byeolcyro

Alternatif Universe SoonHoon Archives

[A-ru-ni-ka / di / Na-tu-na] (Fajar pagi di Natuna)


» Tags; Fantasy, Melodrama, Romance. CW and TW; Mention of blindness due to accidents, death, Blood, 18+ scene, Trauma recovery, Get lost, and Family Issue. Note: ⏪ flashback on & ⏩ flashback off Cast; Lee Jihoon, Kwon Soonyoung, Kim Mingyu.

***

Credit |Parade Karsa by @CARATS_Festival


Prolog

Suamiku pernah berkata bahwa; “kampung halamanku biasa disebut tanah surga, kenapa demikian? Karena Natuna adalah harta karun tuhan yang tersembunyi.”

Semenjak itu, Natuna ingin sekali ku kunjungi sebagai tempat bulan madu pertama kami setelah menikah —beberapa bulan yang lalu.

Mungkin karena menariknya cerita suamiku yang terus-menerus membandingkan keindahan alam di sana dengan yang ada Jakarta Atau bisa jadi karena cerita legenda yang sering masyarakat sekitar sebut Hulu Bala dan si Penyembuh —dengan sekali jentikan jarinya berwujud Manusia Harimau, Gala Natuna.

Namun pupus sudah harapanku untuk menuju Natuna. Kemalangan menimpa kudua minggu yang lalu saat kami dalam perjalanan menuju bandara —hingga tempat berbulan madu kami menjadi tempat rehabilitasi pasca kecelakaan. Mau tidak mau, aku mengunjungi Natuna sendiri tanpa orang terkasih.

Apakah dengan hadirnya aku di Natuna bisa mengobati rindu ku pada seseorang yang membuatku berniat berkunjung kemari?


Diriku.

“Dengan berat hati, saya ingin mengatakan hal penting sebagaimana saya adalah seorang dokter yang menangani Tuan Jihoon selama berada dirumah sakit ini. Bahwasanya saat ini anda mengalami kebutaan total akibat benturan keras yang didapatkan saat kecelakaan dua pekan yang lalu. Saya juga turut berbelasungkawa atas kepergian suami anda karena kejadian tersebut.

— untuk menimbang keadaan Tuan Jihoon selanjutnya setelah keberhasilan pasca operasi pada pigmen kornea mata. Saya juga telah meminta pihak keluarga untuk memberikan jeda waktu masa pemulihannya agar dapat menenangkan diri ke tempat impian yang sudah direncanakan oleh anda sebelumnya.

—Sekiranya saya dapat bantu, ada baiknya Tuan menyetujui saran saya ini dengan menandatangani surat rawat jalan yang sudah disediakan di depan anda.”

Hari ini, tepat satu minggu setelah menyetujui surat rawat jalan yang ditandatangani dengan cap ibu jari ku sendiri. Akhirnya aku berangkat dari bandara Soetta menuju bandara transit Hang Nadim dengan jarak tempuh satu jam empat puluh menit.

Menjalani rawat jalan yang dipantau langsung oleh sahabat suami ku yang juga kebetulan sekampung halaman dengannya. Ia juga bekerja di rumah sakit tempat dimana aku dirawat sebelumnya setelah kecelakaan dua minggu yang lalu.

Sebelum berangkat untuk transit lagi ke tempat tujuan penyembuhan, —aku diminta untuk beristirahat sebentar terlebih dahulu di rumah saudara mendiang suamiku yang ada di Batam. Tepatnya di pelabuhan yang entah dimana spesifiknya tidak tahu. karena saat ini aku didiagnosa mengalami kebutaan total.

Hanya warna hitam yang aku tahu saat ini sedang mendominasi pandanganku. Kondisi dan situasi di sekitar hanya dapat diklaim dari indera pendengar, peraba dan penciuman ku saja. Selebihnya akan ku serahkan kepada Kim Mingyu, kolega dekat mendiang suamiku.

Sesampainya di kediaman keluarga dari suamiku, —semua yang ada disana langsung menyambut ku dengan isak tangis yang dapat ku dengar dengan jelas. Entah karena kasihan dengan kondisiku saat ini atau kepergian dari salah satu anggota dari keluarga mereka yang mempertaruhkan nyawanya untuk tubuh ringkih tak berguna ini.

Ikut menangis? Tentu saja bukan inginku saat ini. Bahkan bisa dibilang aku sudah lupa caranya menangis semenjak dua minggu sebelum kecelakaan itu terjadi.

Bukan berarti juga aku tak merasakan duka yang sama dan ikut berkabung saat tahu suamiku meninggal. Tetapi aku sudah sangat terpuruk untuk merelakan kepergian suamiku yang pergi meninggalkan ku terlebih dahulu.

Setelah dikerumuni sanak saudara dari mendiang suamiku yang berada disini, aku langsung dibawa Mingyu untuk istirahat di kamar lama suamiku saat ia masih bujang.

Sembari menunggu jam keberangkatan lima jam lagi, —aku hanya bisa berbaring tanpa mengeluarkan suara sedikitpun sedari menapakan kaki di rumah ini.

Memilih berbaring tanpa terlelap adalah keputusan yang baik untuk ku saat ini. Sambil mengingat wajah suamiku saat terakhir kali dirinya yang penuh bersimbah darah dan luka di bagian wajahnya. Apalagi sedari tadi semua orang terus-menerus memberikan tekanan dengan pertanyaan yang terjadi dua minggu yang lalu.

Untungnya Mingyu langsung sigap untuk menegur mereka agar tidak menggangguku dengan pertanyaan penuh penasaran mereka itu sampai aku benar-benar dinyatakan sembuh total.

“Hei! Jangan nanya hal begituan lagi ke Jihoon bisa ga sih?! Tolong pikirkan perasaannya juga dong! Kalian ga tau apa kalau itu bisa berdampak trauma padanya? Udah deh, mending pada ngumpul di ruang tengah sana! Jangan ganggu Jihoon hanya karena pengen memuaskan rasa penasaran kalian doang!!”

“Masa cuman nanya gitu doang ga boleh sih Gyu?! Ampun dah pelit banget!” ucap gadis tanggung yang menangkal teguran Mingyu.

“Pelit?! Oh gitu?! Norak banget nanya begituan!! Sana gih! Tanya sama tembok sana biar ga penasaran lagi!!” Kegaduhan yang dibuat Mingyu barusan itu tidak sama sekali menggangguku saat ini, —karena aku memang pembelaan seperti itu yang ku inginkan saat ini.

Tak punya banyak tenaga lagi hanya untuk menjawab pertanyaan mereka yang tidak paham akan perasaan seseorang tengah berkabung. Sudah tiga jam terhitung kami menunggu keberangkatan selanjutnya di rumah mendiang suamiku.

Sampai saat ini aku belum ada nafsu untuk makan sedikitpun, karena sudah terlalu nyaman berada di dalam selimut yang masihberaroma khas tubuhnya yang membekas disini.

Kembali dengan bantuan Mingyu, — ia menyuruh ibu mertuaku untuk menyuapiku pada jam makan siang. Sangat hangat perlakuan beliau padaku, hingga membuat ku tersadar bahwa aku telah merepotkan beliau dengan kondisiku yang memprihatinkan saat ini. tapi entah kenapa aku sangat senang diperlakukan seperti ini layaknya perlakuan ibuku mengurusku di kala aku masih kecil yang terus sakit-sakitan karena penyakit Leukimia.

Di sela aku sedang dibantu untuk meneguk segelas air, dielus puncak kepala ku oleh beliau yang saat ini tengah menyalurkan rasa prihatinnya kepada ku. Aku mendengar isak tangis beliau yang tak bisa dibendung hingga mencoba menyembunyikannya pada ku saat ini.

Getar suara beliau saat tanganku mencoba menggenggam tangan lembutnya hingga beliau akhirnya tak kuasa menahan tangis dan melepaskannya dipundakku.

“B-buu…..” lirih suara serak ku tak lepas memanggil beliau. Tak bisa melakukan apapun selain meraba tubuhnya untuk ku usap punggung letih beliau.

“Sayang~ ma-maafkan ibu ya nak~ ya ampun nak maafkan ibu!~ maafkan ibu tidak bisa menggantikan sosok ibu mu yang telah disusul ke surga oleh suamimu nak! maafkan ibu juga tak bisa berada disampingmu selama ini, padahal kamu sudah kesusahan dengan hilangnya penglihatan mu~”

Tumpah sudah air mata seorang ibu yang telah kehilangan anak semata wayangnya, menyalahkan diri sendiri karena tak berkunjung untuk menemui menantunya yang buta ini.

Bahkan ia mengatakan bahwa ia gagal menggantikan sosok ibu untukku —yang sudah lama ditinggal setahun sebelum suamiku melamarku. Hanya bisa menguatkan beliau dengan dekapan hangat dari tubuh kecil ini, dalam dekapan itu ku rapalkan doa semoga yang mendahului kami berdua bisa berbahagia dan tenang mendapatkan sisi terbaik dari tempat pulang kepada sang pencipta.

Satu jam setelah isak tangis ibu mertuaku pecah, Mingyu akhirnya memanggilku di kamar sambil memakaikan baju hangat serta topi untuk menutupi kepalaku, Dari pendengaranku di luar mungkin sedang turun hujan yang berlangsung sebentar.

Semoga hujannya mereda hingga kami bisa melanjutkan perjalanan kami berangkat ke bandara. Sebelum benar-benar pergi dan setelah berpamitan ibu dan ayah mertuaku mengecup dahi sambil menempelkan sesuatu di belakang daun telingaku.

Merasa ada sesuatu yang janggal saat tanganku yang hendak menggapai sesuatu yang tak —dapat kulihat barusan ditahan oleh ibu mertuaku dengan pelan. Katanya; “Ini jimat dari remahan beras yang dikunyah, jangan diambil! itu akan hilang dengan sendirinya saat kamu bertemu dengan dia, Jimat ini juga akan menjagamu dengan aman kelak saat sampai di Natuna.”

Tak mengerti apa yang dimaksud oleh beliau, aku hanya bisa mengangguk dan mentaati perintahnya. Jadi ku biarkanlah pemberian beliau berada disana. Aku pun akhirnya benar-benar pergi meninggalkan rumah masa kecil suamiku sambil melambaikan tangan entah betul ke arah mereka atau bukan, Yang penting niatku berpamitan tersampaikan.

. . .

Kembali menempuh jarak dengan kurun waktu satu jam empat puluh menit dari Hang Nadim ke bandara Raden Sadjad menuju Pulau Natuna. Kata Mingyu, Natuna adalah tempat penyembuhan terbaik yang direkomendasikan langsung sama —dokter yang menangani ku selama dirumah sakit setelah kecelakaan. Entah semenakjubkan apa tempat ini sampai Mingyu tidak bisa berkata-kata dengan mulutnya. Penasaran?

Jelas dan pasti. Bahkan aku sudah muak dengan warna hitam yang dominan ini. Seturunnya kami dari pesawat yang baru saja kami naiki barusan, Mingyu bergumam sambil menuntunku dengan perlahan menuruni tangga dari kabin pesawat menuju lapangan landing.

Sapuan angin serta rintik hujan mengenai wajahku siang itu yang ku tahu dari Mingyu.

“Ji! —Jihoon~ Wahhhh~ hahahaha keren banget ga tuh! turun dari pesawat langsung disambut hujan sama ujung pelangi besar banget di depan kita Ji hahahahaha. Andai aja kamu bisa lihat keindahan ini ji.”

“Iri.” Hanya satu kata itu yang kusebut kepada Mingyu dan langsung bersedekap sambil mengeratkan genggaman tanganku di lengan Mingyu. Karena satu kata spontan yang langsung mematahkan tawa Mingyu tersebut dalam sekejap, — aku sangat merasa bersalah sudah mengganggu kebahagiaan kecil orang lain dan menyalahkan kemalangan diri sendiri untuk mengaburkan kesenangan orang lain. diam kembali, —hanya itu yang bisa ku lakukan saat ini daripada mengulang kesalahan yang lain lagi.

Sekeluarnya dari bandara, —Mingyu akhirnya membawaku keluar bandara untuk mencari taksi agar kita berdua bisa naiki menuju penginapan. Mengingat langit berwarna Jingga yang dihiasi pelangi dari pembiasan cahaya matahari sore itu yang aku ketahui sesuai dengan deskripsi Mingyu.

Tapi Mingyu bilang taksi disini sudah mulai berhenti bekerja di waktu sekarang ini. Jam sudah menunjukan pukul enam sore dimana para pekerja dianjurkan untuk menyempatkan diri hanya sekedar rehat, makan dan beribadah sejenak. Kegiatan itu akan beroperasi kembali di satu jam kemudian. Sebab hal itu sudah budaya dan kebiasan penduduk disini.

Terlepas dari hal barusan, —Mingyu memintaku untuk menunggu di tempat ku berpijak saat ini bersama dengan barang bawaan. Dan tak lupa juga Mingyu memintaku untuk memakai instisblind dan kacamata hitam sebagai identitas sementara, sembari menunggu Mingyu mencari tumpangan untuk kami terlebih dahulu. Kira-kira sudah 30 menit berlalu semenjak Mingyu pergi meninggalkan ku sendirian disini.

Sampai suara gemuruh dan rintik hujan kembali masuk ke telinga ku dengan jelas. Bau khas dari Petrichor yang menyengat membuat indra penciuman ku mulai terganggu. Dinginnya angin yang menyapu kulit seakan memberi tahu bahwa hari semakin gelap dan mulai larut.

Masih menunggu —suara Mingyu pun juga belum terdengar ditelingaku. Separuh celana bagian bawah yang kukenakan mulai basah karena percikan rintik air hujan yang jatuh ke tanah yang sepertinya beberapa senti dari tempatku berdiri.

Ku rasa hujan semakin lebat lewat hantaman rintik yang kian lama semakinberat, aku pun mencoba menggapai barang bawaan yang Mingyu titipkan di sampingku dengan niat untuk mencari tempat berteduh yang lebih nyaman. Mungkin karena lantai yang basah dan licin, tongkat Instisblind ku meleset dan langkahku mulai acak hingga hampir terhuyung.

Sepersekian detik aku mulai pasrah karena aku tahu setelah ini aku akan terjatuh ditempat dan terhempas ke lantai. Tapi aku merasa aneh, —karena suara riuh hujan tak terdengar ditelingaku, terpaan angin juga tak mengenai tubuhku dan juga badanku seakan melayang.

Tiba-tiba aku merasakan hangatnya tubuh seseorang yang familiar sedang menggendongku dalam rengkuhan pelukan hangat tubuhnya.

“Tu— tung-tunggu…” Ini.. Bukan manusia? Kenapa tubuhnya berbulu halus, bau matahari, dan rumput kering?

“S-siapaa?” tanyaku.

“Jihoon, kamu gapapa?” Suara ini, —Suara yang dulu sering Singgah di telingaku dan getaran degup jantung nan kencang yang kini ku rasakan, aku langsung mengenali siapa dia.

“Permisi, aku boleh nanya dulu ga?” tanyaku karena penasaran.

“Tentu boleh, tanyakan apa aja”

“kamu, —Soonyoung? Kwon Soonyoung? Suamiku?” Tanyaku kembali sambil meraba-raba bagian wajahnya untuk memastikan apakah ia memang Soonyoung, Suamiku yang sudah tiada sebulan yang lalu.

Saat tangan dinginku sibuk meraba, tak lama tanganku digenggam, diciumnya punggung tanganku, —kemudian ia menaruhnya di pipinya. Lalu ia menjawab; “Benar, Itu namaku. Ini aku Jihoon. Kwon Soonyoung, Suamimu.”

Membulat bibirku tak berhenti mulutku merapalkan kalimat puji syukur sembari memeluk tubuhnya sangat erat. Entah kenapa pula aku merasakan air mataku seakan terjun bebas keluar dari mata yang cacat ini di ceruk lehernya untuk sekedar melepaskan rasa rindu.

Hangat tubuhnya tersalurkan di tubuh yang ringkih ini guna menyalurkan kehangatan di tengah dinginnya suhu saat ini. Tuhan, jika ini hanya mimpi atau karunia lain yang mustahil untuk bertemu kembali dengan suamiku, walaupun caranya sedikit tak masuk akal aku sangat, sangat, sangat berterima kasih padamu sudah mempertemukanku kepada seseorang yang amat terkasih untuk kedua kalinya.

Walaupun mustahil untuk ku terima dan kini aku mulai merasakan surganya Natuna seperti apa setelah mendengar nyaringnya jentikan jari seseorang beberapa detik yang lalu.

. . .

Dirinya

//click!

Setelah mendengar jentikan jari seseorang barusan, diriku seketika mengantuk dan tertidur dalam pelukannya. Nyaring suara antah berantah yang masuk ke telinga membuatku semakin nyaman hingga mulai mengatur nafas beraturan dengan sendirinya.

Bau petrichor tadi mulai samar hingga yang ku cium hanya bau hidangan menggugah selera tepat didepanku dan tak lupa bau khas matahari dari seseorang yang mengaku bahwa ia adalah suamiku yang sepertinya sedang duduk tepat di sampingku saat ini.

//krukkk~~

“Hahaha hayoloh bunyi perut siapa barusan?”

“Ehh? I-ini dimana?! Ini dimana? Tadi aku masih di bandara! Sekarang aku dimana? Aku dimana!!” Panikku

“Jihoon kamu kenapa??” Tanyanya khawatir.

Suara gemuruh perutku dan juga suaranya barusan membuatku yang sebelumnya menutup mata kini membuatku membukakan mataku secara kejut.

Tertegun? Sudah pasti, kaget? Apalagi. Karena saat ini aku tak menyangka bahwa penglihatanku yang beberapa minggu kemarin dinyatakan buta total bisa melihat secara tiba-tiba dan semua yang ada di sekitarku saat ini dapat ditangkap dengan jelas oleh penglihatan ku.

“Ji, kamu… —gapapa kan?” tanyanya sambil menggenggam tanganku.

Netraku langsung mengarah ke sumber suara dan aku pun kembali terkejut hingga tak sadar telah menepis tangannya.

“Eh?! Soon— nggak! Ini gak beneran kan?” Tanyaku sekali lagi untuk meyakinkan diri bahwa ini semua hanyalah fiktif belaka.

“Jihoon, lihat aku!” ucapnya kembali sambil menangkup wajahku dengan cemas untuk ia bawa mendekat kearah wajahnya.

Semakin dalam ia membawaku mendekat padanya hingga kini nafas kami saling mengenai kulit masing-masing. Aku pun mau tak mau menutup mataku kembali dengan erat dan meyakinkan diri bahwa ini semua tak nyata.

Aku bersumpah bahwa aku mengatakan hal tersebut karena aku benar-benar rindu pada suamiku, Tapi juga bukan begini maksud ku.

Tak lama aku merasakan kecupan di dahi ku yang cukup lama. Setelah itu aku juga merasakan pertemuan kedua belah bibir kami yang hangat satu sama lain. Hanya sekedar bertemu, tak bermain lidah disana.

Aku tahu ia melakukan ini untuk meyakinkan bahwa ini semuanya nyata. Namun aku masih percaya bahwa semua yang kembali kepada tuhan tak bisa dikembalikan lagi.

“Jihoon Sayang~ lihat ke sini! Lihat aku!

Tatap mataku!” Pintanya.

“Nggak! Nggak mau! Ini semuanya ga nyata kan? Iya kan? Aku buta! Dan aku ga bisa lihat apa yang ada di sekelilingku!”

“Jihoon! Tenang! Yang kamu katakan itu benar, tapi buktinya kamu bisa melihat lagi sekarang kan?” Ucapnya sambil menunjukan cincin pernikahan kami.

Sontak terkejut, —aku pun menjejerkan cincinnya di samping cincin milik ku untuk membandingkan kesamaannya. Dan benar saja cincin itu benar cincin pernikahan kami.

“Tapi aku buta Soonyoung! Aku buta!! Setelah kecelakaan yang kita alami aku buta total dan kamu itu sebenarnya udah meninggal! Kenapa sekarang kamu ada disini? Kenapa? Dan cincin ini?! Kenapa bisa?? Kenapa bisa persis mirip milik Soonyoung? Kenapaa? Hiks~” Panjang pertanyaan yang ku lontar membuatnya membisu sejenak.

Membiarkanku ruang untuk menumpahkan seluruh rasa sakitku dengan cara, —tanpa menjawab pertanyaanku, Setelahnya, —ia malah memeluk tubuhku dengan erat. Ia membiarkanku menumpahkan rasa sakit yang sesak di hati dalam pelukan ini.

Ia juga membiarkanku menangis sejadi-jadinya agar aku bisa menyalahkannya dengan puas atas kecelakaan yang terjadi pada kami berdua satu bulan yang lalu.

Ia tak berkutik dan hanya terus menghujaniku dengan kecupan sayang hingga elusan tangannya yang lembut di punggung perlahan membuatku tenang.

Merasa baikan aku kembali mencoba membuka mataku namun memang jelas , —buktinya sekarang indera penglihatan ku benar-benar kembali normal.

Aku bisa melihat dengan detail di sekelilingku. Aku juga bisa melihat dengan jelas seseorang mirip suamiku, kini sedang tersenyum hangat sambil menghapus air mataku dengan pemandangan langit senja yang indah di belakangnya.

Angin yang bertiup merayu dedaunan pohon kelapa untuk menari sore ini ditemani dengan kicauan burung camar yang hendak pulang menuju sarangnya juga bisa kulihat dengan jelas. Belaian lembut angin sore yang masuk lewat jendela mengenai anak rambutnya.

Sentuhan kulitku pada kulitnya menandakan kami sangat-sangat dekat jaraknya saat ini hingga aku bisa melihat anak rambutnya menari karena sapuan angin yang sama dengan daun kelapa yang kulihat tadi. Senyumnya masih tak memudar sedikit pun, ia bahkan dengan senang hati memberikan ku wsktu untuk menerima kenyataan yang terjadi saat ini. Karena sifatnya ini membuat bendungan air mata di pelupuk ingin jatuh kembali. Tak kuasa menahan rasa rindu yang penuh di dalam hati, aku pun mencoba menerima keadaan dengan perlahan sambil memainkan anak —rambutnya, bahwa pria yang saat ini di hadapanku ini sangat mirip dengan mendiang suamiku benar nyata adanya.


Semua orang berkumpul dalam satu tempat untuk menghadiri acara perpisahan dan merayakan kesuksesan mereka dalam project nan kurang cukup berjalan dengan sesuai ekspetasi. Duduh mengelilingi meja yang telah berisikan hidangan yang disajikan disana sambil menonton film dokumenter yang ditangkap langsung oleh Wonwoo sebagai tim dokumentasi. Menayangkan beberapa kegiatan mereka selama beberapa hari tersebut secara besama-sama sambil berbincang mengenang moment mereka selama beberapa hari di desa tersebut.

Wonwoo yang baru saja menyelesaikan beberapa editan beberapa dari video yang ia tangkap itu langsung duduk disamping jeonghan sambil memberi kilas tanda sebagai misi mereka hampir selesai. Tak ada yang mengetahuinya dan sibuk dengan urusan masing-masing.

Jihoon yang sedari tadi merasa tak enak badan mulai ingin meninggalkan tempat mereka berkumpul kala itu, namun berhasil ditahan oleh Seungkwan yang mencoba menenangkannya dengan inhaler aroma terapi miliknya. Melihat Jihoon yang sudah tak berdaya menopang tubuh pada Seungkwan, Soonyoung memberi kesempatan kepada Jihoon untuk beristirahat lebih dikamarnya —namun ia menolak karena menyegani teman-temannya yang masih menginginkannya untuk tetap di satu meja ini.

Semuanya telah menyelesaikan santapan mereka dan satu-persatu diantaranya mulai tertarik untuk menonton tayangan dokumenter tersebut. Gelak tawa pecah saat adegan jinjin dan hanbin terjatuh mengembala kerbau yang liar hingga tersasar ke posko tim medis, kemudian sorakan riuh nan meriah menyambut tayangan Soonyoung bak hero di posko tim media yang mencoba menenangkan kerbau tersebut dengan mudah.

Lalu sedih melanda suasana hati mereka ketika melihat tayangan mereka mencoba memadamkan api semalam dan dilanjut pagi tadi membantu membersihkan puing reruntuhan dan harta benda dilokasi kebakaran semalam. Dilanjut dengan healing mandi disungai bersama hingga mereka memutar ulang reka adegan tadi sore oleh jinjin dan juga jun di samping meja mereka bak berpantonim.

Saat semua mata tertuju kepada jinjin dan jun, rekaman selanjutnya membuat mata mereka terfokus kembali ke white board proyektor. Suara desahan yang keluar dari sound system perlahan dipelankan oleh mingyu yang berada disampingnya. Tegak bulu kuduk minghao dan chan saat melihat adegan tak senonoh yang di bintangi 2 sahabat mereka tersebut.

“S-seok....” Ucap Jisoo sambil menepuk pundak Seokmin untuk melihat kearah proyektor.

Dua yang dari yang terpanpang wajahnya didalam adegan tersebut terkejut. Dengan wajah kepanikan Seokmin mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, Jisoo yang perlahan mulai meninggalkan sahabatnya itu tertahan langkahnya oleh Soonyoung.

“Apa-apaan sih?! Lepasin!”

“Mau kemana?!”

Sementara Jihoon yang masih memiliki hubungan dan kepercayaan setianya kepada cinta pertamanya perlahan mulai pupus dan berubah menjadi benci. Ia menatap lamat wajah Seokmin penuh amarah dengan menahan bendungan air matanya diujung pelupuk, beberapa kali Seokmin meminta ia untuk memberinya kesempatan untuk menjelaskan namun tidak digubris.

“Ji, Jihoon dengerin aku. Kasih aku kesempatan buat jelasin ke kamu yah? Dengarin aku itu bukan aki Jihoon!!! bukan akuu!!!”

Dengan Sigap Jeonghan membawa Jihoon yang sudah mulai pucat lunglai kedalam kamar setelah memberi penegasan kepada Seokmin untuk tidak mengganggu Jihoon saat ini; “enyah dari Jihoon sekarang atau lo bakalan gue jatuhin habis-habisan.”

Anggota yang tertinggal memandang Seokmin penuh hina, seakan tubuhnya kotor hingga raut wajah mereka seperti hendak meninggalkannya. Jun yang sedari lama kenal Seokmin mulai menjatuhkan harapan bahwa ia bukan sahabatnya lagi. Perlahan semua orang menjauhinya dan meninggalkan tempat itu satu persatu, kecuali Wonwoo yang juga sempat ditahan oleh Soonyoung yang meminta kejelasan.

Ketiga darinya kini telah duduk dihadapan Soonyoung. Jisoo, Seokmin dan Wonwoo bersedikap untuk memulai pembicaraan terlebih dahulu karena sudah kelewat terintimidasi dari Soonyoung yang sudah menyilangkan tangannya rapat didepan dada. Berat hempasan nafasnya saat ingin memulai pembicaraan, dan akhirnya ia memulai mengintrogasi Seokmin dan Jisoo terlebih dahulu.

“Hhhhhh~ so, beneran di video tadi kalian berdua?”

Seokmin mengangguk sementara Jisoo hanya diam balik menentang Soonyoung dengan tatapan tajamnya.

“Okey, gue ngga masalah sih itu Jisoo atau bukan tapi yang gue permasalahkan itu lo Seok. Kok lo tega dan jahat banget sama Jihoon?”

Dengan cepat Seokmin menjawab “karena dia sok suci, sampai gue najis pengen pegang dia lagi. Tapi cinta gue sama dia tuh nyata!”

“Heh anjing! Yang ada Jihoon yang ngomong begitu sama lo! Ngotak ngga lo ngomong begitu?! Bego banget! Najisan Jihoon liat lo yang kemana-mana cuman bawa kontol doang!” Amarah Wonwoo tak terkontrol hingga akhirnya ia melepaskannya secara terang-terangan di hadapan Soonyoung dan Jisoo.

“Udah tenang dulu! Wonwoo lo bisa diem dulu? Gue lagi pengen ngomong sama ni orang.”

Wonwoo hanya begidik memutar matanya pelik sambil menyilangkan kaki dan tangannya didada. Soonyoung pun mengabaikan Wonwoo dan kembali berfokus kepada Jisoo selanjutnya.

“Dan lo, mau lo apa?” Tanya Soonyoung singkat sambil menunjuk Jisoo.

“Mau gue? Gue mau lo hancur. Simple bukan?”

//PLAK!

“WHAT THE FUCK! JANCOK!!! LO ANJING! SARAP LO YE?! HARAM GUE TEMENAN AMAU LO JISOO! INGATIN KE ABANG SEPUPU LO YANG SETAN ITU JANGAN BAWA LO KE JURANG YANG SAMA!!! ANJING PERSETAN SAMA LO BUSUK KEK SAMPAH!!!”

“Gyu! Gyu!! Sini Bantu leraiin! Bawa wonwoo masuk dulu tenangin dia!!”

Wonwoo yang mendengar jawaban Jisoo barusan berdiri dari duduknya kemudian menampar Jisoo dengan kuat hingga Mingyu yang tadinya ingin mengambil galon membawa kekasihnya jauh dari mereka bertiga. Kondisi kembali kondisif dan interogasi masih berlanjut. Soonyoung menegaskan kalimatnya kepada Jisoo dengan penuh penekanan.

“Hei! Pengen balas dendam jangan pake masalah pribadi orang lain. Egois lo sama egois sepupu lo itu beda. Lo mau ngancurin gue silahkan tapi jangan bawa-bawa temen gue!”

“Masalahnya apa sama lo? Lo ngga ada berhak ngontrol gue. Ingat ya soonyoung, lo bakalan tau penderitaan sepupu gue dengan ngerasain hal yang sama namun yang melaluinya temen-temen lo sendiri. Ingat! 16 dari mereka udah kena 5 sekarang sama gue. Btw gws, semoga lo sukses buat bantu penderitaan yang gue perbuat ke teman-teman lo.” Ucap Jisoo sebelum melenggang berlalu pergi ke kamar hendak mengemas barangnya untuk pulang ke jakarta malam ini juga.

Kini meninggalkan Soonyoung dan Seokmin. Kecanggungan diantara mereka sangat melekat hingga Soonyoung mengacak rambutnya kasar.

“Seok, mau lo apa sekarang?”

“Gue pengen Jihoon nikah sama gue dan lo jangan harap bisa milikin Jihoon. Lo pikir selama ini gue ngga liat apa kebusukan lo dibelakang gue?”

“Seok, lo juga ngga boleh egois. Masa lo selingkuh Jihoonnya ngga boleh?”

“Hei!!! Lo nantangin gue?! Gue bilang jangan sentuh Jihoon makanya jangan!!” Ucap Seokmin sambil menarik kerah baju Soonyoung. Ia tak membalas dan membiarkan Seokmin mengeluarkan amarahnya yang tak berguna itu.

“Hei, gue bukan nantangin lo. Tapi lo nantangin diri lo sendiri. Minimal lo ngaca, apakah lo pantas buat Jihoon. Please yah! Jihoon terlalu baik buat lo yang udah kotor ini Seokmin.” Tegas Soonyoung sambil membersihkan debu di pundak Seokmin.

“Sialann!!!” //BBBUAKK!

Sekali layangan tinju kuat Seokmin mengenai wajah Soonyoung, yang ditinju bukannya melawan namun ia berseringai menandakan bahwa ia menang.

“Hahaha, kenapa? Beneran baru sadar sekarang?”

“Heh! Ingat yah! Lo itu ngga bisa ngerebut Jihoon dari gue. Yang bisa ngerebut Jihoon itu cuman gue. Gue punya kuasa, karena gue sama Jihoon itu udah di jodohin. Lo jangan ngarep bakalan dapatin Jihoon dari Seokmin yang kotor ini.”

Soonyoung membelalak matanya tak percaya, Jihoon dijodohkan dengan Seokmin rasanya benar-benar memecahkan harapannya. Seokmin berseringai sambil tertawa jahat memukul Soonyoung sekali lagi hingga dilerai oleh beberapa masyarakat yang baru saja berkerumun hendak menemui mereka bersama beberapa petugas kepolisian.

“Hei!! Heii! Berhenti!! Tolong bawa pemuda yang bernama hanbin itu keluar!”

“Shit! Kali ini apa lagi?” Rutuk Soonyoung dalam hati.

———

Sesuai arahan pria yang kerap disebut dengan sebutan Guen itu —semua anggota tongkrongannya hadir dalam undangan mendesak malam ini. Dengan raut wajah nan keheranan mereka berkumpul disuatu ruangan privasi yang sudah dibooking oleh Soonyoung kepada pemilik cafe tersebut.

Kini dimeja bundar ini —sebelum ia benar-benar menjelaskan tentang apa yang ia rencanakan selama ini kepada sahabatnya, mengatur nafas panjang terlebih dahulu. Sekejap ia dapat melihat sorotan penuh api dari salah satu sahabatnya, Doyoung —yang membuat Soonyoung mendapat tekanan besar saat ia ingin berbicara. Untunglah Jaehwan membuka pembicaraan mereka malam itu.

“Jadi... Apa yang pengen lo sampein sebelum kita ke Jogja?”

Pundaknya ditepuk pelan oleh Hanbin guna menyalurkan keberanian terhadap dirinya. Soonyoung meremat kepalan jari-jarinya dan memulai pembicaraan serius ini dengan menyebut kata maaf.

“Sebelumnya gue, Kwon Soonyoung. Sahabat sekaligus mantan ketua tongkrongan ngabers ini, meminta maaf atas apa yang sudah gue perbuat 4 tahun yang lalu.”

Semua orang keheranan dengan permohonan maaf yang terlalu tiba-tiba ini. Semua mata saling beradu tatap bergantian secara acak karena tidak paham dengan motif yang soonyoung sampaikan barusan. Merasa tidk kuat untuk menahan rasa penasarannya, Doyoung melemparkan pertanyaannya yang serupa didalam ruang obrolan pribadi mereka berdua.

“Johnny suh. Kenapa dia dipenjara? Kenapa kita semua kecuali lo ngga tau akan keberadaannya bahkan kita hampir lupa Johnny suh tuh siapa Guen!!” Kentara suara Doyoung menggelegar hingga melampiaskan kemarahannya dengan berdiri sambil memukul meja bundar tersebut.

Semua orang terperanjat dengan perubahan emosi Doyoung. Jun mencoba menariknya untuk kembali duduk untuk menenangkan diri, sementata Daniel mencoba menyambung kalimat Doyoung dengan tanda tanya besar di wajahnya.

“Maaf nih gue nyela dan minta lo —Guen.” Ucap Daniel sambil menunjuk ke arah Soonyoung, kemudian melanjutkan kalimatnya. “Coba jelasin ada apa dengan situasi saat ini? Gue juga setuju sama Doyoung, kenapa kita lupa? Apa yang udah lo lakuin dibelakang kita semua sampai berdampak kesemua kenalan lo?”

Soonyoung memejamkan matanya sebentar sambil memijit pangkal hidungnya. Kemudian menarik nafas sedalam mungkin, lalu mengeluarkannya dengn berat.

“Huuftttt... Okey. Gue klarifikasi bahwa gue benar-benar udah bikin kalian lupa sama kejadian 4 tahun yang lalu dengan cara liburan ke raja empat dengan linimasa 4 minggu disana. Gue mencoba buat kalian lupa akan kejadian yang terjadi dimalam sebelum kita berangkat kesana dengan cara distraksi.

—kalian ingat ga? Waktu itu kalian semua udah di bandara sedangkan gue telat dan datang dengan penuh lebam dimuka ke bandara? Ya, benar. Gue habis berantem sama Johnny dan masukin dia ke sel tahanan.”

“Ahh! Gue ingat!!! Waktu itu juga Johnny udah ngundurin diri kan dari tongkrongan kita” Ucap Jun.

“Iya bener, dia udah jauh ngundurin diri sebelum keberangkatan mendadak kita malam itu. Gue harap kalian ngga lupa sama kejadian di kontrakan gue, tepat di ulang tahun gue waktu itu.”

Wonwoo membulatkan matanya seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia temukan di dalam sebuah handycamnya yang sedari tadi ia otak-atik saat semua orang sedang serius mendengarkan Soonyoung. Dengan cepat ia memutar rekaman tersebut sambil menutup mulutnya tak percaya dengan rekaman yang diambil dengan tanggal yang sama dengan yang soonyoung sebut barusan.

“G-guys... K-kitaa.... Pernah makai na-nar-narkoba di kontrakan Soonyoung waktu itu. K-karena dia.... Hueekkk!!!”

Setelah tergagap-gagap mengungkap kalimatnya, Wonwoo berlari terbirit menuju kamar kecil untuk mengeluarkan isi perutnya setelah ke trigger dengan barang haram tersebut. Semua orang yang berada disana merasakan sensasi yang serupa namun berbeda tiapnya.

Seperti; Soonyoung dan Daniel yang terkena serangan panik dengan tiba-tiba, Jun, Doyoung dan Jaehwan yang merasakan alergi gatal yang teramat pada tubuh mereka. Lalu Wonwoo dan Jinjin yang merasakan sensai mual yang luar biasa —setelah melihat rekaman yang berisikan adegan mereka pesta narkoba 4 tahun yang lalu di kontrakan Soonyoung dengan selipan adegan ritual yang mengerikan dipandu oleh Salah satu mantan sahabat tongkrongan mereka, Johnny suh.

Dengan suara yang bergetar, Soonyoung mencoba berbicara sekuat mungkin agar sahabat-sahabatnya kembali tenang dan normal seperti biasa. Ia mengambil handycam milik Wonwoo diatas meja untuk menghentikan suara mengerikan dari rekaman tersebut agar situasi di ruangan ini kembali kondusif.

Setelah rekaman itu dihentikan mendadak semua orang mengatur nafas mereka dengan rakus. Naik turun dada mereka hingga kesakitan tak ingin lagi mendengar rekaman terkutuk itu kembali. Soonyoung dalam diam teringat akan satu hal dan menyadari semuanya. Ia kembali memgumpulkan sahabatnya untuk duduk kembali dan memberitahukan apa yang terjadi 4 tahun yang lalu sampai detik ini.

“Guys!! Guys!! Calm down! Gue tau semuanya. Gue tau rencana mereka. Gue baru sadar sekarang. Ternyata Joshua sama Johnny itu sepupuan. Joshua alias Jisoo, dia mantan gue. Dia juga pernah ngelakuin rapalan di video tadi ke gue sama Seokmin malam waktu kita lagi ngerjain kerkom. Gue rasa Seokmin selingkuh sama dia karena terpaksa dan hasil buah dari ritual kayak tadi.

—dan yang Johnny lakuin ke kita malam itu juga tujuannya sama. Biar kita semua tunduk sama dia!”

“Kalau ini hal mistis kenapa harus bawa narkoba?” Tanya Jinjin polos kemudian di jawab oleh Wonwoo yang baru saja kembali dari kamar kecil.

“Ya biar kita ngga sadar lah goblok! Lo pikir apa lagi selain dia butuh itu buat taklukin kita semua? Gue yang waktu itu ngga makai aja pas ngerekam dengar suara rapalan dia yang kek manggil 1000 mayat itu oleng, apalagi dibawah pengaruh narkoba.”

“Kalau kata gue, kita lupa bukan karena Guen ngedistrak kita ke raja ampat. Tapi, Johnny yang buat kita lupa sama kejadian waktu itu.” Tegas Daniel setelah menangkap detail konspirasi mereka.

Teringat akan satu hal yang belum ia jelaskan, Soonyoung mulai kembali berbicara dan menjelaskan apa yang terjadi sebelum mereka pergi untuk berlibur selama 4 minggu itu.

“Oh ya, sebenarnya yang terjadi malam itu. Gue tiba-tiba disergap sama polisi ke kontraian gue. Semua rumah gue digeledah, dan gue awalnya mengambil langkah untuk melarikan diri sendiri. Tapi gue mikir lagi, biar gue ngga ketahuan kabur makanya gue ajak kalian buat liburan bareng malam itu juga. Dan untuk saat itu gur bener-bener minta maaf.

—Untungnya polisi bawa tim forensik yang bisa langsung nangkap tersangka dengan sidik jari. Untungnya lagi sidik jari kita semua ngga ada di barang haram itu. Karena pelakunya jelas Johnny makanya gue bantuin polis buat nunjukin lokasinya malam itu.

—gue diutus sama polisi itu buat jadi umpan Johnny keluar, tapi hasilnya ngga sesuai harapan hingga kita berdua baku hantam. Karena perkelahian kita itu udah ngga wajar lagi makanya Polisi langsung tembak kakinya biar ngga ngelawan lebih lagi.

— dan malam itu juga dia masuk sel. Dan ditahan sampai sekarang. Makanya Sekarang Joshua hong alias Jisoo, Mantan pacar gue. Menlanjutkan pekerjaan si bodoh itu untuk taklukin kita semua. Termasuk anak-anak project gue guys.”

Semua orang berekspresi tak percaya karena sudah dikhianati oleh sahabat satu tongkrongannya sendiri. Bukan dengan cara yang tak wajar, hingga menautkan hal mistis untuk menguasai geng mereka yang dulunya terkenal dengan tongkrongan elit.

Tentu saja, posisi ketua pemegang tongkrongan ini yang Si Johnny suh raih untuk popularitasnya. Tingkat rasa ingin berkuasa meng-egoiskan dirinya sendiri hingga mengorbankan para sahabat seperjuangannya.

Bangga telah menjadi dendam kusumat, semuanya bersatu malam ini untuk merubah semua rencana jahat Johnny yang dilanjutkan oleh Jisoo. saling merangkul untuk saling melindungi, itu lah motto dari tongkrongan ini.

“Persahabatan yang hebat dan kuat itu adalah saling melindungi satu sama lain, janji?” Ucap Soonyoung kemudian digubris bersama dengan sorakan lantang mereka “JANJIII!!!!”

“LAAKIIKKKKKK!!! UHUUHHHHAGSGSH”

Semua orang tertawa akan tingkah kocak Hanbin ditengah keseriusan mereka. Saling berpelukan untuk saling berjuang, dengan keberanian untuk melawan kerasnya hari esok mereka semua bubar dengan langkah yang kuat keluar dari ruangan tersebut.

Soonyoung yang terakhir keluar dari ruangan itu hanya bisa terkekeh lucu melihat tingkah absurd para sahabatnya didepan sana. Kemudian disusul Wonwoo disampingnya sambil berbisik sesuatu yang membuatnya teringat akan Cinta pertamanya, Jihoon.

“lakuin tugas lo yang bener, lindungin Jihoon dari Seokmin yang sekarang udah mulai gerak.”


Soonyoung yang baru saja masuk kedalam apartemen Jihoon langsung berjalan menuju ruang tengah dimana sang kekasih sedang meminum coke zero sambil menonton film rekomendasinya beberapa menit yang lalu.

“Sayaaanggg~~~”

Sesampainya ia di pinggir sofa, Soonyoung langsung melompat dan jungkir balik di atasnya hingga sampai mengenai Jihoon. Si empu apartemen itu langsung mengamuk dengan memukul bokong sintal Soonyoung agar tidak melakukan aksi sapaan berlebihannya itu.

//plaak!

“Addoihhh! Sakit tauk!” teriak Soonyoung sambil mengelus bokongnya yang perih.

Hanya dengan gestur jarinya Soonyoung langsung duduk manis disamping Jihoon. Dengan gestur lambaian tangan Jihoon seperti menyuruhnya unuk mendekat, Soonyoung langsung merebahkan dirinya dan menopang kepala pada paha Jihoon. jari jemari yang sibuk menyuapi mulut dengan beberapa snack sambil menonton film pun membuat mereka lupa tujuan awal pertemuan ini.

Diselang waktu film masih berjalan tanpa adanya pembicaraan diantara mereka, Soonyoung tertidur pulas di paha Jihoon karena sapuan tangan Jihoon yang terus menerus memainkan surai hitamnya selama mereka berdua fokus menonton. Jihoon mencoba tertawa dalam diam agar suaranya tak membangunkan kekasihnya.

Mengambil selimut diujung senderan sofa untuk menyelimuti tubuh Soonyoung, lalu diikuti dengan menurunkan dinginnya suhu ruangan agar kekasihnya bisa tertidur dengan pulas. Baru sebentar hendak menutup mata agar menyusul Soonyoung didalam bunga mimpinya, Suara berat sang kekasih dari bawah sana membuat ia kembali bertemu tatap dengan yang menopang kepala dipahanya itu.

“Jangan tidur dulu.” Ucapnya, kemudian disambung dengan kalimatnya; “gue beneran ada yang mau diomongin sama lo Lee Jihoon.”

Jihoon menghela nafasnya kemudian membiarkan Soonyoung mengatakan apa yang ingin ia katakan saat ini.

“Ya udah, coba ngomong yang jelas biar gue ngerti lo mau nya apa di ultah lo ke 26 tahun ini.”

Soonyoung mendudukan posisinya kemudian duduk berhadapan dengan Jihoon, mencubit pipi si manis sambil menampakan senyum merkah teramat gembiranya itu. Cubitan dipipi gembil Jihoon ditepis oleh si empu setelah mengaduh kesakitan, Jihoon pun memukuli lengan Soonyoung agar ia cepat langsung ke intinya.

“Sakit anying! Cepetan elah keburu malam! Gue masih ada meeting pagi besok.”

//plaak!!

“Aihh!! adihdihh! sakitt!! Iyaya bawel bentar gue lagi gemesin lo, malah dihalangin.”

“cepetan gue bilang! Abis itu kita tidur didalem.”

Setelah mendengar kalimat ajakan secara tak langsung nan spontan tersebut, Soonyoung menjadi bersemangat untuk mengatakan prihalnya saat ini. Dengan wajah yang serius mematap lawan bicaranya dengan intens, Soonyoung menarik nafasnya agar rileks sebelum bener-benar merasa plong untuk berbicara. Karena masalah ini benar-benar serius untuk dibicarakan malam ini.

“Huuffttt~~ okey. Jihoon, makasih udah jadi yang terbaik bu—”

“PFFTTTTT BWAHAHAHAHAHA NGAKAK ANYING!!! HHAHAHAHA”

Tawa Jihoon pecah karena tak bisa menahannya lagi didetik kelima setelah Soonyoung benar-benar mantap untuk mengatakan inti percakapan malam ini. Namun kekasihnya itu membuat moodnya untuk berbicara turun kembali. Soonyoung merajuk dan berputar duduk membelakangi Jihoon yang masih tertawa keras dibelakang sana. Sekiranya telah menyelesaikan gelak tawanya hingga mengeluarkan air mata, Jihoon kembali membujuk Soonyoung yang sedang duduk bersila, menyilangkan tangannya sambil mengerucutkan bibirnya hingga maju kedepan.

Bagi Jihoon baru kali ini ia melihat si dominan dalam hubungan mereka bertingkah segemas ini hingga membuatnya tersenyum lebar. Terus menarik hingga ia menyerah, Jihoon pun memindahkan posisi duduknya kini menjadi duduk dipangkuan Soonyoung sedekat mungkin, hingga bisa dilihat jarak dekat mereka sangat intim saat ini.

“Sayang hahahaha, maap maap. Jangan ngambek dong! Lucu banget kaya bebek tau!” Ucap Jihoon yang kini sudah mencuri kecupan di bibir Soonyoung sambil mengalungkan tangannya diperbatangan leher Soonyoung.

Sang kekasih masih kekal dengan murungnya, Jihoon pun mengeluarkan berbagai jurus seperti mencium pipi soonyoung namun sambil tertawa, menggelitiki pinggang Sang kekasih hingga tangannya ditepis dan akhirnya antusiasi yang harus ia keluarkan agar pacarnya itu luluh adalah dengan sikap lemah lembutnya sebagai submisif dalam hubungan mereka.

Menatap Soonyoung dengan tatapan sayang, mengelus pipi gembilnya pelan hingga memberi kecupan kecil disana. Kemudian berbisik kecil: “soonyoung-ah, selamat ulang tahun sayang. I love you” sebelum memeluk sang dominan dengan erat.

Soonyoung mengibarkan bendera putih sebagai tanda kekalahannya melawan rasa cintanya kepada sang kekasih, dengan cekatan ia pun membalas kekasih bertubuh mungil dipangkuannya tersebut dengan erat sambil membalas ucapannya tadi.

“I love you so much more every universe, Lee Jihoon.”

Jihoon pun mengangguk setelah melepaskan pelukan mereka sebentar sebelum melanjuti ke tahap tautan ciuman yang hangat berlangsung lama itu terjadi. Menyesap, mengabsen setiap rongga hingga menukar saliva satu sama lain dalam hasrat cinta yang begitu besar, mereka berdua berhenti sejenak hanya untuk menghirup nafas segar dengan nafsu sebelum tawa mereka kembali mengisi seisi ruangan apartemen Jihoon.

“Hahahaha kita tuh lucu banget yah, Ji. Bisa-bisanya begini kek ada aja tingkahnya.”

“Karena justru begini kita tuh jadi langgeng nyong. Makanya lo harus bersyukur jadi pacar gue.”

“Lo juga anjir! Harus pokoknya harus! Lo harus bangga punya pacar kaya gue ji.”

“Ya ampun sayang, kapan gue ngga bangga sama lo. Demi tuhan, lo selalu gue banggakan disetiap kalangan gue nyong.”

“Beneran sumpah? Demi apa Ji segitunya?”

“Dihh ngga percayaan banget sama orang. Beneran soonyoung. Gue bangga jadi punya lo.”

“Gue sayang sama lo Jihoon, sayang banget.”

Mereka kembali berpelukan dan saling mempertemukan bibir satu sama lain kembali dengan durasi yang sangat sebentar. Kemudian Jihoon pun mengambil sesuatu di balik ujung sofa yang belum Soonyoung jelajahi sebelumnya. Dan menyerahkan totebag kepada Soonyoung untuk ia buka.

“Sok atuh, dibuka hadiahnya.”

Dan benar saja, isinya adalah sepatu yang diinginkannya kepada Jihoon beberapa jam yang lalu. Pelukan hangat nan penuh semangat gembira yang membara membuat Soonyoung girang tak berkepalang. Ia terus mengguncang tubuh kecil Jihoon dalam pelukannya hingga sang kekasih memintanya untuk berhenti. Soonyoung yang mengeluarkan air matanya yang sudah tak berbendung diujung pelupuk matanya berterimakasihlah kenapa sang kekasih dengan tulus.

“Ma-mam-mmm-makasih Jihoonieeeuhu ueueueueeeee~”

“Iyaa sayang, sama-sama.”

Ucap Jihoon membawanya Kepelukannya setelah menghapus air mata bahagia pacarnya itu sambil tersenyum. Mengecup puncak kepala Soonyoung sebelum mereka kembali pada pembicaraan awal.

“Yaudah, sekarang lo lagi! Tadi katanya mau ngomong.”

Soonyoung mengangguk dan menaruh totebag bungkusan hadiah pemberian Jihoon diatas meja. Kemudian merogoh kantong celana trainingnya untuk mengeluarkan kotak kecil berwarna biru berdasar beludru ditangannya. Jihoon dengan sigap menutup mulutnya tak percaya, belum sudah Soonyoung menyampaikan pesannya —mata Jihoon berbinar karena air matanya membendung dipelupuk matanya.

Soonyoung sambil terkekeh ringan mengecup kedua mata Jihoon agar menjatuhkan air matanya itu. Kemudian mengelus puncak kepala Jihoon hingga telapak tangannya berhenti tepat pada bagian ubun-ubun kepala Jihoon. Bak sedang melangsungkan sebuah Sumpah, Soonyoung perlahan membuka kotak kecil yang bawa ia tadi.

Nampak jelas binar kilauan emas putih dipermata sepasang cincin didalam sana, Soonyoung langsung mencetuskan beberapa kalimatnya untuk menjelaskan tentang kedua cincin tersebut hadir diantara merekan dan perayaan hari jadinya itu.

“Gue Kwon Soonyoung, meminta lo unuk menjadi calon suami gue sebagai kado ulang tahun terbaik dalam seumur hidup gue. Lee Jihoon, siap ngga lo menua bersama gue? Gue bersumpah demi tuhan meminang lo sebagai suami masa depan gue agar turut hadi didalam suka dukanya hidup gue. Lo bagaikan bagian terindah dalam sebuah film Ji, lebih dari epic scene di film kung fu hustle tadi, suerr! So, gimana? Lo terima gue apa ngga?”

Jihoon masih terkekeh karena guyonan yang terselip didalam kalimatnya barusan sambil menyembunyikan wajahnya di dada Soonyoung. Menarii nafas sebentar sebelum ia bersiap menjawab dan menerima permintaan Soonyoung barusan, Jihoon pun mengambil salah satu cincin didalam kotak yang seukuran jari manis Soonyoung, kemudian ia sematkan cincin tersebut sambil menjawab:

“yes, i do soon, and happy anniversary buat kita dan happy birthday to you soon. Makasih udah memilih gue sebagai bagian dari tulang rusuk lo kelak. Serta mulia, untuk lo dan gue seterusnya. Aamiin...”

“Aamiinn..., love you so much Jihoon.”

“Love you too so mucchhhh~”

Mereka kembali bercumbu setelah Soonyoung menyematkan cincin berlapis mas putih dengan permata lima carat didalamnya. Cumbuan berlangsung lama hingga atmosfir ruangan menjadi panas membawa mereka untuk segera memasuki kamar.


sesampainya dikamar, bukannya ngeweng malah ngobrol sambil cuddle.

— — —

“Kok bisa ya kita ketemu? Kek kocak gaming ngga sih?”

“lo ngga bersyukur apa? Gue bisa aja batalin permintaan lo nih nyong! Jan aneh-aneh lo!”

“Hahahahaha santay elah nyet, gue cuman mau tau aja, kenapa rencana tuhan seindah ini buat gue. Sampai ngasih gue kado sempurna di umur yang udah matang untuk berumah tangga sama lo gituuu~”

“Entah lah ya, rencana tuhan emang lebih indah daripada rencana kita sendiri. Gue juga sulit percaya kalau gue bentar lagi jadi laki lo soon. Baek-baek lo ya sama gue.”

“Iya dong harus! Kalaau ngga gue ntar makan apa?”

“Ohhh~ jadi lo nikah sama gue cuman mau harta gue doang njing?”

“Hahahaha ampun beb ampun, ya bukan lah! Gila aja gue gila harta, ingat yah gue masih bisa nyari duit sendiri.”

“Iya dah, sukses selalu buat sanggar dancenya”

“makasih sayang!”

“Dahlah tidur sekrang, besok gue ada meeting pagi.”

“Peluk dong yang!”

“Gerah anying! Jauh-jauh lo!”

“Turunin suhu ac nya apa susah!”

“Tidur ngga lo!”

“Iyaya ini tidur, met malam.”

“Selamat ulang tahun.”

“Dah lewat!”

“Iya maap, love you sayang.”

“Hmmm...”

“Apaan dah tuh suara dah kek kerbau aja hahahaha —akh! Aduhh!”

“Tidur!”


“Ji~ Jihoon. Bangun dulu bentar.”

“Eemmm??”

“Nih makan dulu rotinya, kata Jeonghan lo belum makan dari siang yah?”

Jihoon terbangun saat Soonyoung menepuk pundaknya pelan untuk sekedar menawarkannya sepotonh roti untuk perutnya yang kosong. Jihoon hanya menatap pemberian Soonyoung yang belum beralih padanya, ia malah menatap Soonyoung yang masih setia menunggunya menerima tawaran sebungkus roti miliknya tersebut.

Alih-alih memakan roti, ia kembali tidur dipundak Soonyoung. Si empu terkejut pundaknya ditempati kembali, terlihat Jihoon menutup matanya kembali untuk masuk kedalam mimpi, Soonyoung membawa Jihoon untuk duduk berhadapan dengannya.

Mengelus puncak kepala Jihoon sambil menyuapinya sepotong roti berukuran kecil untuk masuk ke dalam mulutnya. Jihoon menggeleng dan melemparkan wajahnya kembali menuju kedepan namun gagal karena Soonyoung dengan cepat mengembalikannya kembali menghadap pada dirinya. Soonyoung menghela nafas sebentar sebelum menasehati Jihoon betapa pentingnya kudapan saat ini dikala ia memiliki maag karena belum terisinya perut sedari pagi.

“Ji, gue minta tolong banget sama lo buat makan secuil potong roti ini aja buat pengganjal perut lo yang kosong itu ya? Please gue mohon banget, gue ngga mau lo sakit pas kita nugas disini.”

Jihoon kembali menerima keadaan dan tersadarkan tujuannya ikut dengan Soonyoung kali ini. Jihoon pun mengusap wajahnya gusar kemudian mengambil sebungkus roti dan air mineral tersebut dari tangan Soonyoung. Melahapnya dengan tergesa-gesa hingga ia tersedak dan batuk, untungnya ditolong oleh Soonyoung yang bersedia mengelus punggungnya.

“Pelan-pelan makannya, gue masih ada kok rotinya lagi di tas.”

“Uhukkk! Uhuukk!! Maafin gue ya guen. Maaf banget, sama sifat kekanak-kanakan gue ini yang ngerepotin lo. Maaf udah buat lo khawatir sampe mohon begini biar gue bisa makan. Buat kedepannya tolong jagain gue dan tegur gue kalau gue buat salah ya soon, gue mohon kali ini sama lo.”

Soonyoung membulatkan matanya ketika mendengar panggilan “soon” Terucap dari bibir Jihoon kembali, sontak merkah langsung senyum diwajahnya. Tak ragu pula ia mencuri cubitan kecil di pipi Jihoon karena gemasnya Jihoon saat ini dimata Soonyoung bak anak kecil yang memintanya untuk mengantarkannya kepada orangtuanya yang hilang. Soonyoung mengangguk untuk mengiyakan permintaan Jihoon dan kembali duduk seperti awal sambil bercengkrama sampai mereka sampai di stasiun pemberhentian akhir.

“Pasti Jihoon, gue udah janji sama bokap lo. Jadi serahin semuanya sama gue yah!”

“Makasih soon. Btw rotinya enak! Ini dari bandung ya?”

“Bukan, dari indoapril itu”

“Ehhh??”

“Hahhahaahahahahaha, kalau masih mau ntar pas sampe dijogja gue beliin lagi.”

“Gue cuman basa-basi doang guen ihh!”

“Jangan guen lagi dong, kan udah manggil soon tadi.”

“Kalau lo rese gue manggilnya guen bukan soon!”

“Dih pilih kasih banget, kek gue ada dua aja.”

“Emang!!”

“Btw ji, lo badmoodnya kenapa?”

“Kepo!”

“Hahahaha lucu tau ga sih kalau lagi bad mood?! Kek bebek, bibirnya maju terus gemes”

“Sembarangan ajaa!!!” //bbuak!

“Hahahahahaha aduh sakit!”


Ranum hangat hawa sore itu membuat Jihoon yang sedang sibuk mengurus perleengkapan untuk acara meeting di rumahnya lupa akan kebersihan terhadap dirinya. Cuaca terik sore itu tanpa sengaja membuat dirinya penuh dengan keringat. bukan ia saja, ada chan, guen dan juga Jeonghan yang belum kunjung mempersiapkan diri untuk acara yang akan dimulai 30 menit lagi. Timbul sebuah ide dari Jihoon saat mengantarkan makanan ke meja yaang ia siapkan di area outdoor belakang rumahnya yang berdampingan dengan kolam renang seluas tiga kali tujuh meter itu. Dengan semangat Jihoon menyeru pada seluruh sahabat yang membantunya agar turun mandi bersamaan dengannya.

“Guys! Udahan yuk sini mandi bareng, sambilan nungguin yang lain dateng.”

Jeonghan yang baru saja keluar dari pintu masuk antara dapur dan aula outdoor belakang rumah Jihoon langsung bergegas menaruh beberapa potongan semangka di piring besar yang baru saja ia bawa, kemudian menyusul Jihoon masuk ke kolam berenang. Jihoon terkekeh tawa saat cipratan air mengenai wajahnya, membuat Chan ikut tertarik mencoba kolam yang airnya bening di rumah Jihoon tersebut. Mereka bertiga bersenda gurau sambil membasahi badan mereka. Soonyoung yang hanya melihat dari kejauhan ikut tersenyum melihat betapa gembiranya mereka bersua dengan air, namun ia tak ikut serta karena ingin menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu. Jihoon yang melihat soonyoung yang masih susah kesana kemari didalam rumahnya sebentar untuk memastikan keberadaannya kini mulai lanjut bermain dengan Jeonghan dan chan di air.

“Ohh~ makanya makannya kita tuh di luar. Ternyata temanya summer kah? Hahaha” Gurau chan kepada Jihoon yang mengangguk kuat sambil tertawa kegirangan.

“Keren dah tema lo ji, berasa lagi main kerumah keluarga tau!”

“Bener han, mana ini rumah interiornya berasa kaya dream house banget. Serasa pengen menua disini gue, btw boleh ngga ji?”

“Hmm? Apaan?” Tanya Jihoon kepada lanturan Chan yang ia sendiri kebingungan dengan maksudnya.

Tak lama tubuh chan di dorong oleh Soonyoung dari belakang karena guyonan yang tak masuk akalnya tersebut sambil tertawa. Jeonghan yang hanya melihat ikut menertawai chan yang didorong oleh soonyoung.

“Jangan didenger ichan kalau ngomong suka ngelantur ji hahaha”

Jihoon yang kebingungan hanya diam dan menatap Soonyoung sambil menunjuk dirinya. Soonyoung hanya menggeleng pelan sambil memperlihatkan senyum teduhnya. Dalam pelan Jihoon menyadari bahwa Soonyoung sebentar lagi akan masuk ke kolam berenang karena Chan tengah bersiap menceburkannya ke dalam air sebentar lagi. Namun ekspresi Jihoon mudah dibaca hingga sebelum Chan mendorongnya dengan cepat ia berdiri dan pindah posisi menjadi mendorongnya masuk kembali. Gelak tawa kembali pecah diarea belakang rumah Jihoon, hingga Jun, Minghao, Hansol dan Seungkwan yang baru saja tiba bisa mendengarnya dari ruang tengah rumah Jihoon.

“Widih~ asik bener, boleh join ga?” Ucap hansol yang mereka tau ia adalah seorang introvert di team mereka ternyata juga mudah berbaur.

“Ikutan juga dong!!!” Seru seungkwan yang kini juga tengah bersiap membuka bajunya.

Dan keduanya pun masuk kedalam kolam bermain dengan ketiga sahabanya yang sudah masuk terlebih dahulu. Soonyoung yang masih kering berjalan menuju minghao dan jun untuk menunjukan mereka ruangan untuk menyimpan barang mereka di kamar tamu yang sudah disediakan oleh Jihoon.

Lambat laun jan menunjukan Jam setengah enam. Mingyu, Wonwoo dan Seungcheol akhirnya tiba langsung mengatur duduk dimeja makan. Jeonghan yang melihat kedatangan Seungcheol langsung mengalihkan pandang saat pemuda itu melambaikan tangan kepadanya yang sedang basah-basahan dikolam tersebut. Semua orang meradarkan pandangan pada keduanya dan bersorak sorai merayu Jeonghan yang tersipu malu saat ini. Geram dibuatnya Jeonghan mencipratkan beberapa air kolam ke semua orang yang merayunya.

“APAAAN SIH! NIH NIH!! BASAH DAH LO PADA!!”

Semakin naik hari semakin kencang gelak tawa seantero rumah, Jihoon yang merasakan kehangatan suasana ini pun turut senang hingga ia lupa bagaimana caranya berhenti tersenyum saat ini. Sudah sangat lama ia dambakan situasi seperti ini, dan baru kali ini ia rasakan keramaian menghiasi rumahnya. Ditengag girangnya tiba-tiba Jihoon tersentak merasakan nyeri dipergelangan kakinya mulai membuatnya kesakitan hingga ia mengaduh sakit. Soonyoung yang awalnya sedang memasang proyektor bergegas menolong Jeonghan dan chan yang mencoba mengangkat Jihoon naik kepinggir kolam.

Sorak sorai rayuan yang sama seperti Jeonghan sebelumnya kembali meramaikan area tersebut karena perlakuan heroik Soonyoung yang mengangkat Jihoon masuk ke kamar untuk membantu Jihoon yang sedang kesakitan. Disaat situasi riuh barusan ada Seokmin bersama Jisoo yang baru saja masuk melihat pemandangan yang membuat hatinya teriris melihat sang pacar dalam kukungan sahabatnya. Jisoo yang menyadari muka masam Seokmin pun langsung menarik lengannya untuk segera bergabung dengan yang lain di ruang belakang. Sayangnya Seokmin lebih memilih menyusul Jihoon dan Soonyoung dikamar Jihoon.

“Lo kesana aja duluan, gue mau lihat pacar gue.”

Jisoo yang ditolak memutarkan manik matanya kesal, ia masuk dengan keseorangan diri untuk bergabung duduk disamping Mingyu. Namun Mingyu dengan cepat menukar posisi duduknya dari samping kiri menuju ke samping kanan Wonwoo. Jisoo yang merasa dirinya diasingkan sekelompok orang ini hanya bisa menyungging senyumnya sambil merutuki mereka didalam hati.

———

“Pelan-pelan yah~”

Pinta Jihoon saat soonyoung hendak memijat pergelangan kaki Jihoon yang sakit namun tubuhnya terhempas saat Seokmin menjauhkan Soonyoung menyentuh Jihoon.

“Kamu nggapapa? Kamu kenapa kakinya?”

Soonyoung yang awalnya terjatuh kini mulai bangkit dan izin keluar kepada Jihoon bertujuan agar tidak mengganggu mereka berdua, namun tangan soonyoung ditahan oleh Jihoon.

“Ngga usah keluar, disini aja. Bantuin gue, gue mohon guen. Dan seokmin, gue minta lo keluar! Gue mau ganti baju.”

“Hah?? Gimana? Kan gue pacar lo kenapa gue yang diusir keluar?”

“Emang kalau lo pacar gue kenapa? Haruskah gue minta bantuan pacar untuk ganti pakaian gue padahal statusnya masih pacar dan bukan siapa-siapa?”

Soonyoung hanya bisa diam melihat pergelangan tangannya yang masih ditahan oleh Jihoon. Sempat kaget melihat Jihoon berani melawan Seokmin, setahunya Jihoon lah yang sering mengalah hingga akhirnya Soonyoung menyadari situasinya sekarang, Bahwa Jihoon tidak memerlukan dirinya tetapi dirinya lah yang membutuhkan Jihoon. Belum juga beranjak Jihoon akhrinya memaksakan diri untuk berdiri menjauhkan Seokmin dari pandangannya, sempat hendak terjatuh untungnya langsung ditangkap oleh Soonyoung. Hingga akhirnya Soonyoung lah yang meminta Seokmin untuk keluar secara baik-baik atas permintaan Jihoon.

“Maaf gue nyela diantara kalian, sebaiknya lo ngalah dulu dari Jihoon, seok. Acara kita bentar lagi dimulai, kasian Jihoon belum ganti baju ntar dianya bisa sakit.”

Seokmin pun keluar dengan berat hati setelah ia menantang mata Soonyoung dengan penuh amarah. Mengabaikan hal yang seokmin lakukan kepadanya, Soonyoung pun langsung membantu Jihoon duduk kembali dipinggiran kasur dan menyelesaikan pijatannya pada pergelangan kaki Jihoon. Setelahnya Soonyoung bingung hendak membantu Jihoon mengganti baju dengan cara apa. Jihoon yang mengalihkan pandangannya kearah handphone untuk menghubungi Jeonghan agar membantunya pun meminta Soonyoung agar turun terlebih dahulu.

“Makasih ya udah bantuin, cukup sampe disini aja bantuinnya. Buat ganti baju gue minta tolong Jeonghan aja, gue ngga berani kalau sama lo. Maaf ya, gue lancang minta lo buat stay disini.” Ucap Jihoon menunduk sambil menyembunyikan rona pipi diwajahnya.

Soonyoung pun tersenyum mendengar perkataan Jihoon barusan. Ia pun segera berdiri dan mengusap lembut rambut Jihoon yang basah sebelum ia turun ke bawah bergabung dengan yang lain.

“Jangan sakit ya Ji, gue ngga tega liat lo sakit perkara orang kaya seokmin. Kita harus kuat! Okey? Gue kebawah dulu. Ganti baju yang tebal jangan lupa pake minyak kayu putih biar ngga masuk angin. Bye!”

Mendengar kalimat tersebut setelah Soonyoung menutup pintu kamarnya, Jihoon berguling-guling diatas tempat tidur tanpa mengabaikan spray kasur dan selimutnya yang basah karena tubuhnya. Tak lama dirinya yang salah tingkah terkejut saat pintu kamarnya terbuka dan berteriak histeris setelah melihat Jeonghan yang berambut panjang menutupi wajahnya dipintu yang juga meneriakinya kembali.

“AAAKHHHHH HANTUUUU!!””

“AAAAANJEENNGGG MANAAAA!!”

sedangkan beberapa orang dibawah ikut tersentak terkejut mendengar suara teriakan barusan hingga mengejutkan Soonyoung yang sudah diujung anak tangga terakhir memutar badannya kembali untuk memeriksa Jihoon dan Jeonghan dikamar atas.

———

Jam tujuh menandakan bahwa mereka siap memulai meeting mereka, semua anggota sudah duduk dimeja makan yang telah disiapkan. Seperti biasa setelah pembukaan dari ketua pelaksana, pemateri maju kedepan untuk mengeluarkan ide dan gagasannya untuk kelancaran projek. Tentu saja diiringi dengan kritik dan saran serta opini tiap anggota. Sembari mendengarkan arahan mereka bebas ingin memakan hidangan yang sudah disediakan. Disaat pemateri sedang presentasi tentu saja ada anggota yang terbentuk menjadi 2 tim. Tim menyimak dan tidak menyimak. Tim tidak menyimak salah satunya adalah seungcheol dan mingyu yang sibuk menggoda pasangan masing-masing.

Mingyu yang sibuk menggoda wonwoo dengan menempelkan biji semangka dipipinya hingga membuat Wonwoo memukul lengan Mingyu dengan sendal rumahan yang ia kenakan. Sedangkan Seungcheol yang sibuk menggoda kaki Jeonghan yang hampir bersentuhan tanpa sengaja dengan kakinya, kemudian ia mengaduh sakit karena Jeonghan menginjak kakinya dengan kuat. Jihoon yang sedang melangsungkan presentasi berhenti ditengah karena kerusuhan yang terjadi, hingga membuat Soonyoung sebagai ketua pelaksana memijit kepalanya yang sakit karena ulah beberapa anggotanya yang nakal itu.

Jihoon pun akhirnya diarahkan untuk duduk kembali ke bangkunya dan presentasi kali ini dipimpin langsung oleh Soonyoung. Semua anggota saat bertukarnya pemateri langsung duduk rapi ditempatnya hingga membuat Jihoon kagum dibuatnya seberapa tunduk mereka kepada Soonyoung hingga presentasi selesai mereka masih pada tempatnya tanpa ada yang salah fokus. Jihoon bertepuk tangan sendirian saat Soonyoung menyelesaikan presentasinya dan kebingungan kenapa yang lainnya tidak memeriahkan tepuk tangannya. Hingga Jeonghan menyuruh Jihoon agar tetap diam.

“Shhht! Diem dulu!”

“kenapa?” Ucapnya sambil berbisik sama seperti Jeonghan lakukan sebelumnya. Ternyata pernyataan Jeonghan berhasil membuat Jihoon membulatkan matanya kaget karena Soonyoung saat ini dalam mode serius, hingga tatapannya dapat mengintimidasi semua anggota.

Jihoon meneguk salivanya dengan susah payah saat suara berat soonyoung mulai keluar menceramahi anggotanya. Hingga ia takut dan menundukan kepalanya juga seperti yang lainnya.

“Bisa ngga sih hargain orang yang lagi bicara didepan. Dia ngomongnya sama kalian lho?! Demi berkelangsungannya acara dia susah payah atur materi dari awal sampe akhir buat dipresentasikan tapi ngga ada gubris. Gue Terang-terangan aja deh, yang masih pengen join silahkan tinggal disini dan yang ngga minat silahkan leave project, gue ngga butuh banyak orang buat gue atur dari awal lagi.”

Semua orang mengedarkan netra mereka acak dan tak ada salah satu dari mereka yang berani menatap Soonyoung selain Jihoon yang mulai gemetar dibuatnya. Soonyoung yang menangkap sinyal tatapan dari Jihoon segera menghampirinya, kemudian berbicara pelan disamping Jihoon agar ia bisa melanjutkan presentasinya kembali.

“Maaf buat lo kaget, sok atuh lanjutin presentasinya biar gue duduk disini.” Ucapnya sambil memegang pundak Jihoon. Saat Jihoon berlalu beranjak kembali kedepan Seokmin mulai menatap sinis kearah Soonyoung yang baru saja mendominasi semua anggotanya, tanpa rasa takut Seokmin menentang Soonyoung yang perlahan mulai menunjukan kedekatannya dengan sang kekasih. Soonyoung yang menyadari tatapan menusuk itupun menatap mata seokmin kembali dengan santai namun seokmin tak berani menantangnya balik.

Kini meeting telah selesai, semua orang mulai membantu Jihoon membersihkan meja dan kembali beristirahat dengan urusan mereka masing-masing. Seokmin yang memperhatikan Jihoon, Soonyoung dan Seungcheol yang sedang berdiskusi dari ruang tengah pun dihampiri Jisoo disampingnya yang mulai menggoda Seokmin.

“Hai my bunny, what are you doing here?”

“Jisoo! Nanti ada yang liat gimana?”

“Ngga bakalan ada yang liat, cuman aku yang liat kamu like a the looser here!”

“Jaga mulut kamu ya! Mau ngapain lagi sekarang? Kamu mau kita kepergok Jihoon lagi kaya sebelumnya? Udah cukup sakitin dia, yang berurusan sama kamu tuh aku.”

Tampak ambis dari jawabannya Jisoo mulai tertarik kembali menggoda Seokmin, hingga akhirnya ajakannya pun kembali diterima oleh Seokmin tanpa mereka mengetahui ada kamera yang sudah mengambil jejak digital dari sikap ambigu mereka diam-diam.

———

Mendapat laporan bahwa dua anggotanya tak lagi didalam ruangan yang sama, Soonyoung kembali mengumpulkan semua anggotanya diruang tengah dan ikut ambil andil diskusinya bersama Jihoon dan Seungcheol sebelumnya. Setelah mengetahui bahwa Seokmin dan Jisoo tak ada didalam lingkaran ini, ia pun mencoba mengenyampingkan mereka berdua dan fokusnya kembali pada tujuan pertemuan ini.

“Jadi tadi gue sama jihoon seungcheol udah ngerencanain beberapa kebutuhan yang bakalan kita butuhin sewaktu kerja dilapangan minggu depan. Yang kita butuhin adalah pertama tambahan tenaga bantu team koordinat beberapa temen tongkrongan kita yang direkomendasikan oleh wonwoo. Anggotanya ada jinjin, daniel, hanbin, sama jaehwan.

Untuk tenaga kesehatan bisa dibantu sama temen PMI-nya Minghao sama hansol beberpa orang yang didalamnya ada dokter, bidan dan apoteker.

Dan jug dibilang keamanan kita dibantu sama temennya Seungcheol yang berprofesi dikemiliteran buat bantuin kesejahteraan dan keamanan kita dalam ngelaksanain project ini.

Dan terakhir yang paling penting adalah talangan dana yang udah disetujuin dari pertama kita mulai project ini. Yang mana satu anggota bersedia nyumbangin dana 5jt/orang. Dan dana tersebut akan dikumpulin sama bendahara kita, Jeonghan.

Sampai disini ada yang ingin ditanyakan? Kalau sekarang belum kepikiran bisa dibicarakan lewat grup chat, dan bagi yang tugas akhirnya ada yang belum dikumpulin mending kalian nyusul selesain sekarang, atau ada perihal kampus sebelum yudisium yang belum diselesain mohon diselesain karena gue ngga mau ada yang ngaganggu kelancaran acara kita nanti disana. Buat yang belum izin sama orang tua silahkan izin atau butuh surat dispensasi dari gue nanti biar dibantu sama wonwoo dibikinin.”

“Wen! Gue punya kendala.” Wonwoo sebagai sekretaris menyela karena tugas surat menyurat yang diserahkan kepadanya terdapat kendala didalamnya.

“Sok kasih tau ntar kita cari solusi sama-sama.”

“Masalah profosal kita yang belum disetujuin sama kades disana itu mau sampe kapan nungguinnya?”

“Kenapa belum di acc juga? Kan kita udah minta tolong sama temen gue yang langsung mewakili” Ucap jun

“Masalahnya itu, beliau ngga mau nerima dari Perwakilan. Karena dia kan ngga tau seluk beluk acara ini gimana. Ntar takutya salah kaprah dan sembarang menerima izin yang ada ya gitu... Lo semua sama tau lah ya, orang tua sekarang mudah kemakan hoaks jadi sekali udah kena getah mereka ngga mau ulangin kesalahan yang sama.”

“Betul tuh, kemaren gue pernah ngalamin pas kkn. Tau taunya didesa sebelah malah nerima orang yang ngaku-ngaku mahasiswa yang lagi kkn ternyata mereka nyeludupin narkoba so rombongan gue malah dipulangin. Mending kita utusin beberapa orang buat kesana sekalian survei tempat.” Ucap Mingyu menyela perkataan Wonwoo karena secara langsung pernah mengalami hal tersebut.

Soonyoung mencoba mempertimbangkan perkataan temannya barusan dan berusaha mengutuskan beberapa orang ternyata tak satu dari mereka yang mengajukan diri. Akhirnya voting acak dimulai dan hasilnya tetap kembali kepada Soonyoung dan Jihoon yang diutuskan untuk mengunjunginya kepala desa tersebut untuk mendapatkan izin.

Semuanya setuju dan berakhirlah pertemuan tersebut dengan kesepakatan bersama. Semuanya mulai bubar dari kediaman Jihoon hingga menyisakan dirinya dan Soonyoung di teras rumahnya. Soonyoung pulang terakhir karena sesuatu ada yang tertinggal dirumah Jihoon, yaitu jaket yang dipinjam chan dan tertinggal kemarin. Kini Soonyoung mengikat tali sepatunya dan memakai helm sebelum naik ke motornya. Tak lupa sebelum berpamitan dengan Jihoon sambil menyelingi beberapa percakapan tentang perihal mereka yang akan menuju Jogja beberapa hari kedepan.

“Pulang dulu ya, jangan lupa kabarin kapan papa lo pulang biar gue bisa minta izin buat bawa lo ke jogja.”

“iya siap soon, lo hati-hati ya pulangnya.”

“Makasih Ji, btw lo ngga ada urusan lagi ke kampus kan?”

“Ngga kok, gue cuman lagi sibuk ngurusin bahan buat daftar masuk buat jadi pengajar di salah satu kelas musik di sekitaran jaksel. Abis itu ngga ada lagi.”

“Yaudah, kalau ada kendala kasih tau gue. Biar gue yang bantuin.”

Jihoon mengangguk sambil tersenyum mengiyakan kalimat Soonyoung. Tak lupa pula soonyoung juga membalas senyum hangat Jihoon sebelum ia bersiap menghidupkan mesin motornya. Belum sempat Soonyoung memutar stang motornya hendak jalan, Jihoon menghentikan pergerakan Soonyoung sebentar.

“Soon! Bentar”

“Soon?”

Tidak menggubris melainkan mendekati Soonyoung, si empu tubuh terdiam dan kebingungan dengan sebutan yang baru saja Jihoon sematkan kepadanya sepeti awal mereka bertemu. Degup jantungnya kencang saat Jihoon berada dalam radius yang sangat dekat dengannya hingga ia bisa mencium harumnya aroma tubuh Jihoon karena minyak telon. Jihoon pun menjauhkan kembali tubuhnya kembali dan melambaikan tangannya sebagai ucapan berpamitan kepada soonyoung. Bukannya menarik gas motornya Soonyoung malah melemparkan tanya kepada Jihoon.

“Ad-ada apa? Ke-kenapa lo tadi??” Ucapnya gagap.

“Ohh~ kerah kemeja lo ngga kelipet dengan bener, jadi gue rapihin deh. Terus juga jok motor lo ada daun disana gue singkirin.”

“Bukan itu yang gue maksud”

“Terus apa?”

“Soon! Kenapa manggil soon lagi?”

“Ahh! Reflek itu, maaf ya hehe”

“Jangan minta maaf, udah gue bilang gue suka lo panggil gue soon. Jangan manggil guen lagi ya Ji, gue mau lo manggil gue pake soon aja.”

“Biar lo bisa ngingat datuk lo?”

“Bukan.”

“Terus?”

“Pengen diistimewakan aja sama lo.”

Mendengar ucapan barusan membuat Jihoon membuka mulutnya sedikit sambil mengipas wajahnya yang akan memerah beberapa detik lagi. Soonyoung yang terkekeh melihat betapa gemasnya Jihoon salah tingkah mencuri cubitan dipipi gembil Jihoon pelan. Si empu malah membulatkan matanya kembali karena terkejut oleh ulah Soonyoung. Soonyoung yang ikut terkejut menaikan alisnya sambil menggoda Jihoon dengan suara tawanya.

“Udahan ih! Kenapa jadi cengin gue sih? Sana pulang udah malam ini.”

Jihoon langsung menyembunyikan wajahnya dibelakang tubuh Soonyoung agar ia segera pergi dan tidak dapat melihat pipinya yang mulai memerah. Soonyoung kembali menarik Jihoon agar dapat saling bertatapan kembali sebelum ia benar-benar pergi.

“Hahahaha sini dulu deh, ngapain di belakang sana. Gue mau pamit yang bener ini!”

Jihoon yang menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tanganpun enggan melihat Soonyoung, hingga membuat Soonyoung menjauhkan tangannya dari sana. Soonyoung pun benar-benar berpamitan dengan Jihoon.

“Gue pamit yah, jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa bilang sama gue. Gue khawatir lo sendiri di rumah, sedangkan papa lo belum balik. Jadi jangan sungkan kontak dm kalau ada apa-apa, oke?!”

“Iyaya,nanti gue kontakin lo. Udah sana pulang jangan godain gue mulu.” Jihoon mengangguk dan mengarahkan wajah Soonyoung untuk melihat kearah yang lain selain wajahnya.

“Hahahaha iya, nanti ada yang marah ya?”

“Ishh sembarangan! Ngga ada yang marah tau!”

“Seokmin?”

“Ngga ada! Udah sana pulang!”

“Iyaya, gue pamit pulang dulu ya Jihoon. Hati-hati dirumah!”

Jihoon tak menggubris perkataan Soonyoung, karena ia mematung setelah pipinya diusap pelan Soonyoung sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan Jihoon. Sambil menahan senyumnya ia pun melompat-lompat kegirangan masuk kerumahnya tanpa sadar kakinya yang terkilir kemarin masih meninggalkan sakit yang teramat disana.

Dari pintu gerbang Jihoon ada seokmin yang hendak mengambil mobilnya diparkiran secara tidak sengaja melihat kedekatan keduanya dalam radar yang jauh. Hati seokmin semakin hancur melihat Kekasihnya dekat dengan temannya sendiri. Membuka pintu gerbang secara paksa hingga melampiaskan kemarahannya kepada penjaga rumah Jihoon, kemudian memutar setir mobilnya dengan laju untuk meninggalkan rumah Jihoon sesegera mungkin.

“Jihoon punya gue, jangan sentuh dia! Lo pikir gue takut sama lo Kwon soonyoung?” Ucap Seokmin penuh amarah setelah meninggalkan rumah Jihoon.

———

Wonwoo berada di tongkrongan biasa bersama Daniel, Jaehwan, Jinjin, Hanbin, Soonyoung dan Jun. Mereka masih dengan agenda lamanya namun disiang hari mereka tidak pernah membuat kegaduhan dengan petikan gitar Jaehwan melainkan membuat kegaduhan dengan cara lain, yaitu suara pecundang yang di keluarkan oleh Hanbin saat ini perkara kalah bermain ludo.

Karena ia menjadi penonton saat maka ia juga terkadang berkutik dilayar pipih ponselnya. Tak lama mengscroll aplikasi Tiktok sesekali berseringai saat kebisingan pemain ludo gaduh, tak lama ponselnya bergetar dan menampilkan kontak bernama Jeonghan. Ia mengangkat panggilan itu dengan santai dan memulai pembicaraan terlebih dahulu kepada yang diseberang.

“Halo han, tumben?”

“Iya nih, tumbenan gue mau nelpon lo soalnya mendesak.”

“Mendesak? Perkara apa nih?”

“Jihoon kan—”

“Jihoon? Jihoon kenapa??”

Belum selesai Jeonghan menyelesaikan kalimatnya, wonwoo sudah memotongnya terlebih dahulu dengan nada khawatir. Lantas pria yang ikut menjadi teman menontonnya itu disamping yang awalnya tertawa kini menampakan wajah penuh kekhawatiran.

“Ohhh~ iyaya maap, sorry gue motong. — ada nih samping, oh iya jadi. — Okehh!”

Panggilan tersebut berlangsung dengan cepat, membuat Pria kerap dipanggil Guen tersebut mengangkat kedua alisnya seperti bertanya-tanya ada gerangan apa setelah Wonwoo berteriak menyebutkan nama Jihoon.

“Napa lo?” Ucap Wonwoo

“Jihoon? Kenapaa?? Tadi ngomong sama siapa?”

“Jeonghan nelpon buat ngajak gue ke rumah Jihoon buat ambil mobil bokapnya terus temanin dia buat belanja bahan makanan untuk besok, Jeonghan nyuruh gue buat ajak lo juga. Jadi cepetan gercep kita kesana sekarang!”

Banyaknya pertanyaan, wonwoo hanya bisa mempersingkatnya agar bisa segera bergegas menuju kerumah Jihoon. Soonyoung yang baru saja mendengar hal tersebut ikut bergegas memasukan barang bawaannya masuk ke sling bag, kemudian menghidupkan mesin motornya dan membututi wonwoo yang sudah jalan menuju kerumah Jihoon terlebih dahulu.

Sesampainya disana Wonwoo sudah memarkirkan motornya di halaman depan rumah Jihoon, menekan bell untuk memanggil sang tuan rumah agar keluar menemuinya. Tak lama Jihoon membuka pintu utama rumahnya, Soonyoung yang baru saja masuk ke halaman depan rumah membuatnya bergegas menuju ke kamar, karena saat ini ia hanya menggunakan hot pants yang menampakan paha putih susunya tersebut sambil menawarkan Wonwoo agar masuk kerumah terlebih dahulu sembari ia menukar baju.

“Masuk dulu nu, ajak guen juga. Gue mau ganti baju!!”

“Ji!! Yah padahal ngga papa gitu aja tadi.” Ucap wonwoo dalam diam. Kemudian membuat gestur tangannya yang meminta guen yang saat ini sedang membuka helm untuk masuk bersama dengannya.

“Mari dah lo cepet! Gue malu masuk sendiri.”

“Jihoon mana?” Tanya guen.

“Masuk kamar ganti baju.”

Guen pun menuju wonwoo dan mereka segera masuk atas tawaran Jihoon sebelumnya. Mereka masuk dengan sopan, mengucapkan salam sebelum melangkah menuju ruang tamu yang cukup mewah dan luas itu. Netra mereka mulai memindai sudut ke sudut ruangan memuaskan mata menikmati sejuknya ruang tamu rumah Jihoon.

Perlahan kaki mereka mulai melangkah ke arah yang mereka inginkan, Wonwoo yang tertarik dengan koleksi ikan hias di aquarium milik papa Jihoon yang berada di perbatasan antara ruang tamu dan ruang keluarga. Sedangkan Soonyoung yang mengamati figura demi figura yang menampakan wajah Jihoon sedari masih bayi hingga ia tumbuh dewasa seperti saat ini.

“Buset gede banget, btw besok kita meeting dimana ya guen? Guen? Guen! Mboh lah~”

Soonyoung tak menggubris pertanyaan Wonwoo dan masih memperhatikan figura yang terpajang rapi di tempok.

“Maaf ya lama nungguin— ehh ya ampun jangan diliatin gue malu!” Jihoon yang baru saja turun dari kamarnya di lantai dua, berlari menuju Soonyoung untuk menutupi figura foto-fotonya tersebut.

“Hahaha ada foto lo ya? Gue malah ngga ngeh terus ke distrak sama Aquarium gede gini.” Guyon Wonwoo pada Jihoon.

“Ehee itu punya bokap gue, kalau ini punya nyokap. Harusnya gue pindahin karena malu, tapi mau gimana lagi. Mending gue tutup aja atau gue ambil dulu ya sampe acara besok selesai? Ambil aja deh. ” Ucapnya sambil mengambil beberapa figura untuk ia turunkan. Namun tangannya ditahan oleh Soonyoung pelan hingga Wonwoo reflek menutup mulutnya yang otomatis terbuka karena terkejut dengan kedua telapak tangannya.

“Ngga ada yang perlu lo maluin, semua fotonya bagus kok. Ngga papa disana aja, biar sesuai sama permintaan nyokap lo.”

Pipi Jihoon kembali berulah semena-mena menjadi merah muda, ia mengibaskan tangannya guna meredakan panas di pipinya sambil menyembunyikan wajahnya dibelakang figura yang masih ia pegang.

“Sini gue bantuin majang lagi.”

Setelah kalimat itu terucap, Soonyoung langsung mengambil beberapa figura tersebut dari tangan Jihoon dan memajangnya kembali tepat di belakanh tubuh mungil Jihoon. Si empu tubuh yang hampir tertindih karena jarak yang dekat tersebut membuatnya semakin tak bisa mengontrol degup dadanya yang begitu cepat. Wonwoo yang melihat moment saat itu langsung mengabaikannya melalui handphone pribadinya kemudian berlalu keluar sambil tersenyum sumbringan membiarkan keduanya menikmati waktu berduaan.

Soonyoung yang baru saja menyelesaikan kegiatannya tersebut hingga baru sadar bahwa ia telah membuat posisi canggung antara ia dan Jihoon tanpa sengaja. Soonyoung dengan cepat memberi jarak diantara mereka dan bergegas meminta maaf kepada Jihoon.

“So—sorry Ji, gue cuman pengen nolongin majang doang. Ngga bermaksud lain.”

“N—ng— ngga papa kok, salah gue juga kenapa ngga langsung lari dari sana hehe, yuk jalan.”

Soonyoung langsung mempersilahkak Jihoon untuk berjalan terlebih dahulu agar ia bisa membututinya dari belakang sembari meringankan pikirannya yang sudah membuat kesalah pahaman antara dirinya dan Jihoon. Sesampainya di halaman depan, Wonwoo menyerahkan kunci mobil yang baru saja ia ambil dari penjaga rumah kepada sang pemilik rumah tersebut. Jihoon pun bingung dari mana ia tahu dimana kuncinya diletakan, untungnya Wonwoo bisa membaca air muka Jihoon, ia pun memberitahunya.

“Gue tahu soalnya gue pamerin foto kalian lagi kasmaran ke tukang kebun di depan yang lagi nyapu halaman rumah lo, terus dia ikutan seneng jadi langsung sodorin gue kunci mobil soalnya lo ada bilang mau pergi kemana dan dia juga tau kalau lo ngga bisa bawa jadi dia kasih ke gue deh, nah! Kasih ke guen gih dia aja yang nyetir gue lagi mager. Btw ini motor kita taroh dimana?”

Tak diberi sela antara keduanya berbicara, Jihoon dengan gagapnya langsung memberi kunci mobil tersebut kepada Soonyoung dan berjalan menuju garasi menunjukan kepada wonwoo tempat yang akan menyimpan motor mereka.

“Keluarin dulu mobilnya ntar taroh disini aja motor kalian biar aman.”

Soonyoung pun mengeluarkan mobil milik Jihoon tersebut dan Wonwoo memasukan motor mereka. Setelah wonwoo selesai dengan kegiatannya ia pun menaikan alisnya satu seperti bertanya mengapa Jihoon masih berdiri diluar menantikan dirinya.

“Ji, kok belum masuk malah nungguin gue.” Ucap wonwoo sambil berjalan menuju Jihoon, dengan cepat Jihoon menarik lengan Wonwoo sambil berbisik; “lo kira gue berani main masuk terus berdua di mobil ama Guen abis kejadian tadi? Mana lo ceritain lagi sama pak djarot gue sama guen begituan didalem! Apa kata papah gue nanti!!!!”

“Hehehe nggapapa, beliau seneng kalau lo juga putus dari seokmin ji. Yuk masuk, duduk depan ya lo! Awas duduk belakang bareng gue.”

Wonwoo berlalu masuk ke pintu kursi belakang mobil dan meninggalkan Jihoon disana yang masih mematung tak percaya bahwa Wonwoo yang baru saja mengenalnys pun tau bahwa Seokmin tak pantas untuk ia miliki. Menerima tamparan tersebut Jihoon tersadar bahwa kehadirannya di 7teen team bukan hanya sekedar rekan project tapi juga rekan protect heart untuk dirinya.

//tin!// suara klakson mobil membuat Jihoon terperanjat dari lamunannya. Perlahan jendela kaca mobil turun dan menampakan Wonwoo didalam yang meneriakinya agar ia untuk masuk kedalam segera.

“Melamun bae! Masuk dah, ntar dikira kita maling lagi.”

“Kaget njir!! Iya iya ini masuk.”

Jihoon masuk dan segera memasang seatbeltnya namun gagal, kode berdecak dari Wonwoo dibelakang sana tersampaikan dengan cepat kepada Soonyoung. Dan ia pun segera membantu Jihoon memasang seat beltnya dengan benar sambil mengucapkan permintaan maaf.

“Sorry ya Ji, Wonwoo anaknya ngga sabaran jadi lo kaget deh gegara gue klakson. Oke! Udah siap nih, yuk berangkat.”

Jihoon hanya bisa mengangguk sambil mengigit bibir bawahnya, mencoba memfokuskan pandangannya kedepan namun ujung ekor matanya tak berhenti menuju kearah Soonyoung sedari tadi. Dalam perjalanan handphone Jihoon dipenuhi oleh spam chat yang mana oknum pelakunya adalah penumpang kursi belakang yang terus menjahilinya. Jihoon hanya bisa menghela nafas berat sambil berdelik picik ke arah belakang. Sementara guen yang menyetir hanya bisa menahan tawanya dalam diam karena aksi menggemaskan antara kedua teman satu teamnya itu.

———

Jihoon sudah berkemas rapi semenjak sore tadi dengan potongan ramput undercutnya beserta kemeja biru muda bagian lengannya digulung ke atas, siap menuruni anak tangga rumahnya. Saat hendak berpamitan untuk pergi bersama Seungkwan dan Jeonghan yang sudah ia rencanakan sebelumnya untuk menghindari Seokmin ternyata gagal. Pemuda yang masih menyandang status pacarnya itu sudah menunggunya di ruang tamu bercengkrama dengan papanya.

Memutarkan matanya dan berlenggang malas menuju ruang tamu, Jihoon bersalaman pamit kepada papa kemudian berlalu menuju pintu tanpa mengabaikan kehadiran Seokmin.

“Ini Seokmin ngga kamu ajak ngomong dulu? Mau pergi sekarang banget?” Ucap sang papa kepada anak semata wayangnya itu.

“Kan ketua pelaksananya suruh cepetan dateng, buat apaan lagi ngobrol dulu? Kan disana masih bisa ngobrol, ya gasih?”

“Kalian berantem?”

Tanya pria paruh baya itu sambil mengernyitkan alisnya, kemudian langsung ditangkal oleh Seokmin yang membawa Jihoon segera keluar dari rumahnya agar papa Jihoon tidak menyelidiki hubungan mereka lebih lanjut.

“Ng- nggak kok om, kita ngga berantem. Izin pergi dulu om, mari!”

Seokmin merangkul bahu Jihoon agar mereka berlalu keluar dengan cepat dan sekaligus tidak menimbulkan kecurigaan terhadap Orang tua tunggal Jihoon. Seokmin membukakan pintu untuk Jihoon masuk kedalam mobilnya kemudian memasang seatbelt diakhiri dengan cubitan kecil di hidung Jihoon. Tentu saja si empu tidak menyukainya dan menepis tangan Seokmin kasar.

“Apaan sih? Lo pikir gue masih bisa lo manjain kayak dulu? Ngga ya gue bisa sendiri. Awas sana!”

Setelah berucap seperti barusan Jihoon memasang dan membenarkan seatbeltnya sendiri, kemudian berlalu menghiraukan Seokmin dengan fokus yang tertuju pada layar pipih handphonenya. Seokmin yang mendapatkan perlakuan kasar dari Jihoon tak berkutik, sebab ia paham bahwa perlakuan Jihoon yang seperti ini kepadanya memang pantas untuk ia dapatkan.

Seokmin menetralkan pikirannya kemudian duduk pada kursi kemudi, mengusap surai hitam Jihoon sebentar bersamaan dengan senyum instannya dan mengendarai mobilnya menuju tujuan mereka malam ini.

Sesampainya disana Jihoon disambut beberapa anggota team untuk bersalaman, Seokmin? Mereka tak menggubris kedatangannya dan segera mencari tempat duduk untuknya dan Jihoon. Setelah bersalaman dengan semua yang hadir Jihoon inisiatif duduk disamping Seokmin, karena ia masih memiliki hati nurani dan sadar Seokmin masih miliknya saat ini.

Tinggal 2 orang dari mereka yang belum hadir, tentu saja guen dan kekasihnya, Jisoo. Semua orang yang hadir disana bercengkrama saling menanyakan kabar dan juga urusan perkuliahan mereka. Tak lama si pemilik projek ini baru saja tiba namun tak bersama sang kekasihnya. Jihoon kembali memeriksanya disegala penjuru sudut restoran tersebut, namun tak menemui keberadaannya.

“Nyariin siapa?” Tanya Seokmin.

“Pacar lo mana?” Balas Jihoon bertanya kepada Seokmin. Dengan senyum teduhnya ida menunjuk dada Jihoon untuk jawaban dari pertanyaan si manis didepannya ini.

Jihoon menggenggam tangan Seokmin dan menjauhkannya dari dirinya, tatapan sinis Jihoon kembali menusuk netra Seokmin hingga ia harus mengedipkan matanya beberapa kali untuk pengalihan. Tak lama pula seseorang yang Jihoon cari pun datang, entah kenapa jantung Jihoon berdegup kencang, tangannya gemetar menahan amarah karena rivalnya duduk disatu meja yang sama dengannya. Untungnya ia dibawa hansol dan jeonghan untuk duduk di seberang ujung meja mereka.

Ujung telunjuk Seokmin yang masih digenggam Jihoon amat terasa oleh dirinya rematan kuat disana. Seokmin bukannya menghentikan rematan tersebut malah ia hiraukan, bahwa ia tahu Jihoon sedang meluapkan amarahnya disana sekalipun bisa membuat telunjuknya itu patah.

Semua orang mulai makan jamuan yang disediakan bersama sembari Soonyoung menjelaskan beberapa materi untuk projek bulan ini.

“Dikarenakan materi gue bulan ini sama kayak materi bulan lalu, jadi projek kita bulan kemaren disambung aja untuk bulan ini gimana? Eh— btw paham kan maksud... Guen?”

“Iyaa guen iyaa pahamm~” Tangkas Seungkwan dengan nada mengejek karena Soonyoung tak sengaja mengucapkan nama panggilannya sendiri.

Semua member tertawa karena tingkah lucu menggemaskan si pemilik nama guen tersebut, si empu nama malah tersenyum kikuk sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal itu. Saat ia menunduk tersipu malu, netranya tidak sengaja bertemu dengan wajah manis Jihoon yang sedang ikut menertawainya dengan deretan giginya yang lucu. Seketika membuat ia tersipu senyum sendiri dan memulai kembali membahas projeknya itu.

“Udah-udah fokus ya! Jadi sesuai kesepakatan bersama kemaren, untuk projek kali ini diadakan di Jogja dan semua orang setuju bahwa projek kali ini dipimpin oleh Jihoon.”

Jihoon yang awalnya diam perlahan berdiri dari tempat duduknya dengan kedua tangan menutupi mulutnya. Sambil menunjuk dirinya tak percaya, perlahan pelupuk matanya mulai dibanjiri air mata, semua orang bertepuk tangan untuk apresiasi kepercayaan mereka ada pada dirinya. Seokmin dengan sigap dan bangga membawa Jihoon dalam rengkuhannya guna memberi afeksi dan pereda tangisan Jihoon. Sesekali ia juga mengecup puncak kepala Jihoon yang masih tersedu menangis. Semua orang dibuat haru oleh Jihoon, karena projek amal kali ini bertemakan “Ibu”.

Jihoon dipanggil Soonyoung kedepan untuk langsung menjelaskan materi projek yang ingin ia garap agar penerapan kegiatannya jelas untuk diikuti oleh semua anggota.

“Sebelumnya terima kasih banyak udah mau nerima usulan gue, padahal gue ngga tau kalau usulan rahasia ini bakalan kebongkar dan semua member tau. Awalnya usulan ini cuman muncul waktu evaluasi private sama Soonyoung waktu awal masuk jadi team projek ini, iseng-iseng waktu ditanya sama Soonyoung kalau gue ada rencana mau masukin materi gimana buat pertemuan yang bakalan gue leaderin, dan gue jawab temanya ibu.

— sebagian dari kalian mungkin ada yang tau kisah hidup gue sebagian ada yang ngga tau kan. Jadi gue itu dibesarin tanpa sosok ibu. so, gue pengen ngerasain berbakti sama ibu tuh gimana, jadinya gue garap tema ini.

— Kenapa di Jogja, karena mama gue asli orang Jogja dan gue juga ngga pernah diajak kesana sama papa karena mama meninggal waktu gue masih bayi. Kata papa juga di Jogja masih ada desa terpencil yang belum punya fasilitas medis yang lengkap, kaya ibu hamil susah buat check kehamilannya kudu pergi ke rumah sakit kota besar dulu, lansia juga susah buat berobat, ada yang anak-anak imunisasinya ngga lengkap.

— Jadi keinginan gue untuk menolong mereka disana cukup gede sampai gue bisa bilang, gue rela bayar lebih untuk bawa tenaga medis kesana. Jadi, gimana pendapat kalian?”

Bukannya mendapat tanggapan, Jihoon kembali dihujani tepuk tangan dan sorakan yang meriah hingga pelanggan lain seantero restoran tersebut menjadikan mereka pusat perhatian.

“Pendapat kita nanti biar ditambahin aja semisaknya ada yang kurang, disini sekarang kita cuman mau tau visi dan misi lo aja untuk alasan tema lo ini. Makasih ya Ji, idenya. Gue salut sama lo yang masih menghargai sosok wanita diluar sana. Ngga kaya ichan yang melulu tentang bajak sawah pakai kebo hahahaha”

Kalimat guen barusan kembali memecahkan suara tawa diantara mereka, kini materi telah tersampaikan dan wakil team, Seungcheol mulai menjamu semua anggota dengan beberapa sampanye yang dibawanya.

“Nah karena sesi materi udah selesai, ayo semuanya teguk sampanye bapak gue bawa dari paris sebelum kita holiday ke Jogja hahaha”

Suka cita pertemuan malam ini cukup membuat Jihoon terkesan. Hatinya penuh kegembiraan saat ia berada ditengah 12 orang hebat ini, walaupun ia masih memiliki kekesalan terhadap 2 anggota didalam team, namun ia mencoba mengenyampingkan hal tersebut untuk menikmati moment malam ini.

Hidangan penutup baru saja sampai tepat dipukul 00.30 dini hari, semua pelanggan sudah pergi dan tersisa anggota team 17teen saja, semua orang mulai pada porosnya masing-masing bagai restoran ini milik pribadi. Disudut restoran ada karoke terbuka yang diisi oleh seungkwan dan dino yang diiringi oleh Jun dan minghao menjadi penari latar, ada seungcheol yang setengah sadar mulai menggoda Jeonghan agar cintanya terbalas tanpa lelah, ada pula hansol yang sudah tertidur pulas di sofa bersama mingyu, dan wonwoo yang sibuk dengan game di handphonenya.

Kini diatas meja yang dari awal mereka duduki meninggalkan 4 orang yang masih bertahan, Jisoo, Soonyoung, Seokmin dan Jihoon. Mereka berempat secara bersamaan fokus pada handphone masing-masing, Jihoon dengan aplikasi tiktoknya, Soonyoung dengan berbagai telepon dari anggota BEM-nya, dan Jisoo Seokmin yang sibuk dengan ruang chat mereka.

Tak berselang lama, Jisoo berlalu keluar meninggalkan semua orang didalam restoran untuk sekedar mencari angin segar. Kemudian disusul oleh Seokmin dengan gerak-gerik yang kikuk permisi kepada Jihoon.

“Ji, a-aku ke toilet sebentar ya?”

“Tapi toilet arah sana bukan pintu keluar.”

Seokmin yang awalnya berjalan menuju pintu keluar kini beralih masuk ke toilet, setelahnya ia memasuki toilet tersebut ia kembali membuka ruang obrolan antara ia dan Jisoo. Setelahnya ia pun keluar kembali dan permisi keluar kepada Jihoon untuk sekedar membeli minuman dingin.

Melihat tingkah pacarnya yang aneh, ia pun membututi Seokmin dari belakang. Pikirnya ia khawatir sesuatu akan terjadi pada Seokmin, mengingat hatinya yang beku telah mencair setelah perlakuan Seokmin pada dirinya beberapa Jam yang lalu.

“Seokmin~, mine.... — sayang! Seok—....”

Suara handphone Jihoon yang terjatuh ke lantai membuat cumbuan panas antara Seokmin dan Jisoo di taman restoran itu terhentikan. Jihoon yang mencoba mengerjapkan matanya tak bisa percaya dengan apa yang barusan ia lihat. Helaan nafas diantara tawa sunggingannya itu membuat ia kehabisan kata-kata untuk diucapkan. Segera ia mengambil ponselnya kembali dan berlalu pergi dari hadapan mereka.

“Jihoon aku bisa jelas—”

Kalimat Seokmin tersentak karena pergelangan tangannya ditahan oleh Jisoo.

“Kamu ngapain sih? Lepasin ngga atau—”

“Atau apa? Atau apa aku tanya? Kamu masih mau ninggalin aku dan pergi jelasin ke dia kalau kita ngga ada apa-apa nya? Hahaha kamu bego, apa ngga liat kalau dia liat sendiri kita ciuman tadi?!”

Seokmin menepis tangan Jisoo dan menarik pergelangan tangannya kembali.

“Persetan kalau dia liat, intinya aku mau selesain semuanya malam ini.”

Seokmin segera berlari menuju Jihoon yang entah kearah mana ia pergi dan meninggalkan Jisoo yang saat ini tengah menarik salah satu ujung bibirnya sambil menyilangkan tangan didepan dada.

“Silahkan, selesaikan masalah kalian malam ini. Kalau bisa—”

“Kalau bisa apa?”

“Guen?”

Tangannya yang semula menyilang didepan dada kini terlepas bebas kebawah, matanya terbelalak dan mulutnya terbuka seakan terintimidasi kedatangan Soonyoung detik itu.

“Kalau bisa apa aku bilang?? Coba sambung lagi kalimatnya!”

“Ngga bisa apa-apa, ayo masuk!”

Soonyoung menarik pergelangan tangan Jisoo kuat hingga si empu mengaduh kesakitan. Dekat jarak wajah antara keduanya dengan tatapan intimidasi Soonyoung kepada Jisoo yang saat ini panik akan kemarahannya yang tiba-tiba.

“Lepasin! Aku bilang lepasin Guen! Aakhh!!”

Genggaman tangan Soonyoung pada pergelangan tangannya semakin erat hingga ia mengaduh kesakitan, Soonyoung kembali menarik dekat Jisoo agar pandangan mereka bertemu.

“Akhhh sakit!! Lepasin!! Aakh—”

“Jawab gue, rencana lo ini bakalan sampai mana?”

Jisoo yang awalnya panik kini mulai menantang Soonyoung setelah mendengar kabar tahunya Soonyoung atas rencana awalnya. Ia pun menantang menatap mata soonyoung kembali kemudian dengan senyum senringai dan ujung telunjuknya yang turun mengukur tajamnya simetris garis lengkung wajah Soonyoung berucap; “sampai 17teen project bubar.”

Tak terasa eratan genggaman dipergelangan tangan Jisoo melonggar hingga ia berhasil kabur dari hadapan Soonyoung saat itu. Jisoo berlalu pergi ke toilet untuk menetralkan nafasnya. Kakinya gemetar hebat bereaksi tanpa sengaja karena baru kali ini ia berani menantang Soonyoung secara langsung.

“Guen, gue percaya lo bukan tandingan gue. Lo alpha disini, cuman takdir menginginkan gue untuk ngancurin kalian satu per satu.”

———

“Jihoon tunggu!!!”

Seokmin masih mengejar Jihoon yang langkahnya kian membabi buta. Kakinya lunglai tak berdaya menuju mini market yang terbuka 24 jam guna mengistirahatkan tubuhnya beberapa menit sebelum ia menemui Jihoon kembali. Tak lama ia keluar dari mini market, tanpa sengaja tubuhnya ditabrak oleh Jihoon yang kembali dari arah ia berlari sebelumnya bersama seekor anjing yang membuntutinya.

“AAKHH!! YAAA!! SEOKMIN ADA ANJING!!!”

“ANJING?!!! MANAA?!!”

“ITUU!! UWAAAA!!!!”

“HUSSSHH! HUSSHHH!! LARI SANA! DASAR ANJING LO! HUSSHH!!”

Setelah mengusir anjing tersebut dengan botol minumnya yang habis setengah ia teguk, Seokmin membalikkan badannya untuk melihat kondisi Jihoon yang sedang bersembunyi dibalik punggung lebarnya itu.

“Kamu ngga papa?” Ucap Seokmin kepada Jihoon sambil menganggukan kepalanya.

Seokmin merasa lega dan memeluk Jihoon dengan erat, Jihoon yang masih ketakutan dengan nafasnya separuh sengal membalas pelukan Seokmin kembali.

Soonyoung yang berlari berniat untuk mencari Jihoon juga menghentikan langkahnya tak jauh dari tempat Seokmin dan Jihoon berpelukan saat ini. Melihat hal tersebut Soonyoung yang tadinya khawatir kembali berbalik jalan menuju restoran tempat mereka berkumpul sebelumnya.

———

“Jihoon aku mau jujur, sebetulnya aku khilaf dia maksa aku, aku kebawa nafsu. Maafin aku.”

“Iyaa aku maafin, aku tau dari raut wajah dan tingkah kamu seakan dipaksa sama dia. Lain kali coba tahan nafsu mu itu bentar deh!”

“Hahhhh~ kayanya hormon aku kebanyakan deh makanya gini. Maafin yah.”

“Hahha lucu deh, iya aku juga minta maaf ya ngga bisa turutin nafsu kamu.”

“Sesekali coba terbuka sama aku, yah yang?”

“Terbuka gimana? Maksud kamu buka baju gitu?”

“Ya ampun, terbuka bukan berarti buka baju juga sayang~ ih!”

“Hahaha terus apaan?”

“Can you try taste my lips?”

“What's a flavor dulu nih?”

“Banana korean uyyuuu kesukaan kamu itu lhoo~”

“Kok bisa?”

“Kamu belum coba sih, makanya ngga tau. Soalnya aku barusan minum itu hehe.”

“Emang masih berasa apa kalau kamu minumnya barusan?”

“You wanna try dulu nih?”

“S—sure, i wanna be try? Btw caranya gimana?”

“Jihoon kamu lucu banget, aku peluk dulu sebelum aku cium nih!!”

“KALAU PELUK NGGA BOLEH CIUM!”

“yaudah peluk aja, ngga jadi ciuman kamu gemes banget aku ngga tahan.”

“Alhamdulillah, mulut aku masih perjaka”

“Kamu pernah ciuman tau.”

“ITU KEPAKSA!!”

“HAHAHAH GOMEN GOMEN!”

Pesta kenegaraan yang berlangsung saat ini adalah pesta perayaan ulang tahun sang pemimpin kerajaan Inggris, Ratu Elizabeth II. Yang mana para tamu undangan terdiri dari beberapa negara yang diantaranya adalah petinggi negara, warga sipil dan seluruh mahasiswa undangan yang melangsungkan beberapa studi tour yang di selenggarakan oleh salah satu universitas di Korea Selatan, Hanyang University.

Banyak hidangan yang tersedia di tengah aula disuguhkan secara langsung untuk para tamu undangan. Membuat beberapa orang memilih tempat tersebut sebagai spot utama malam ini. Termasuk 2 orang mahasiswa yang saat ini secara tak sengaja bahu mereka saling bertabrakan.

Buugg!

“죄송합니다 선생님 – joesonghabnida seonsaengnim (maafkan saya, tuan)”

“아! 죄송합니다, 나는 그것을 의미하지 않았다 – a! joesonghabnida, naneun geugeos-eul uimihaji anh-assda (aaa! Maaf, saya tidak sengaja)”

Saling menunduk setengah badan satu sama lain dan secara tak sengaja mengucapkan permintaan maaf dalam bahasa korea. Dua pria itu saling melirik satu sama lain dengan telunjuk yang juga ikut menunjuk kearah yang berlawanan.

“Orang korea?”

“Hahaha iya, saya dari korea”

“Wah ga nyangka ketemu orang korea juga disini hahaha”

Keduanya menertawakan hal kecil yang baru saja terjadi, kemudian berlanjut menjabat tangan satu sama lain guna berkenalan.

“Saya mahasiswa Kedokteran tingkat 3 dari Hanyang Universitas. Jangan bilang kamu juga anggota studi tour?”

“Hahaha dari mana kamu tau? Benar, aku salah satu anggota studi tour dari Universitas yang sama denganmu tapi aku Jurusan psikologi tingkat 6. Salam kenal, Sunbaenim”

“Salam kenal Hobaenim hahaha, mari makan”

Perkenalan singkat tersebut tak hanya sampai disana, sesudah pria yang lebih tua tersebut menawarkan beberapa hidangan kepada Pemuda lain yang lebih muda darinya, —mereka pun lanjut bercengkrama sambil berbagi meja. Menceritakan tentang bagaimana bisa mereka baru bertemu sekarang padahal sudah lewat 3 hari semenjak studi tour di mulai.

“kita tidak bertemu karena beda kelompok mungkin ya? Saya beneran tidak melihat Sunbae loh 3 hari kemarin”

“Informal aja, biar nyaman.”

“Ah! hahahha, panggil kak gapapa? “

“Nah gitu kamu manggil aku kakak aja”

“Hehehehe”

“Okey aku jawab ya pertanyaan kamu tadi. Mungkin bisa jadi?Soalnya aku lagi susun jurnal untuk ajuin koas bulan depan di seoul”

“Pasti sibuk deh kan kak?”

“Ya gitu lah”

“Kak—”

gggrrrtt

“Sebentar ya, ada telepon”

Kalimatnya terpotong beberapa menit karena handphone kakak tingkatnya itu baru saja berdering. Tak lama kemudian mereka pun kembali ke topik pembahasan mereka sambil menghabiskan beberapa sisa desert manis di piring mereka.

Berselang beberapa waktu suara terompet menggema dan membuat seisi ruangan berdiri secara spontan. Sang Ratu memasuki aula, berpidato untuk menyambut para tamu undangan untuk menikmati pesta malam ini. Semua orang bebas melakukan apa saja di gedung putih sebagai rasa syukur ratu kerajaan Inggris saat ini di beri umur yang panjang. Mendengar pengumuman barusan semua orang bersorak sorai untuk sang ratu.

Kerumunan orang mulai berdansa saat para orkestra melantunkan sebuah lagu. Namun tak dengan dua pria tadi, mereka memilih untuk berkeliling. Memulai kingdom tour yang beranggotakan 2 orang saja dengan yang lebih tua sebagai tour guide kali ini.

Mulai dari menjelaskan tentang ruangan aula penobatan anggota kerajaan, filosofi pilar gedung putih, beberapa ruangan yang menyimpan segala artefak peninggalan anggota kerajaan terdahulu yang di beri sensor keamanan paling canggih, hingga beberapa harta kekayaan termasuk mata uang, perhiasan, serta lukisan bernilai kelas tinggi yang pria jakung itu jelaskan kepada adik tinggkatnya.

Termasuk, Kohinoor. Berlian seberat 105.06 karat yang berasal dari penambangan guntur di india yang di beli secara resmi oleh ratu Elizabeth I sebagai perhiasan untuk mahkotanya pada tahun 1850 sampai sekarang.

Bertukar cerita, sambil bersenda gurau menghabiskan waktu acara yang tersisa untuk mendekatkan diri. Bagian paling di sukai pria muda itu adalah bagian dimana kakak tingkatnya menjelaskan betapa cantiknya permata dari Kohinoor itu bersinar. Dan secara tak sengaja kedua anak adam itu terhanyut akan rasa zona nyaman yang sudah mereka buat hingga lupa tujuan awal dari acara ini.

Beberapa saat menuju rute selanjutnya suasana canggung melanda mereka, dua netra pun saling bertemu pandang. Pria jakung itu hanya menampakan senyumannya dan membuat pria muda itu salah tingkah sambil berjalan menuju air manjur di taman kerajaan.

“Suka ga tadi tournya?” Tanya yang lebih tua sambil memainkan ujung telunjuknya di tepian kolam air mancur tersebut.

“Suka dong, walaupun baru kenal. Kakak tuh ngejelasinnya asik banget kaya teman sebaya. Aku jadi banyak tahu tentang istana ini dan juga... Kakak yang pintar dan berwawasan luas ini.... hahahaha”

“Hei? Nakal kamu ya? sini!”

Merekapun berlarian sambil mencipratkan percikan air dari air mancur tadi hingga mengenai satu sama lain. Usilnya pria muda itu membuat yang lebih tua gemas karena ulahnya membuat ia harus merengkuh tubuh mungil pria itu agar bisa mengusilinya kembali.

Karena jarak yang terlalu dekat kedua anak adam itu merasakan degup jantung satu sama lain yang begitu kencang hingga punggung si mungil dapat merasakan getaran di dada bidang kakak tingkatnya itu.

Jam sudah menunjukan pukul 11 malam, Pria Jakung itu kembali mendapatkan panggilan suara secara berurutan. Begitu pula dengan yang lebih muda, terlihat seperti panggilan suara dari ayahnya yang meminta ia untuk segera pulang.

“Kak kayaknya aku harus pulang sekarang kalau ga aku bakalan ketinggalan pesawat buat balik ke korea. Hehe, sampai ketemu nanti. Makasih tour serunya!!!”

Beberapa detik sebelum ia benar-benar pergi, Yang lebih tua darinya itu menahan pergelangan tangannya sebentar dan membuat si empu tersentak kebingungan.

“Ya kak?”

“Boleh aku minta nomor mu? Hanya untuk memastikan apa kamu udah sampai di rumah dengan selamat atau ngga. Soalnya udah larut.”

“Hahaha boleh dong kak. Sini handphonenya”

Saat handphonenya berada dalam genggaman tangan Si mungil dalam beberapa detik. Pemilik handphone tersebut langsung merebutnya kembali dengan cepat dan menawarkan diri untuk memberi nomornya terlebih dahulu.

“Kamu aja yang simpan nomor aku gimana? Nanti kalau udah sampai dirumah dengan selamat kasih tau aku ya”

“Ohh gitu, oke deh kak”

Mereka pun saling bertukar nomor, Layaknya pria dewasa, ia pun mengantarkan yang lebih muda menuju ke pintu gerbang utama gedung putih dan memastikan ia benar-benar masuk ke dalam sebuah taxi dengan selamat.

“Jangan lupa kabarin ya!” Teriaknya kepada seseorang yang sudah melambaikan tangannya di dalam taxi yang sudah melaju di jalanan malam itu.

“Kohinoor, tunggu aku”

Aku harap kamu cepet nemuin kertas ini supaya ga ada kesalahpahaman diantara kita nanti dimasa yang akan datang. Aku juga tau ga banyak waktu buat kasih tau kamu tentang hal tersirat didalam kertas ini sebelum aku di jemput pihak perusahaan nanti.

Aku mau nanya dulu nih, Kamu masih percayakan sama aku? kalau masih percaya syukurlah, karena disaat kamu masih percaya sama aku disana masih ada cinta aku yang abadi buat kamu, aku janji bakalan selalu ada disamping kamu Jihoon, aku janji.

pertama-tama yang mau aku omongin adalah maafin aku. Maafin banget karena aku ga jujur tentang kontrak kita yang dilanggar sebenarnya ada kompensasinya. Yap! Hukumannya lagi aku jalanin sekarang Jihoon. Jad kamu ga perlu cari aku kemana-mana. Soalnya kakak kamu tau aku lagi dimana nanti.

Maafin aku beneran... Seriuss...

konpensasi ini aku terima karena keinginan ku sendiri. Aku resign beb dari sebelum tanggalnya hehe. Maafin ya maafin lagi!!! Aku ngelakuin ini demi mamah aku sama kamu Ji, biar aku hidup bebas bareng kalian tanpa ada ikatan dengan siapapun lagi selain kalian.

Awalnya aku mau kasih tau kamu tentang hal ini tapi waktunya ga ada. Aku terlalu egois ingin tau tentang kamu, aku egois pengen kamu selalu sama aku, saking egoisnya aku lupa kalau kita harus berbagi. Aku telat menyadari hal tersebut jujur, aku bodoh.

Jihoon, kalau aku bilang aku baik-baik aja bohong banget kali ya hehe. Tapi beneran kayanya aku baik-baik aja selama ga di samping kamu buat ngejalanin hukuman pengasingan. Jadi nanti setelah 4 bulan lamanya kita bakalan di pertemukan lagi.

Aku bakalan intropeksi dan benahi diri lagi biar aku layak jadi milik kamu seutuhnya bukan milik true love lagi.

Kayaknya segitu dulu deh ini kertasnya mau habis ga cukup. Intinya 4 bulan lagi kita ketemu. Okey? See you sayang, calon suami aku. Kita bakalan nikah pasti aku janji beneran!!!