Jihoon menatap lekat-lekat pemandangan kota seoul dengan matanya yang sembab. Mencari angin adalah alasan klasik yang ia pakai untuk situasi saat ini, scene mengerikan dimana ia trauma bercampur kekalutan di malam yang gelap bersamaan hujan deras malam itu kembali terputar di ingatannya. Rasa khawatir, rasa sedih, trauma dan senang bercampur secara bersamaan.
Perasan gundah gulana yang membalut sukar saat ini membuat kakinya tak kuasa berdiri tegak seperti biasanya. Serangan sesak yang mencengkam di dadanya membuat Wonwoo dengan sigap menangkap tubuh Jihoon yang hampir terjatuh ke belakang. Penuh rasa khawatir Wonwoo mencoba menolong Jihoon menenangkan diri karena trigernya mengingat masa lalu.
“Tarik nafas, tahan, hembuskan. Pelan-pelan jangan kecepetan nanti makin sesek.”
Jihoon melakukan sesuai arahan Wonwoo. Sekitar 2 menit ia melakukan hal tersebut, rasa membaik mulai datang dan membuatnya merasa baikan. Wonwoo yang aslinya panik hanya bisa mencoba berpura-pura tenang di hadapan Jihoon yang sedang tidak baik-baik saja. Ia mendudukan Jihoon di rerumputan hijau rooftop apartemen yang luas ini dengan ia di depannya. mengusap punggung tangan Jihoon guna memberi rasa aman di sekitarnya.
“Mau minum?” Tawar Wonwoo.
Jihoon hanya menggelengkan kepalanya.
“Maunya apa?”
“Ketemu pak soonyoung”
Wonwoo hanya mendengus dan menggelengkan kepalanya tak percaya.
“Om gue baik-baik aja sekarang, dia juga udah di tahap akhir recovery”
“Tapi itu kejadiannya 1 tahun yang lalu masa masih di tahap akhir recovery bukannya udah sembuh total?” Tanya Jihoon dengan suara yang lantang.
“Hei! Hei! Sabar, gue belum jelasin. Iya bener udah 1 tahun yang lalu. Gue juga tau kronologi kejadiannya gimana, tapi gue ga tau si pemberani yang dicari sama orang-orang dulu itu lo Jihoon. Lo malaikat, lo sampai di beritain biar bisa di kasih hadiah sama kakek gue tapi kenapa lo ga cerita ke gue orangnya lo? Kalau lo datang dan ngaku mungkin lo sekarang ga kuliah sambil part time lagi Jihoon”
“Tapi nu lo tau kan posisi gue saat itu pasti lagi kenapa”
“Paham banget, gue paham banget trauma lo. Gue jadi lo juga bakalan takut apalagi buat keluar”
“Tuh tau! Dan asal lo tau lagi, semenjak itu gue 1 bulan gue ga bisa jalan bener, 3 bulan juga gue takut jalan raya, ichan juga bolos sekolah 3 bulan itu cuman buat ngurusin gue. Malam itu juga senyum gue yang paling tulus gue keluarin buat yakinin om lo biar mau gue tolongin karena dia mau bunuh diri dengan cara begitu.”
“JIHOON! GUE MARAH YA! KENAPA LO GA CERITA KE GUE? KENAPA LO NGILANG JUGA WAKTU ITU PADAHAL GUE MASIH BISA NOLONGIN LO JIHOON?!”
Wonwoo murka setelah mendengar penjelasan lebar dari Sahabatnya itu. Ia meninggikan intonasi suaranya dan memegangi kedua pundak Jihoon kuat. Jihoon yang terperanjat menepis tangan Wonwoo dan mulai melakukan pembelaan.
“LO MAU NOLONGIN GUE PAKE APA? SAAT ITU JUGA LO LAGI BERDUKA DAN OM LO JUGA BUTUH LO KARENA KATA LO DIA DI FITNAH TERUS DIBENCI SAMA KELUARGA LO, GUE BISA APA PAS TAU LO GA BISA DIHUBUNGI SEMENJAK HARI ITU WONWOO? SALAH GUE DIMANA?”
”.........”
”........”
“Hiks…”
“HUEEEEE JIHOON MAAFIN GUE UUUURRRGGGGG!!!! MAAFIN GUE GA DI SAMPING LO WAKTU ITU HUAAAAAAA”
“AAAAAAAAAAA WONWOO GUE JUGA MINTA MAAF KARENA GA NGASIH KABAR KE LO KALAU GUE SAKIT SEPARAH ITU HUEEEEEEE”
“JIHOON MAAFIN GUE GUE AJA YANG SALAHIN AA AAA AAAA”
“NGGA GUE YANG SALAH JUGA WONWOO HUUUHUUUUUUEEEEE”
“GUA AJA LO GA SALAH KOK IH HUEEEEEEE”
“GUE IH!”
“GUE BANGSAT AAAA AAAA AAAA”
“IYA LO SALAH LO! CENGENG BANGET ANJIR! UEEEEEEEEEE”
“INGUS LO ANJIR NEMPEL DI BAJU GUE! AAARRRGGGG AAAAA AAAA AAA”
“AAAAAA UHEEEEUUUUUEEEEE JIHOON”
“WONWOO AAARRRGGGHHH AAAA AAAA”
Kedua pria dada berumur 20 tahun itu naik turun berburu oksigen dengan menggebu-gebu selepas melepaskan semua amarah mereka. Perlahan deraian air mata mulai jatuh secara bersamaan di kedua pelupuk mata dia pria itu. Menangis sejadi-jadinya sambil berpelukan satu sama lain, melontarkan kalimat maaf yang tak ada ujungnya saat itu. Saling menyalahkan diri sendiri atas kejadian di hari itu membuat seseorang yang baru saja sampai di pintu rooftop kebingungan sambil menggelengkan kepala melihat tingkah kedua mahasiswanya dan keponakannya itu.
Suasana canggung menyelimuti kendaraan roda empat mewah milik Soonyoung yang saat ini menjadi supir mereka berdua, ya— dua sahabat karip yang tadi menangis tanpa rasa malu sedikit pun di kursi penumpang belakang sana.
Soonyoung hanya terkekeh dalam diam sambil mencoba mengintip keadaan canggung di belakang dari kaca di depannya.
“Lucu banget, dasar anak kecil”
“APAAA?!” Serentak kedua di belakang sana mengeluarkan suara setelah sayup suara Soonyoung masuk ke indra pendengaran mereka.
“Eh?! Ga kok ga ada. Itu aku gumam ngomong sendiri doang”
Soonyoung tertegun berat dan memalingkan perhatiannya menjadi fokus pada jalanan kembali. Keduanya kembali menatap keluar jendela mobil di sudut sisi mereka masing-masing dan kembali berhasil mengundang gelak tawa dalam diam Soonyoung.
Karena merasa ia harus menjadi penengah diantara dua anak muda di belakang sana, ia pun memutar haluan yang awalnya menuju universitas menjadi menuju ke arah tempat dimana surganya street food.
“Ayo jajan di Itaewon, hari ini kalian berdua izin ga masuk aja. Absen biar aku yang urus”
“ASIK GA MASUK KELAS!!!!”
“ITAEWON WOI ITAWEON!! AAKHH!”
Pertimbangan Soonyoung salah, ternyata dua sahabat karip dibelakang sana tak butuh waktu lama untuk berbaikan. Anggap saja ini sebagai bentuk perayaan dimana Wonwoo sudah mengizinkannya mendekati Jihoon pelan-pelan.
“kali ini saja, semoga lancar”