Best Friend
“Jihoon lo gapapa?” Tanya Wonwoo yang baru saja masuk ke ruangan tempat Jihoon saat ini sedang mengobati lukanya seorang diri.
“Om kemana?”
“Udah pergi” Jawab Jihoon enteng masih berkutat dengan obat merah di tangannya.
“Ya ampun beneran kan ga tanggung jawab banget tuh orang! Lagian kenapa lo sama dia tadi? Kenapa ga kasih tau gue kalau lo di bully sama anak teknik? Siapa orangnya”
Jihoon hanya diam dan hanya fokus pada apa yang ia kerjakan saat ini. Tingkahnya membuat Wonwoo kesal hingga membuang obat merah di tangan Jihoon ke lantai. Tersentak karena ulah temannya Jihoon hanya bisa memandang Wonwoo penuh kepolosan dengan luka parut di beberapa bagian tubuhnya saat Wonwoo membawa tubuh mungil Jihoon menghadap padanya.
“Lo kenapa hei? Jawab gue! Gue ga suka lo diemin gue gini Jihoon! Gue temen lo!”
Jihoon hanya mengulum bibirnya enggan untuk mengatakan yang sebenarnya. Ia mengalihkan pandang pada obat merah yang terjatuh dan kembali mengambilnya dan memasangkan kembali pada luka di wajahnya.
Wonwoo frustasi apa penyebab Jihoon menjadi sangat tertutup jauh dari kata Jihoon yang ia kenal. Wonwoo berinisiatif untuk mengobati Jihoon, merebut obat merah di tangannya dan memukul beberapa bagian tubuh Jihoon guna mengetahui letak sakitnya.
“Sshh aw! WONWOO! SAKIT!”
“salah sendiri ga mau ngomong sama gue”
Jihoon menunduk mengetahui kesalahannya. Ia hanya bisa terdiam membiarkan sahabatnya itu menolongnya mengobati diri. Beberapa menit tak ada yang bersuara Jihoon yang merasa ia harus mengatakan sesuatu kepada Wonwoo pun tergerak untuk mengangkat suaranya perlahan.
“Nu sebenarnya gue udah lama di bully, maaf baru bilang sekarang”
Wonwoo mengangkat wajahnya yang terkejut menatap Jihoon dengan penuh amarah.
“Kenapa baru kasih tau gue sekarang?”
Suara Wonwoo yang meninggi membuat Jihoon reflek menjauhi dirinya dari Wonwoo. Gerakan barusan membuat Wonwoo secara tak langsung mengetahui seberapa besar traumanya saat ia meninggikan suara dan bergerak dari posisinya.
Menghembuskan nafasnya kasar Wonwoo merengkuh tubuh mungil sahabatnya itu dengan erat hingga Jihoon merasa sesak dan kesakitan di daerah yang terkena tendangan Seungcheol tadi.
“Nu sakit nu aakhh! Lepasin woi!”
“Hiks kenapa lo ga kasih tau gue anjing!? Gue jadi ga tau kalau lo setrauma ini! Gue ga tau kalau lo luka gini! Gue benci ama lo Jihoon beneran dah. Kalau ada apa-apa bilang jangan di diemin gue merasa gagal jadi sahabat lo tau ga! Hueueueee”
Jihoon terharu melihat Wonwoo menangisinya seperti ini. Ia pun membawanya kembali pada pelukannya dan menepuk pelan pundak sahabat yang tubuhnya lebih besar darinya itu. Mengusap pelan punggungnya agar afeksinya tersalurkan.
“Maafin gue nu, maafin gue nutupin semuanya dari lo. Gue ga bermaksud buat lo jadi sahabat yang ga berguna. Gue hanya ga mau terlihat lemah di depan lo sama adek gue. Gue juga ga mau kalau gue nutupin lama-lama hal ini dari lo, gue juga ga mau kalau lo bakalan bantu gue lebih karena mereka minta duit sama gue. Gue ga mau lo bantuin gue”
“Lo pikir gue bakalan ngasih duit gue ke mereka sebagai ganti mereka minta duit ke lo? Hei lo pikir gue ngamburin duit gitu aja? Ga ya bego! Gue tau duit susah di cari! Lo lupa gue atlet boxing? Ngapain punya skil malah ngamburin duit ga guna banget. Besok kalau ada apa-apa panggil gue biar gue gebukin mereka”
Jihoon hanya terkekeh melihat Wonwoo yang lucu saat menceramahinya dengan wajah sedihnya sehabis menangis dan penuh amarah. Ia pun menghapus sisa air mata Wonwoo dengan ujung telunjuknya sambil tersenyum simpul mengucapkan terima kasih.
“Makasih ya won, besok gue kasih tau kalau mereka rundung gue lagi”
“Harus!”
“Iya pasti”
“Om mana?”
Pertanyaan barusan membuat semu merah muda di pipi Jihoon merona, ia mengalihkan wajahnya guna menutupi pipi gembil merah mudanya dari Wonwoo. Wonwoo yang kebingungan membalikan wajah Jihoon dan Jihoon— . . .