Are you sure it's only one day?
Sebuah limousine mini berparkir di hadapan Soonyoung saat pria itu sedang merapikan kerah leher bajunya. Kaca jendela mobil tersebut turun menampakan wajah seorang pria berkulit putih bergaya rambut rapi beserta setelan yang serupa dengan milik yang Soonyoung pakai saat ini. Ia pun membuka kacamata hitamnya kemudian melemparkan kepada Soonyoung yang berdiri tegap di depan pintu mobil mewahnya.
“Soonyoung kan?”
Soonyoung lantas menunjuk dirinya, kemudian mengangguk memberi jawaban atas pertanyaan barusan. Pria itupun membukakan pintu mobil kemudian menyuruh Soonyoung untuk masuk.
“Masuk dulu, nanti kita susun strateginya gimana.”
Topik yang familiar. Tak butuh lama untuk Soonyoung bisa paham situasi saat ini, ia pun langsung masuk dan duduk di kursi penumpang di samping pria pemilik mobil megah tersebut.
Roda limousine mulai berputar dan melaju membaws mereka ke tempat acara, beberapa menit kursi penumpang terasa canggung dan tak lama pria bertubuh mungil dari Soonyoung memulai pembicaraannya dengan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
“Jihoon”
“Soonyoung” Balas Soonyoung sambil tersenyum pada Jihoon.
Saat ingin melepaskan jabatan tangan tersebut, Soonyoung menahannya sebentar hingga pemilik tangan mungil di dalam tautan tangan besar Soonyoung tersentak terkejut kecil. Salah satu alisnya menukik merasa bingung dengan aksi Soonyoung, untunglag si pelaku bisa berbual dengan baik dan positif hingga mudah dapat di terima oleh Jihoon yang amat sensitif.
“Ada bulu mata jatuh disini, gue bantu ya?” Katanya.
“Tolong ambilin” Pitah Jihoon kemudiaan menutup matanya.
Soonyoung pun pura-pura menyapu kecil bagian pipi di bawah pelupuk mata Jihoon dengan ujung jarinya.
“Manisnya” Bungkam Soonyoung memuju paras Jihoon dalam hati.
“Udah”
“Makasih”
Soonyoung mengangguk sambil memberikan senyum sebagai balasan ucapan Jihoon. Sunyi sejenak Jihoon memainkan ujung jarinya dengan kacamata yang ia kenakan tadi sebagai upaya mencari topik agar bisa berbicara secara langsung dengan Soonyoung, namun keberaniannya menciut saat Soonyoung yang memiliki postur tubuh 2x darinya duduk di samping tubuhnya.
“S-soon” Gagap ia ingin mencoba memulai topik.
Alih-alih menjawab kali ini, sepertinya Soonyoung sedang merencanakan sesuatu seorang diri tanpa sepengetahuannya. Karena Soonyoung menghentikan Jihoon dengan cara menutup mulut Jihoon dengan jari telunjuknya.
“Sst! Ikutin aja cara main gue hari ini Jihoon, gue yakin kalau lo ikutin alur gue pasti bakalan bakalan tuntas dan kita bisa cepat pergi dari sini”
Jihoon terkejut atas kata terakhir yang Soonyoung katakan padanya, memang kata itu lah yang ingin ia ingin kan hari ini, yaitu melarikan diri. Jadi apapun yang Soonyoung rencanakan kali ini Jihoon hanya bisa berharap lebih agar seluruh keluarganya percaya pada dirinya barang kali ini saja.
Mereka sudah sampai di gedung aula tempat berlangsungnya pernikahan. Soonyoung segera turun kemudian membukakan pintu untuk Jihoon dan langsung membawa Jihoon untuk memeluk lengannya saat sebelum mereka masuk kedalam.
“Soon?” Tegur Jihoon yang masih asing dengan posisi pertama ini.
“Gapapa Jihoon, yakin sama gue. Ini awal yang baik buat nunjukin ke keluarga lo kalau kita pacaran”
Bibir Jihoon seketika membulat dan mengangguk mengerti perlahan diiringi tawa ringannya. Ia segera menguatkan lingkar kedua tangannya pada Lengan Soonyoung dan berjalan dengan senyum lebarnya. Soonyoung pun juga ikut tersenyum saat Jihoon menyetujui rencananya.
Perlahan mereka masuk, mendekat agar berbaur dengan sanak saudara, kerabat dan kolega, para hadirin yang menghadiri acara resepsi kakak tirinya, Choi Seungcheol.
“Jihoon, mau duduk dulu atau langsung ke atas salaman sama pengantennya?” Tanya Soonyoung.
Tanpa berpikir dan menjawab pertanyaan Soonyoung, Jihoon pun langsing membawa Soonyoung menuju ke panggung pelaminan dimana kakak tiri dan kakak iparnya bersanding berdua.
Lamat mata tajam dari sang kakak tiri menatap sang adik yang kali ini benar-benar membuatnya tercengang saat mereka masih bersalamab dengan kedua orang tuanya. Sosok di samping yang Jihoon bawa hari ini benar-benar aura seorang pendamping yang ideal untuk adik kecilnya itu. Tutur sapa Soonyoung yang sopan saat menggubris guyonan dan pertanyaan dari anggota keluarga Jihoon saat menaiki panggung pelaminan, memperhatikan langkah adiknya dengan amat teliti saat Jihoon menaiki panggung dengan anak tangga, tersenyum cerah bak mentari di pagi hari kepada kedua orang tua dan adik kecilnya itu membuat Seungcheol mengakui bahwa ia kalah telak dari janji adik tirinya sendiri.
Saat hendak bersalaman dengan kakak tirinya Jihoon mulai memasang muka masam dan memberikan salam selamat yang tak ikhlas untuk sang kakak tirinya.
“Selamat” Singkat Jihoon.
Soonyoung dapat mendengar betapa kesalnya kata tersebut berucap pada bibir Jihoon, Soonyoung pun memulai aksinya dengan jalan yang sempurna, yaitu menegur Jihoon.
“Jihoon sayang, ga boleh gitu ,yang bener dong sayang, Kan hari ini hari spesialnya kak Seungcheol” Ucap Soonyoung.
Jihoon pun memajukan bibir bawahnya agar terlihat gemas kemudian memukul dada Soonyoung dengan kaku agar mengikuti skenario yang di buat oleh Soonyoung sebelum mereka naik ke atas pelaminan.
“Ba-bagus gitu dong yang? Yang—...” Ucap Soonyoung terbata dan membuat Seungcheol berfikir ada yang salah disini.
Jihoon seketika mencubit lengan Soonyoung pelan karena salahnya mereka fatal melakukan misi untuk terlihat seperti mereka memiliki hubungan yang bisa di nilai layak untuk dijadikan seorang adik ipar kakak tirinya.
Seungcheol kemudian bertanya kepada Soonyoung dengan acak dan perlahan maju untuk mengintimidasi Soonyoung dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.
“berapa tanggal lahir Jihoon, berapa nomor sepatu Jihoon, apa makanan favorit Jihoon, apa makanan yang ga di sukain Jihoon, tanggal berapa kalian jadian, siapa yang nembak duluan? Silahkan jawab dengan kurun waktu 5 detik. Satu...”
Jihoon dan Soonyoung langsung panik, seketika di otak mereka kosong saat di tanyakan hal yang Seungcheol berikan kelihatannya tak sulit itu.
“Soonyoung! Jawab ih! Soonyoung” Jihoon meronta-ronta meminta Soonyoung agar segera menjawabnya.
“Tiga” Detik ke dua terlewatkan dan kini waktu tersisa 2 menit untuk menjawab semua pertanyaannya.
“Soonyoung please bantu gue soonyoung please” Ucap Jihoon berbisik sambil berpegangan tangan dengan tangan Soonyoung yang kelihatannya sudah mengeluarkan keringat. Soonyoung pun panik dan berusaha tenang sekuat mungkin.
“Empat”
Tersisa satu hitungan lagi, Soonyoung mencoba mendapatkan pertanyaan sebelumnya di dalam pikirannya agar dapat menjawab semua pertanyaan Seungcheol. Jihoon sudah siap menahan malu sambil menundukan kepalanya. untunglah calon suaminya kakak tiri Jihoon menghentikan aksi Seungcheol dan menyuruhnya untuk kembali ke beberapa langkah kebelakang.
“Cheol, kamu terlalu keras sama calon adik ipar mu sendiri. Lagian kita bisa menunggu jawabannya nan—”
Kalimat Jeonghan, Suami Seungcheol terputus sesaat saat Soonyoung mencoba menjawab semua pertanyaannya satu persatu. Soonyoung menggenggam kembali tangan Jihoon, kemudian Soonyoung tersenyum kepada Jihoon sebagai isyarat bahwa ia harus percaya padanya.
“Tanggal lahir Jihoon memanglah moment terindah yang harus diingat dan harus dirayakan namun saya sampai detik ini belum tau tanggal lahir Jihoon berapa, karena kami baru menjalani hubungan lebih jauh baru-baru ini jadi saya tidak di beri tahu oleh Jihoon dengan sengaja agar saya menerkanya sendiri. Untuk pertanyaan berapa nomor sepatu, makanan favorit dan non favorit Jihoon bukan lah ranah saya untuk mengetahuinya sekarang sebagai seorang pasangan karena saya ingatkan lagi kalau kami masih baru menjalani hubungan untuk mengerti lebih jauh satu sama lain maka akan ada momen pula disaat saya akan mengetahui hal tersebut secara tak langsung. Dan untuk tanggal jadian kami tidak pernah melakukan hal tersebut dan lagian tanggal tersebut juga tidak menjanjikan akan menjadi tanda agar memiliki satu sama lain seutuhnya, jadi begitulah secara naluriah kami resmi berpacaran tanpa adanya ritual siapa yang menyatakan cinta lebih dulu.”
“Wow, lo pikir lo keren ngomong kaya gitu iya?”
“Sayang udah ih!”
“Soonyoung, ayo turun!”
Jihoon menarik tangan Soonyoung agar turun kembali ke meja tamu segera sebelum keributan yang di buat Seungcheol pada acara pentingnya hari ini. Namun aksi itu gagal saat Seungcheol manarik baju Soonyoung hingga ia terjatuh.
“Soonyoung!!!”
“Seungcheol udah cukup! Kamu ga malu sama tamu?” Tegur orang tuanya.
“Ah biarin dia harus di kasih pelajaran! Gimana mau bisa jadi menantu orang rumah ini kalau mulutnya sok iya banget berlagak sombong kaya gini! Harus di beri pelajaran beneran HIYAAA!!”
buak!!”
“SEUNGCHEOL!!”
“JIHOON!!!”
saat hendak membantu Soonyoung berdiri, sasaran kepalan bukuan tangan Seungcheol yang kuat mengenai adik tirinya sendiri tanpa sengaja.
Jihoon hanya bisa terdiam, seperti tak percaya apa yang baru saja kakaknya lakukan pada dirinya. Semua yang berada di pelaminan melerai Seungcheol, suara riuh perlahan berdatangan, live band seketika berhenti dan membuat suara riuh itu menjadi suara teriakan.
Soonyoung menuntun Jihoon perlahan sambil memegang kuat kedua pundak Jihoon menuju meja paling belakang agar bisa dengan mudah keluar dari aula.
Menawarkannya segelas air putih kepada Jihoon dan membantunya memegang gelas saat Jihoon meneguknya dengan perlahan. Mengusap punggung tangan Jihoon yang pucat karena kejadian barusan sangat jauh dar ekspetasinya sendiri. Soonyoung merasa khawatir dan segera membawa Jihoon kedalam mobil untuk menenangkan Jihoon terlebih dahulu.
Saat berada di dalam mobil, kondisi Jihoon melemah, suhu badannya tiba-tiba naik, tempat dimana Seungcheol tak sengaja memukulnya tiba-tiba menjadi lebam dan dapat dilihat dengan mata terbuka. Soonyoung kemudian memanggil supir untuk membawa Jihoon pulang kerumahnya.
Sesampainya di rumah hunian pribadi milik Jihoon, Soonyoung membaringkan Jihoon di tempat tidurnya, menaruh kompres di dahinya, memberi paracetamol yang sudah di hancurkan menjadi serbuk puyer agar Jihoon dengan mudah menelannya, kemudian melonggarkan pakaian Jihoon agar tidak merasa sesak, dan mengompres pipi Jihoon dengan batu es yang di balut kain tipis pada tempat Seungcheol melayangkan tinjunya pada Jihoon tadi.
Rintihan sakit dari Jihoon terus-menerus terdengar di telinga Soonyoung saat ia mencoba mengompres pipinya dengan reflek Soonyoung membelai lembut pipi Jihoon agar meringankan rasa sakitnya secara perlahan. Menunggu Jihoon terlelap tidur kembali karena obat pereda sakit dan panas yang baru saja Soonyoung berikan kepada Jihoon, ia sampai lupa mengurus dirinya sendiri karena terlalu sibuk menjaga Jihoon sampai fajar telah tenggelam semenjak kejadian tadi.
Hingga mentari mulai menyapa kembali, mata Jihoon langsung tertuju pada ujung kasurnya dan melihat seorang pria tampan yang memakai setelan yang sama pemberian darinya sedang tidur terlelap melipat tangannya lelah. Jihoon bangkit dari tidurnya kemudian mengusap pelan surai hitam Soonyoung sambil mengatakan:
“Biggest thanks soonyoung, lo udah tolongin gue kemarin dari ular licik itu.”