang waras juga selama ini” Dengan kalimat eksplisit dari Wonwoo, Jihoon langsung memberi nomornya kepada Wonwoo tanpa beban.

Merasa ketriger, Jihoon jadi ingin tahu mengapa teman bernama Jeon Wonwoo ini memilihnya karena paling waras di kelas.

“Hmm nu”

“Iya?”

“Gue pen nanya deh”

“Tanya aja langsung, gue ga butuh basa-basi”

Tertegun, Jihoon pun langsung bertanya di buatnya.

“A-anu okey, jadi kenapa alasan lo milih gue jadi temen sebangku karena gue paling waras di kelas ini? Apa bener gue yang paling waras? Kenapa lo bisa tau?”

“Karena lo doang yang dari tadi ga heboh kaya orang gila hormat dengan menawarkan diri untuk punya temen paling banyak. Gue udah muak dengan cara berkenalan begitu di setiap tahunnya, gue pengen coba budaya luar. Karena katanya lo bukan orang indo”

Jawaban yang menarik dan jawaban ini pula yang membuat Jihoon terkagum kepada Wonwoo dan langsung mendiklaim bahwa ia salah sudah marah kepada Seungkwan tadi perkara salah Jurusan.

“Sebelumnya terima kasih nu, gue terharu. Cuman gue tadi bukan lagi nunjukin gaya gue kenalan sama orang dengan budaya luar! Nope! Salah besar. Gue cuman bingung kenapa hebohnya bukan main dan itu buat gue terlalu takut buat sekedar kenalan”

Pernyataan secara tak langsung Jihoon barusan membuat Wonwoo tersenyum dan merangkul bahunya.

“Hahaha ga perlu takut, anak SMA emang begini Ji. Kalut, ribut, riweuh, pokoknya buat lo makin heran deh. Mohon di maklumi ya suasana kelas yang kaya gini bakalan di rindukan waktu lo udah tamat kok. Jadi mohon biasakan diri mulai dari sekarang Ji”

Lagi-lagi ucapan kakaknya kemaren jauh sebelum ia datang kesekolah hari ini ada benarnya. Jauh seperti sekolah luar pada umumnya, Indonesia punya caranya sendiri. Tapi Jihoon tetap konsisten untuk cukup memiliki satu orang teman sekelas saja untuk saat ini.


Pagi ini gue udah rapi layaknya siswa SMA Negeri pada umumnya di Indonesia, berseragam putih Abu-Abu, sepatu hitam dan juga tas sekolah yang berisikan beberapa buku mata pelajaran dan barang seperlunya dibawa seperti payung lipat dan bekal yang udah disiapin sama teh asri sebelum gue benar-benar keluar dari rumah. Di depan rumah gue udah ada teman masa kecil gue, Seungkwan yang menunggu gue untuk berangkat bareng ke sekolah.

Jujur awalnya agak sedikit kaget karena gue udah lama ga ngerasain yang namanya bangun pagi-pagi untuk berangkat kesekolah bareng sama temen. Biasanya gue di korsel bangun jam 8 tiba di sekolah jam 10 pagi, tapi kali ini beneran beda banget. Matahari aja belum nyapa gue udah duduk di halte bus nunggu jemputan buat pergi berangkat sekolah bareng anak-anak lainnya.

Beberapa wejangan seperti yang biasa di ceritain kak Seungcheol juga di sampein Seungkwan pagi ini di hadapan gue. Memang katanya masa SMA adalah masa paling indah dalam hidup lo. Karena semua awal pendewasaan, pendekatan, pengenalan diri sendiri itu awalannya ya di masa SMA ini. Masa paling manis dimana lo jadi tau semuanya.

Terkadang hal tersebut tergantung sama yang menjalani dan juga tergantung keluckyan lo juga jalan hidupnya bagaimana. Tapi, asal kalian tau aja. Karena hal ini lah yang menarik gue buat balik pulang ke Indonesia. Lo berharap kisah masa SMA gue disana semanis anak SMA Negeri di Indonesia? Ga besti, malah gue yang ada tes mental sekolah disana.

Yah bisa dibilang banyak kejanggalan dan perbedaan antara sekolah di korsel sama indo. Banyak dari kita juga yang tau perundungan disana makin hari makin meningkat, tingkat kematian akibat bundir di usia muda juga udah banyak kasusnya. Untungnya kakak gue narik minat gue untuk balik lagi pulang ke Indonesia.

Jadi semoga aja dengan gue sekolah di Indonesia keberuntungan ada di pihak gue. Namun sayangnya feeling gue kuat mengatakan “TIDAK FERGUSO! GA ADA KEBERUNTUNGAN BERPIHAK PADA GUE SAAT INI”

Entah kenapa feeling itu kuat semenjak gue dari tadi sama seungkwan di lirik sama bocah freak di bangku bus paling belakang sedari tadi. Yang di lihat dia tuh gue apa Seungkwan please gue takut.

“Kwan” Bisik gue sama Seungkwan yang b aja sambil dengerin lagi pake earphones gue.

“Hmm? Kenapa?”

“Siapa?” Tanya gue sambil nunjuk cowok aneh yang tadinya di belakang sekarang tau-tau udah di samping kursi gue sambil mandang gue aneh banget.

“Kwon Soonyoung please mata lo jelalatan gue tusuk ya!”

Untung lah Seungkwan anaknya emosian, untung juga dia tahu anak aneh di samping gue jadi langsung pindah tempat duduk gue karena Seungkwan tau kalau gue merasa ga nyaman.

“Hehehe Lee Jihoon bukan ya?” Tanyanya sama Seungkwan sambil ambil posisi duduk siapnya.

“Kenapa emang kalau Lee Jihoon?!! Mau apa lo? ” Gue membiarkan Seungkwan yang berbicara karena gue masih shock banget.

“Ih galak bener! Orang cuman mastiin beneran Lee Jihoon atau bukan soalnya seokmin minta tolong gue jagain dia!”

Siapa yang ga kaget kalau denger nama Seokmin coba? Ya gue lah! Kenapa juga pake dititipin segala buat ilfeel aja! Untung Seungkwan sigap banget, gue sayang pokoknya ama Seungkwan.

“Dah lah ga usah pake sok-sokan pen jagain! Ada gue. Bilangin sama Seokmin sana!”

“Tapi gue pen kenalan anjir pelit banget!”

“Lo lirik temen gue mata lo gur congkel!”

“Aaakhhh!! Iyaya jan di jambak anjir sakit!”

“Mampus lo”

Saking ilfeelnya gue ga tau Seungkwan ngapain dia. Sumpah ngeri banget ga di indo ga di korsel kenapa selalu ada orang kepo kaya penguntit begitu. Untung aja gue ga kenal siapa itu yang namanya di sebut Seungkwan tadi. Gue harap gue ga sekelas sama dia Amiin.


Derit suara sendal slip on Jihoon dari langkah ringannya membuat senyum di pipi Soonyoung seketika mengembang, Gemas sekali pikirnya pada pria yang sedang berjalan sambil berjinjit kecil kegirangan di depannya ini setelah ia mengajak untuk sarapan pagi bersama. Kata “Traktir” mungkin menjadi mantra ampuh untuk Jihoon yang sedang mood down pagi ini. Tentu saja Soonyoung akan bertindak sejauh mungkin selama Jihoon belum mengatakan enggan untuk menjadi Housematenya.

Kini mereka sudah masuk di sebuah restoran yang sudah Soonyoung booking sebelum menjemput Jihoon di lobby barusan. Menarik kursi untuk Jihoon dan menaruh beberapa set sumpit, sendok, dan garpu di depannya. Tak lama waiters langsung menghidangkan beberapa masakan yang tadi sudah Soonyoung pesan.

“Silahkan Jihoon, makan yang banyak” Ucap Soonyoung menyilahkan Jihoon memakan hidangan yang sudah di sediakan di depan mereka.

Menyipit matanya curiga Jihoon mencondongkan tubuhnya mendekat kepada Soonyoung untuk menatap matanya intens. Ia curiga dan merasakan ada sesuatu yang akan terjadi jika ia memakan hidangan di depannya ini walaupun hanya sesuap masuk ke mulutnya. Soonyoung hanya bisa terkekeh kecil kemudian mendorong kecil pundak Jihoon agar duduk kembali ke kursinya.

“Hahaha kenapa natap gue gitu banget? Lo kira gue ngide ngasih racun atau segala macam hal gitu di dalam situ? Ga Jihoon gue ga sejahat itu. Makan ayo!”

“Eits!!!” Tahan Jihoon saat Soonyoung sudah mengangkat tangannya setengah untuk mengambil sendok.

“Hemm? Kenapa? Ayo!”

“Bentar deh, ini beneran gue makan sebanyak ini?”

“Ga lah Jihoon, kan gue bantuin habisin”

“Oh~ kirain buat gue semua” Ucapnya sambil memajukan bibir bawahnya mengerucut.

Melihat pria mungil di depannya ini merasa kecewa, Soonyoung meletakan kembali sendok dan garpunya di meja kemudian menyerahkan semua hidangan ini untuknya.

“Ya udah semuanya buat lo”

“Beneran?” Tanya nya dengan mata berbinar.

“Iya beneran”

“AAAA SOONYOUNG MAKASIH BANYAK IHHHHH!!!”

Kembali mengembangkan senyumnya, Soonyoung sangat senang melihat Jihoon memakan semua makanan di depannya dengan lahap. Saat pria mungil itu mengambil rehat mengunyahnya dengan meneguk segelas air. Ia tersadarkan saat matanya menatap Soonyoung di depannya sedang memandangnya dengan kedua tangan yang di lipat pada dadanya.

Tersedak sebentar, Jihoon menaruh gelasnya di meja dan menyerahkan beberapa piring hidangan yang masih tersedia dia atas meja untuk Soonyoung santap dengan malu-malu.

“Makan juga dong, jangan natapnya gitu. Guenya mau kalau gue lagi makan di liatin mulu.”

“Tadi katanya mau semua?”

“Ih! Kapan gue bilang?”

“Oh ga ada ya?” Goda Soonyoung.

“Ga ada! Gue ga pernah bilang gitu! Gue cuman nanya doang lo nya kasih semua ke gue! Udah ah makan sana nanti gue habisin semuanya nih!” Ancamnya kepada Soonyoung.

“Ya udah sana abisin”

“Ih soonyoung!”

Soonyoung hanya bisa tertawa sambil mengambil piring yang berisikan nasi goreng sisa setengah yang sudah di makan Jihoon dan si empu pun menariknya kemudian memberikan yang masih utuh.

“Ngapain makan bekas gue sih?! Itu kan masih ada yang banyak.”

“Gapapa, kasian nasinya ga di habisin mubazir”

“Yang ini harusnya mubazir kalau ga dimakan! Udah makan yang ini aja”

Soonyoung tak menolak, ia hanya memperhatikan Jihoon yang sedang membereskan beberapa piring yang kosong untuk di pinggirkan dan menyisakan beberapa makanan yang masih tersisa. Menghidangkan kembali makanan yang layak di makan untuk di santap oleh dirinya. Dapat Soonyoung rasakan kepribadian inisiatif Jihoon akan reflek keluar jika tidak ada yang menyuruhnya. Pagi ini dapat dikatakan ia sudah temukan satu fakta tentang Jihoon dari kegiatan sarapan pagi ini.

“Makasih Jihoon”

“Iya sama-sama. Di habisin!”

“lo juga, habisin tuh masih banyak”

“Iyaiya soonyoung makasih ya”

Soonyoung hanya mengangguk lalu mereka pun menyantap sarapan mereka dengan tenang.


“Ji, bayar.” Ucap Soonyoung enteng sambil berlalu melewati kasir.

“Lah! Soonyoung lo apaan sih? Bayar sana!” Jihoon menarik lengan Soonyoung menuju kasir dengan panik.

“Lo makannya banyak tadi duit gue ga cukup”

“Dih rese banget lo ya! Tadi yang nawar siapa? Yang bilang mau traktir siapa? Kok gue yang kena?”

“Yang makan banyak siapa?”

“Lo!”

“Jujur Jihoon”

“Iyaya gue!! Tapi kan yang janji traktir kan lo!!!”

Soonyoung langsung menutup mulut Jihoon yang teriak-teriak di depannya dan juga kasir yang hanya menatap mereka sedari tadi. Merasa harus diselesaikan tanpa mendapat pandangan aneh seisi restoran Soonyoung pun membawa Jihoon duduk kembali ke meja mereka untuk diskusi.

“Ih jangan Pegang-pegang bisa ga sih!” Protes Jihoon sambil melepaskan tangan Soonyoung dari tangannya dan mulutnya.

“Makanya jangan teriak-teriak!”

“Ya lo nya rese sih! Masa gue yang bayar? Kan lo yang janji traktir!!”

“Hhhhhh~ Jadi gini, Sebetulnya gue traktir lo itu beneran dan bakalan gue tepatin dengan syarat lo harus janji dan bakalan ngelakuin semua rules yang udah gue kasih tau ke lo beberapa hari yang lalu.”

“IH LO KOK CURANG SIH!” Ucap Jihoon dengan nada yang tinggi sehingga semua pasang mata tertuju pada meja mereka.

“Shhtttt!! Please jan teriak ih ga baek!”

“Ya lo tuh ishhh—”

“Iyaya gue curang iya! Tapi kalau ga gini lo ga bakalan ngelakuin. Ini demi lo sendiri Jihoon, dan itu ga bakalan ngerugiin siapapun”

“Ya tapi kan ga gitu juga kali elahh!!!”

“Lo mau lakuin atau lo bayar bill sarapan hari ini yang lebih 32 juta habisnya”

“Buset! Sarapan apa 32jt?”

Soonyoung memanggil waiters restoran itu untuk membawa Struk bill makanan mereka kehadapan Jihoon. Dan benar saja setelah Jihoon yang mengecek sendiri totalnya sebesar Rp. 31.990.789,-

Tercengang karena nominal yang cukup besar hanya sekedar sarapan pagi, hingga cukup tercengang lagi karena faktanya pagi ini meja mereka penuh dengan masakan royal premium yang Soonyoung pesan tanpa memberi tahu Jihoon setelah menyuruhnya menghabiskan setengah makanan tersebut.

Terduduk lemas di lantai, Soonyoung mengangkat tubuh Jihoon untuk berdiri tegak agar mereka segera menuju apartemen sebelum pengunjung restoran menatap mereka lebih aneh lagi.

“Berdiri ayo! Jan gitu duduk di lantai. Mau bayar atau lo ngerjain rules yang udah gue buat?”

“Gendong gue lemes”

“Bayar atau kerjain rules?” Tegas Soonyoung memastikan Jihoon kembali sebelum pria kecil di hadapannya ini ingkar janji.

“Iyaya ih ayo cepetan bawa gue ke apart gue beneran lemes!!!” Teriak Jihoon kepada Soonyoung.

“Ya udah ayo naik ke punggung gue” Ucap Soonyoung Menghadapkan punggungnya dan Jihoon pun naik ke punggung Soonyoung dengan keadaan terkulai.

Mereka pun keluar dari restoran setelah Soonyoung membayar sarapan mereka pagi ini, kemudian menyebrang jalan untuk menuju ke apartemen mereka kembali sambil diiringi suara cicit racau gemas Jihoon di telinga Soonyoung.

“Itu uang jajan gue seminguu~ itu uang jajan gue seminggu~ itu uang jajan gue seminggu~”

Terukir kembali senyum jahil di wajah Soonyoung pagi ini. Ia sangat bahagia karena kemenangan di pihaknya dari Jihoon si anak rektornya yang sangat keras kepala.


Tampaknya pemandangan di luar jendela mobil lebih menarik dari pada memulai pendekatan dengan housemate barunya, karena Jihoon sedari tadi hanya memainkan bibirnya yang kering sambil membenturkan kepala ke kaca jendela sambil menitkan air mata.

Ini adalah cara terbaik untuk menghentikan pikirannya yang sedari tadi membuatnya kacau dan berpikiran negatif tentang tindakan ayahnya kepadanya yang sudah terlalu jauh hingga ia enggan serumah dengannya. Apakah ia sudah berbuat kesalahan terlalu jauh hingga IPK prodinya menjadi sebuah alasan agar mereka berpisah sementara waktu, kemudian menitipkan dirinya pada mahasiswa kesayangannya alih-alih Wonwoo yang masih ada hubungan keluarga dengan dirinya.

Soonyoung yang berada disamping Jihoon hanya bisa pura-pura tak acuh akan tingkah Jihoon sedari tadi dan hanya bisa fokus mengendarai mobilnya dengan tenang agar sampai ke apartemen dengan selamat. Bukan maksud pula ia tak peduli akan kondisi pria di sampingnya itu, Wonwoo sudah memberitahu Soonyoung semuanya tentang kondisi Jihoon saat ini dan ia berinisiatif untuk memberi Jihoon waktu dengan keadaan yang harus ia terima kali ini.

Sesampainya mereka di basement untuk memarkirkan mobil, Soonyoung langsung keluar terlebih dahulu guna membukakan pintu untuk Jihoon, kemudian ia membuka bagasi untuk menurunkan koper dibelakang juga. Tingkah Soonyoung lagi-lagi membuatnya kebingungan, namun Jihoon akan menganggap perilaku Soonyoung kali ini adalah inisiatif awal untuk mereka berdua saling mengenal satu sama lain.

“Emmm~ Soon, makasih ya”

Tak lupa Jihoon mengucapkan kalimat terima kasih kepada Soonyoung telah membukakan pintu mobil dan menurunkan peralatannya, Senyum teduh lah yang Soonyoung berikan kepada Jihoon sebagai gubrisannya.

“Iya sama-sama Jihoon. Ayo ke dalam, kita ambil kartu akses buat lo” Ucap Soonyoung mengajak Jihoon menuju resepsionis sambil menenteng 2 koper Jihoon yang bisa dibilang cukup berat, karena hal itu Jihoon pun langsung menarik salah satu kopernya agar ia bawa sendiri.

“Sini gue bawa satu”

“Gapapa Jihoon biar gue bawa semuanya aja, kasian lo pasti capek kan seharian ini?”

Jihoon hanya terdiam menunduk sambil mengangguk pelan membenarkan kalimat Soonyoung barusan. Saat ini ia hanya mengekori Soonyoung sampai ke meja resepsionis dengan kepala tertunduk mengamati langkah kaki Soonyoung membawanya.

Sesampainya di meja resepsionis Soonyoung meminta kartu akses baru untuk Jihoon dan memberitahukan beberapa info tentang housemate barunya kepada resepsionis. Jihoon sedari tadi hanya mengedarkan pandangannya pada keramaian ini sambil melihat-lihat di sekitar gedung baru tempat ia akan tinggal mulai detik ini.

“Silahkan masuk” Ucap Soonyoung setelah ia membukakan pintu ruangan apartemen bernomor 1506 dengan digicode card, lalu mempersilahkan tamunya masuk terlebih dahulu.

Mereka berdua sekarang sudah masuk ke dalam dan memulai tour room terlebih dahulu agar mempersingkat waktu mengingat Jihoon yang sudah lelah sedari di dalam perjalanan menuju ke apartemen yang bisa di bilang cukup jauh dari rumahnya.

“Kamar gue ada di samping ruang tengah, jadi lo pake yang di depannya gapapa?” Tanya Soonyoung kepada Jihoon.

“Iya gapapa kok soon”

“Oke Jihoon, selamat malam”

Merasa ada kejanggalan dan seperti ada bagian yang tertinggal untuk pertemuan pertama malam ini. Jihoon yang menyadari hal tersebut memanggil Soonyoung untuk berbicara beberapa menit lagi.

“S-soon, udah gitu aja buat malam ini?”

“Hmmm? Ada yang bisa gue bantu?”

“Ga, itu loh... Ssstt itu maksudnya... A-apa sih yang Wonwoo bilang tadi gue l-lupa duh!”

Soonyoung mengerutkan dahinya karena ia paham maksud Jihoon, ia terkekeh sebentar kemudian mempersilahkan Jihoon untuk duduk di ruang tengah dan menawarkan minuman kepada Jihoon.

“Oh iya! lupa ji hahaha, yuk duduk dulu, btw lo mau minum apa?”

“Air putih aja” Katanya.

Soonyoung kembali dengan secangkir air putih untuk bergabung dengan Jihoon di ruang tengah.

“Nih Ji”

“Makasih Soonyoung”

Menyerahkan gelas air tersebut dan mengeluarkan macbooknya untuk di tampilkan kepada Jihoon.

“Nah! Jadi gini ji, sistem housemate di tempat gue tuh lo ga perlu bayar mahal. Cukup bayar uang dp aja kok, uangnya juga udah di kasih sama Mingyu tadi sama gue. Jadi lo udah bisa langsung tinggal disini sampai semester depan dan anggap ini rumah lo sendiri ya!”

“Lho? Kok gitu doang? Belanja bulanan, terus kebersihan,sama uang keamanan gimana? Masa gue ga ikutan iuran?”

“Wonwoo ga bilang emang?”

Jihoon berfikir sejenak mengingat kembali apa yang di katakan Wonwoo sebelumnya kepadanya. Yang benar saja, ia bahkan tak ingat isi obrolannya dengan Wonwoo tadi selain saling melemparkan kalimat kasar.

“Apaan? Perasaan Wonwoo ga bilang apa-apa sama gue.”

“Mungkin lo lupa kali Ji. Gue udah suruh Wonwoo buat kasih tau lo kalau yang punya gedung apartemen ini ayah gue, jadi beliau warisin ke gue sebelum ayah udah ga ada. Jadi ga usah bayar, lo cukup ngejalanin persyaratan yang udah lo sepakatin sama Wonwoo sebelumnya.”

“Sepakatan apa lagi? Ribet banget deh. Perasaan ga ada persyaratan apa-apa”

Soonyoung sempat di buat bingung oleh Jihoon, untungnya ia langsung tahu kondisi saat ini. Ia pun langsung mengalihkan pembicaraan mengingat hari sudah mulai larut.

“Kayaknya besok pagi aja gue kasih tau, lo udah capek kan. Istirahat gih udah malem”

Jihoon mengangguk dan menyapa Soonyoung untuk berkenalan dengan benar.

“Oke, mohon kerja samanya soonyoung. Btw salam kenal!” Mengulurkan tangannya.

“Salam kenal Juga Jihoon, Semoga betah disini” Soonyoung pun membalas jabatan tangan Jihoon dengan ambigu Jihoon bahkan tak bisa mengartikan kalimat akhir dan senyum sungging di wajahnya saat ini.

“Sok atuh, kalau mau istirahat dulu langsung aja. Gue ke balkon bentar buat beresin sisa anak-anak main tadi.”

“Anak-anak?” Tanya Jihoon penasaran.

“Iyaa, temen tongkrongan gue sama Mingyu. Lo pasti tau siapa-siapa aja, jadi maaf kalau mereka nanti sering datang kesini ya!”

“I-iyaa gapapa. Gue masuk dulu ya soon”

“Iya Ji, selamat malam. Semoga bisa betah disini”

Kalimat terakhir Soonyoung membuat Jihoon kembali bergelut dengan pikirannya, tentang kejadian yang akan terjadi kedepannya saat teman-teman Soonyoung berada di apartemen nanti. Apakah ia harus terbelenggu di dalam kamar dan tak fokus belajar untuk semester berikutnya karena suara gaduh di luar sana atau ia akan keluar dari apartemen dan mencari tempat belajar di kala masa liburan ada tempat yang sangat ramai dan di penuhi orang asing yang tak ia kenal.

Mari mengesampingkan pikiran itu terlebih dahulu pikir Jihoon, untuk saat ini yang hanya ia ingin kan adalah ketenangan agar ia bisa berpikiran positif untuk memperbaiki nilai IPKnya dan pulang kerumah dengan secepat mungkin.

“Ini lebih dari cukup” Ucapnya dalam diam sambil memasuki kamar.


Jihoon sudah mengemas barang bawaannya ke dalam ransel kecil yang biasa ia kenakan sebagai tas bekerjanya. Menunggu Soonyoung menjemputnya dan pulang kerja lebih awal adalah hal yang tabu Jihoon lakukan sebagai individu berkepribadian workaholic. Jantungnya berdegup kencang saat ia memikirkan bagaimana Soonyoung membawanya dengan pelan menuju van limosin miliknya kemarin saat ia sudah tak berdaya hanya dengan menopang tubuhnya sendiri. Saat Soonyoung merawatnya saat ia terluka dan sakit tak sebagaimana ia biasanya hidup terbiasa sendirian melakukan hal seperti minum obat saja jarang ia lakukan.

Jihoon merasa lebih aneh lagi jikalau seseorang yang baru ia kenal sudah memegang tangannya dan memeluk tubuhnya dengan hangat sangat hati-hati seperti yang Soonyoung lakukan kemarin hari, itu juga pertama kali dalam hidupnya. Bagaikan candu, ada rasa ingin mencobanya sekali lagi bagaimana perlakuan Soonyoung padanya kemarin hari dalam pikirannya saat ini.

Suara ketukan pintu yang sangat kuat dari luar sana membuat Jihoon tersadar dan terperanjat hingga ia terduduk di lantai. Seseorang di luar studio Jihoon kemudian membuka langsung pintu tersebut dengan kartu akses yang diberikan oleh resepsionis kepadanya karena ia mengatakan bahwa pemilik studio dalam keadaan darurat. Sosok pria itu kemudian berlari menuju Jihoon dan membawanya turun ke lantai dasar dengan cara menggendong pria bertubuh mungil itu dalam rengkuhannya bak Cinderella.

Semua mata tertuju pada mereka berdua karena Soonyoung berlari sekuat tenaga tak lupa pula dengan raut wajahnya yang panik sambil menggendong Jihoon dengan bridal style, menjadi highlight kantor agensi tempat Jihoon bekerja hari ini. Tepuk tangan yang meriah membuat Jihoon menyembunyikan wajahnya bersemu merah muda pada ceruk leher Soonyoung karena koleganya dapat mengetahui siapa yang sebenarnya berada di dalam kukuhan pria berbadan besar sambil berlari menuju keluar gedung ini.

“Soon, pelan-pelan jantung gue sakit” Ucap Jihoon sambil meredamkan suaranya di sana.

“Sakit banget ji? Sabar ya kita kerumah sakit sekarang”

“Hah?”

Ada rasa ingin menghentikan Soonyoung karena perlakuannya saat ini, ada rasa ingin pula ia terus berada dekat tanpa jarak dengan tubuh Soonyoung saat ini. Jantung Jihoon seakan ingin meledak saking cepatnya kecepatan jantungnya memompa setiap tatapan mereka saling bertemu.

“S-soon” Ucap Jihoon terbata setelah Soonyoung menempatkannya di kursi penumpang.

“Sebentar Jihoon, kita ke rumah sakit dulu kayaknya sakit banget ya dadanya?” Tanya Soonyoung serius sambil memasang seatbelt Jihoon.

Jihoon hanya mengangguk dan memegang dadanya kuat tepat pada letak jantungnya. Soonyoung pun bergegas ke kursi supir kemudian melajukan mobil Jihoon menuju ke rumah sakit.

“Tahan sebentar ya Ji, bentar lagi sampai”

Jihoon masih tenggelam dalam lamunan, karena ia masih belum mengerti kenapa jantungnya masih berdegup kencang tanpa ada rasa sakit atau nyeri pada jantungnya. Sesampainya di rumah sakit, Soonyoung memanggil perawat untuk membawakan kursi roda dulu agar bisa membawa Jihoon dengan mudah.

Jihoon kalang kabut mencari cara agar Soonyoung berhenti bersikap panik karena sudah tau jawaban mengapa jantungnya berdegup kencang saat ini. Dengan segera sebelum Soonyoung dan menuju kearahnya, Jihoon keluar dari mobil kemudian berlari ke arah Soonyoung, memeluk pria jakung itu dengan kuat hingga tak ada seorangpun yang bisa merebut Soonyoung darinya saat itu.

Perawat yang datang bersama Soonyoung tadi seketika menutup mulutnya dan memalingkan wajah saat Jihoon mencoba mencium pipi Soonyoung, tanpa ia sadari pria yang ia peluk dan cium barusan mematung sejenak sebelum mata mereka bertemu kembali.

Situasi di dalam mobil terasa canggung, karena suara sunyi menyelimuti ujung ke ujung mobil Jihoon, suara mesin mobil yang terdengar halus di indra pen dengan, dan ada Soonyoung yang berkutat fokus dengan jalan raya dan ada juga Jihoon yang sibuk menggigit kukunya sambil menatap ke arah luar jendela. Tak ada yang ingin memulai pembicaraan terlebih dahulu setelah pulang dari rumah sakit karena tidak ada yang mau tanggung jawab atas kejadian yang dilakukan Jihoon di depan umum tadi terhadap Soonyoung


Sebuah limousine mini berparkir di hadapan Soonyoung saat pria itu sedang merapikan kerah leher bajunya. Kaca jendela mobil tersebut turun menampakan wajah seorang pria berkulit putih bergaya rambut rapi beserta setelan yang serupa dengan milik yang Soonyoung pakai saat ini. Ia pun membuka kacamata hitamnya kemudian melemparkan kepada Soonyoung yang berdiri tegap di depan pintu mobil mewahnya.

“Soonyoung kan?”

Soonyoung lantas menunjuk dirinya, kemudian mengangguk memberi jawaban atas pertanyaan barusan. Pria itupun membukakan pintu mobil kemudian menyuruh Soonyoung untuk masuk.

“Masuk dulu, nanti kita susun strateginya gimana.”

Topik yang familiar. Tak butuh lama untuk Soonyoung bisa paham situasi saat ini, ia pun langsung masuk dan duduk di kursi penumpang di samping pria pemilik mobil megah tersebut.

Roda limousine mulai berputar dan melaju membaws mereka ke tempat acara, beberapa menit kursi penumpang terasa canggung dan tak lama pria bertubuh mungil dari Soonyoung memulai pembicaraannya dengan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

“Jihoon”

“Soonyoung” Balas Soonyoung sambil tersenyum pada Jihoon.

Saat ingin melepaskan jabatan tangan tersebut, Soonyoung menahannya sebentar hingga pemilik tangan mungil di dalam tautan tangan besar Soonyoung tersentak terkejut kecil. Salah satu alisnya menukik merasa bingung dengan aksi Soonyoung, untunglag si pelaku bisa berbual dengan baik dan positif hingga mudah dapat di terima oleh Jihoon yang amat sensitif.

“Ada bulu mata jatuh disini, gue bantu ya?” Katanya.

“Tolong ambilin” Pitah Jihoon kemudiaan menutup matanya.

Soonyoung pun pura-pura menyapu kecil bagian pipi di bawah pelupuk mata Jihoon dengan ujung jarinya.

Manisnya” Bungkam Soonyoung memuju paras Jihoon dalam hati.

“Udah”

“Makasih”

Soonyoung mengangguk sambil memberikan senyum sebagai balasan ucapan Jihoon. Sunyi sejenak Jihoon memainkan ujung jarinya dengan kacamata yang ia kenakan tadi sebagai upaya mencari topik agar bisa berbicara secara langsung dengan Soonyoung, namun keberaniannya menciut saat Soonyoung yang memiliki postur tubuh 2x darinya duduk di samping tubuhnya.

“S-soon” Gagap ia ingin mencoba memulai topik.

Alih-alih menjawab kali ini, sepertinya Soonyoung sedang merencanakan sesuatu seorang diri tanpa sepengetahuannya. Karena Soonyoung menghentikan Jihoon dengan cara menutup mulut Jihoon dengan jari telunjuknya.

“Sst! Ikutin aja cara main gue hari ini Jihoon, gue yakin kalau lo ikutin alur gue pasti bakalan bakalan tuntas dan kita bisa cepat pergi dari sini”

Jihoon terkejut atas kata terakhir yang Soonyoung katakan padanya, memang kata itu lah yang ingin ia ingin kan hari ini, yaitu melarikan diri. Jadi apapun yang Soonyoung rencanakan kali ini Jihoon hanya bisa berharap lebih agar seluruh keluarganya percaya pada dirinya barang kali ini saja.

Mereka sudah sampai di gedung aula tempat berlangsungnya pernikahan. Soonyoung segera turun kemudian membukakan pintu untuk Jihoon dan langsung membawa Jihoon untuk memeluk lengannya saat sebelum mereka masuk kedalam.

“Soon?” Tegur Jihoon yang masih asing dengan posisi pertama ini.

“Gapapa Jihoon, yakin sama gue. Ini awal yang baik buat nunjukin ke keluarga lo kalau kita pacaran”

Bibir Jihoon seketika membulat dan mengangguk mengerti perlahan diiringi tawa ringannya. Ia segera menguatkan lingkar kedua tangannya pada Lengan Soonyoung dan berjalan dengan senyum lebarnya. Soonyoung pun juga ikut tersenyum saat Jihoon menyetujui rencananya.

Perlahan mereka masuk, mendekat agar berbaur dengan sanak saudara, kerabat dan kolega, para hadirin yang menghadiri acara resepsi kakak tirinya, Choi Seungcheol.

“Jihoon, mau duduk dulu atau langsung ke atas salaman sama pengantennya?” Tanya Soonyoung.

Tanpa berpikir dan menjawab pertanyaan Soonyoung, Jihoon pun langsing membawa Soonyoung menuju ke panggung pelaminan dimana kakak tiri dan kakak iparnya bersanding berdua.

Lamat mata tajam dari sang kakak tiri menatap sang adik yang kali ini benar-benar membuatnya tercengang saat mereka masih bersalamab dengan kedua orang tuanya. Sosok di samping yang Jihoon bawa hari ini benar-benar aura seorang pendamping yang ideal untuk adik kecilnya itu. Tutur sapa Soonyoung yang sopan saat menggubris guyonan dan pertanyaan dari anggota keluarga Jihoon saat menaiki panggung pelaminan, memperhatikan langkah adiknya dengan amat teliti saat Jihoon menaiki panggung dengan anak tangga, tersenyum cerah bak mentari di pagi hari kepada kedua orang tua dan adik kecilnya itu membuat Seungcheol mengakui bahwa ia kalah telak dari janji adik tirinya sendiri.

Saat hendak bersalaman dengan kakak tirinya Jihoon mulai memasang muka masam dan memberikan salam selamat yang tak ikhlas untuk sang kakak tirinya.

“Selamat” Singkat Jihoon.

Soonyoung dapat mendengar betapa kesalnya kata tersebut berucap pada bibir Jihoon, Soonyoung pun memulai aksinya dengan jalan yang sempurna, yaitu menegur Jihoon.

“Jihoon sayang, ga boleh gitu ,yang bener dong sayang, Kan hari ini hari spesialnya kak Seungcheol” Ucap Soonyoung.

Jihoon pun memajukan bibir bawahnya agar terlihat gemas kemudian memukul dada Soonyoung dengan kaku agar mengikuti skenario yang di buat oleh Soonyoung sebelum mereka naik ke atas pelaminan.

“Ba-bagus gitu dong yang? Yang—...” Ucap Soonyoung terbata dan membuat Seungcheol berfikir ada yang salah disini.

Jihoon seketika mencubit lengan Soonyoung pelan karena salahnya mereka fatal melakukan misi untuk terlihat seperti mereka memiliki hubungan yang bisa di nilai layak untuk dijadikan seorang adik ipar kakak tirinya.

Seungcheol kemudian bertanya kepada Soonyoung dengan acak dan perlahan maju untuk mengintimidasi Soonyoung dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.

“berapa tanggal lahir Jihoon, berapa nomor sepatu Jihoon, apa makanan favorit Jihoon, apa makanan yang ga di sukain Jihoon, tanggal berapa kalian jadian, siapa yang nembak duluan? Silahkan jawab dengan kurun waktu 5 detik. Satu...”

Jihoon dan Soonyoung langsung panik, seketika di otak mereka kosong saat di tanyakan hal yang Seungcheol berikan kelihatannya tak sulit itu.

“Soonyoung! Jawab ih! Soonyoung” Jihoon meronta-ronta meminta Soonyoung agar segera menjawabnya.

“Tiga” Detik ke dua terlewatkan dan kini waktu tersisa 2 menit untuk menjawab semua pertanyaannya.

“Soonyoung please bantu gue soonyoung please” Ucap Jihoon berbisik sambil berpegangan tangan dengan tangan Soonyoung yang kelihatannya sudah mengeluarkan keringat. Soonyoung pun panik dan berusaha tenang sekuat mungkin.

“Empat”

Tersisa satu hitungan lagi, Soonyoung mencoba mendapatkan pertanyaan sebelumnya di dalam pikirannya agar dapat menjawab semua pertanyaan Seungcheol. Jihoon sudah siap menahan malu sambil menundukan kepalanya. untunglah calon suaminya kakak tiri Jihoon menghentikan aksi Seungcheol dan menyuruhnya untuk kembali ke beberapa langkah kebelakang.

“Cheol, kamu terlalu keras sama calon adik ipar mu sendiri. Lagian kita bisa menunggu jawabannya nan—”

Kalimat Jeonghan, Suami Seungcheol terputus sesaat saat Soonyoung mencoba menjawab semua pertanyaannya satu persatu. Soonyoung menggenggam kembali tangan Jihoon, kemudian Soonyoung tersenyum kepada Jihoon sebagai isyarat bahwa ia harus percaya padanya.

“Tanggal lahir Jihoon memanglah moment terindah yang harus diingat dan harus dirayakan namun saya sampai detik ini belum tau tanggal lahir Jihoon berapa, karena kami baru menjalani hubungan lebih jauh baru-baru ini jadi saya tidak di beri tahu oleh Jihoon dengan sengaja agar saya menerkanya sendiri. Untuk pertanyaan berapa nomor sepatu, makanan favorit dan non favorit Jihoon bukan lah ranah saya untuk mengetahuinya sekarang sebagai seorang pasangan karena saya ingatkan lagi kalau kami masih baru menjalani hubungan untuk mengerti lebih jauh satu sama lain maka akan ada momen pula disaat saya akan mengetahui hal tersebut secara tak langsung. Dan untuk tanggal jadian kami tidak pernah melakukan hal tersebut dan lagian tanggal tersebut juga tidak menjanjikan akan menjadi tanda agar memiliki satu sama lain seutuhnya, jadi begitulah secara naluriah kami resmi berpacaran tanpa adanya ritual siapa yang menyatakan cinta lebih dulu.”

“Wow, lo pikir lo keren ngomong kaya gitu iya?”

“Sayang udah ih!”

“Soonyoung, ayo turun!”

Jihoon menarik tangan Soonyoung agar turun kembali ke meja tamu segera sebelum keributan yang di buat Seungcheol pada acara pentingnya hari ini. Namun aksi itu gagal saat Seungcheol manarik baju Soonyoung hingga ia terjatuh.

“Soonyoung!!!”

“Seungcheol udah cukup! Kamu ga malu sama tamu?” Tegur orang tuanya.

“Ah biarin dia harus di kasih pelajaran! Gimana mau bisa jadi menantu orang rumah ini kalau mulutnya sok iya banget berlagak sombong kaya gini! Harus di beri pelajaran beneran HIYAAA!!”

buak!!”

“SEUNGCHEOL!!”

“JIHOON!!!”

saat hendak membantu Soonyoung berdiri, sasaran kepalan bukuan tangan Seungcheol yang kuat mengenai adik tirinya sendiri tanpa sengaja.

Jihoon hanya bisa terdiam, seperti tak percaya apa yang baru saja kakaknya lakukan pada dirinya. Semua yang berada di pelaminan melerai Seungcheol, suara riuh perlahan berdatangan, live band seketika berhenti dan membuat suara riuh itu menjadi suara teriakan.

Soonyoung menuntun Jihoon perlahan sambil memegang kuat kedua pundak Jihoon menuju meja paling belakang agar bisa dengan mudah keluar dari aula.

Menawarkannya segelas air putih kepada Jihoon dan membantunya memegang gelas saat Jihoon meneguknya dengan perlahan. Mengusap punggung tangan Jihoon yang pucat karena kejadian barusan sangat jauh dar ekspetasinya sendiri. Soonyoung merasa khawatir dan segera membawa Jihoon kedalam mobil untuk menenangkan Jihoon terlebih dahulu.

Saat berada di dalam mobil, kondisi Jihoon melemah, suhu badannya tiba-tiba naik, tempat dimana Seungcheol tak sengaja memukulnya tiba-tiba menjadi lebam dan dapat dilihat dengan mata terbuka. Soonyoung kemudian memanggil supir untuk membawa Jihoon pulang kerumahnya.


Sesampainya di rumah hunian pribadi milik Jihoon, Soonyoung membaringkan Jihoon di tempat tidurnya, menaruh kompres di dahinya, memberi paracetamol yang sudah di hancurkan menjadi serbuk puyer agar Jihoon dengan mudah menelannya, kemudian melonggarkan pakaian Jihoon agar tidak merasa sesak, dan mengompres pipi Jihoon dengan batu es yang di balut kain tipis pada tempat Seungcheol melayangkan tinjunya pada Jihoon tadi.

Rintihan sakit dari Jihoon terus-menerus terdengar di telinga Soonyoung saat ia mencoba mengompres pipinya dengan reflek Soonyoung membelai lembut pipi Jihoon agar meringankan rasa sakitnya secara perlahan. Menunggu Jihoon terlelap tidur kembali karena obat pereda sakit dan panas yang baru saja Soonyoung berikan kepada Jihoon, ia sampai lupa mengurus dirinya sendiri karena terlalu sibuk menjaga Jihoon sampai fajar telah tenggelam semenjak kejadian tadi.

Hingga mentari mulai menyapa kembali, mata Jihoon langsung tertuju pada ujung kasurnya dan melihat seorang pria tampan yang memakai setelan yang sama pemberian darinya sedang tidur terlelap melipat tangannya lelah. Jihoon bangkit dari tidurnya kemudian mengusap pelan surai hitam Soonyoung sambil mengatakan:

“Biggest thanks soonyoung, lo udah tolongin gue kemarin dari ular licik itu.”


Surel terus berdatangan, dering telfon kabel memenuji seisi ruangan, sambung menyambung bergantian menyangkal dengan kalimat “segara akan kami konfirmasi setelah menanyakan langsung kepada pihak yang bersangkutan”, kemudian ruangan hening seketika selama 5 detik.

“Wah~ itu si pembuat artikel dia dari mana dapat info absurd begituan sih? Gue lama-lama bisa pegel cuman ngangkat telfon doang” Keluh Seokmin sambil menyandarkan punggungnya pada kursi setelah menutup telpon.

Hanya helaan nafas berat yang terdengar bersumber dari anggota timnya setelah berusaha sekuat tenaga menjawab semua panggilan yang masuk. Tentu saja Jihoon sebagai kepala tim merasa bersalah karena lengah dan tak menyadari berita palsu ini akan di posting sebagai pengalihan isu topik panas hari ini, karena aktris dari agensi mereka telah mendeklarasikan kehamilan di luar nikahnya tanpa sepengetahuan agensi sendiri termasuk direktur dan tim humas.

Jihoon menghembuskan nafasnya perlahan guna menetralisirkan emosinya sambil menutup mata, kemudian mencari kontak yang ia beri nama “Gorila” Dan menghubunginya. Tak lama panggilan tersambung dan...

“Hmmm?”

“Woi gorila! Lo beneran mukul kepala anak orang?”

“Heh! Kalau ngomong disortir dulu bisa ga sih? Main asal nuduh aja! Gue ga hobi berantem”

“Iya gue tau, gue cuman nanya doang beneran apa kagak?”

“Ya kagak lah, ngadi aja beneran. Nanti reputasi gue rus—”

“Okey, bye!”

“Woi ji! Wo—”

tut! panggilan terputus.

“Gimana kak? Beneran ga?” Tanya Seungkwan khawatir sambil mencubit kecil jarinya.

“Nanti gue konfirmasi lagi detailnya, lo semua tolong angkat dan sangkal semua pertanyaan yang di ajuin sama reporter gila asumsi itu! Gue mau tanya Jun karena dia doang yang bisa jadi saksi mata kita buat saat ini. Mengerti?”

Serempak ke-tiga anak buahnya menjawab “mengerti”. Jihoon pun keluar dari ruangan hendak bergegas menuju ruang rapat yang sebentar lagi akan di adakan secara dadakan namun seketika langkahnya terhenti saat anggota baru timnya bertanya sekali lagi kepada Jihoon karena pertanyaan sebelumnya ia abaikan.

“Kak, serius Soonyoung bakalan baik-baik aja? Dia beneran ga ngelakuin hal itu kan?”

Jihoon perlahan melangkah di hadapan Seungkan, kemudian mengangkat tangannya untuk mengusap surai hitamnya sebentar untuk menghilangkan rasa takutnya.

“Percaya sama kakak kwan, Aku tahu banget dia ga bakalan ngelakuin hal itu. Jadi jangan khawatir.”

Setelah mengatakan kalimat barusan, Jihoon langsung menuju ruang rapat dengan menaiki anak tangga.