Tidak semua situasi bisa dianggap baik-baik saja
Setelah mengakhiri percakapan dari via chatting, Jihoon bergegas mengambil jaketnya pada lemari kemudian menuju ke luar rumah untuk menunggu sang ayahandanya menuju ke kediaman mereka. Tak lama sedan hitam terparkir di depan rumah, seseorang keluar dari kursi penumpang membentangkan tangannya agar anak semata wayangnya berhamburan memeluk dirinya.
“Ayah!” — “Aduh aduh anak ku” Sahut kedua ayah dan anak itu.
“Jihoon kangen ayah”
“Ayah juga kangen Jihoon”
“Tapi Jihoon kangen ibu”
Soonyoung tersentak beberapa menit sebelum ia mengecup puncak kepala anaknya dan membawa masuk menuju meja makan.
Makan malam berlangsung dengan tenang, saling melempar jawaban dan pertanyaan satu sama lain hingga bersenda gurau karena sudah lama tak menghabiskan waktu selama ini, membuat kedua pipi tulang pipi mereka terangkat berdampingan dengan mata yang berbinar menatap satu sama lain.
Beberapa selang waktu selesai makan malam Jihoon berjalan menuju kamar ayahnya, kemudian meminta izin untuk tidur bersama di ruangannya malam ini.
“Ayah… boleh?” Tanyanya kepada Soonyoung yang sedang mengeringkan rambutnya di samping jendela.
“Of course sayang, why not?! Sini!” Jawabnya menyuruh Jihoon agar mendekat padanya.
Jihoon pun melangkah menuju Soonyoung, kemudian mendudukan ayahnya di pinggir kasur. Mengambil handuk kecil yang Soonyoung pakai untuk mengeringkan rambutnya kini menjadi pekerjaannya. Perlahan Jihoon mengusap rambut pria berumur 38 tahun tersebut dengan hati-hati dengan tautan mata mereka yang saling bertemu.
Soonyoung tersipu malu karena putranya memandangnya dengan ekspresi yang begitu menggemaskan hingga ia tak sanggup melihat dan memutuskan untuk menyembunyikan wajahnya di perut putranya.
“Ayah? Hahaha ngapain ih geli yah!”
“Jihoon..”
“Hngg?”
“Kamu udah gede aja sayang. Kapan kamu tumbuh sebesar ini? Kok ayah ga tau?”
Ingin sekali Jihoon menjawab seperti “itu karena ayah ga merhatiin pertumbuhan gue” Namun ia tidak ingin menyakiti hati orang tuanya. Dan Jihoon memutuskan untuk menjawabnya dengan lelucon aneh yang di sukai Soonyoung.
“Itu mah karena ayah ga perhatiin telur ayam yang ditaruh di inkubator kantor ayah hahaha”
“Oh iya? Emang ada disana? Kamu ngasal nih pasti ya?” Usil Soonyoung sambil menggelitik putranya.
“Ahahahaha ayah udah cukup! Geli! Hahaha.. Ayah tuh mau aja percaya, udah tau aku cuman bercanda”
“Ya siapa tau beneran”
Jihoon hanya terkekeh kecil kemudian memalingkan pandangannya tanpa sengaja dan tak sengaja pula melihat foto keluarga yang tak bisa dikatakan foto keluarga karena hanya menampilkan dua lelaki di sana. Soonyoung yang menyadari hal tersebut menarik Jihoon untuk berbaring di atas tempat tidurnya, kemudian menenggelamkan Jihoon dalam dekapannya sambil mengatakan: “kamu anak hebat, kamu anak ayah. Jangan khawatir — jangan khawatirkan lagi semuanya salah ayah bukan salah Jihoon. Ingat ya nak salah ayah”
Dalam diam, Jihoon semakin menelusupkan wajahnya pada dada bidang ayahnya untuk menyembunyikan air mata yang tak bisa berbendung lagi.