Fall in love


Dini hari yang sunyi kedua mata Jihoon masih terjaga dan sibuk dengan balutan kain kasa dan perban untuk mengobati lukanya pada bagian tulang rusuk yang lebam serta beberapa luka sobek yang cukup dalam disana. Dengan sekuat tenaga ia menahan sakit saat mencoba mengganti balutan kain tersebut dengan yang baru.

“Akhhhhh! Sshhhtt aw!”

Suara rintihan sakit Jihoon membuat seseorang sadar dari keterpurukannya. Soonyoung yang baru saja mendudukan tubuhnya langsung menetralkan pandangannya kemudian memindai sekeliling guna mencari sumber suara rintihan barusan. Dari arah dapur tepatnya di kamar mandi, ia pun beranjak dari sofa dimana ia terbaring tadi dan menuju ke arah kamar mandi yang terletak di dapur rumah besar ini.

Yang benar saja Soonyoung dapat melihat Jihoon sedang kesusahan memutarkan perban pada tubuhnya dari meja makan. Soonyoung berjalan menuju Jihoon dan segera merebut perban di tangan si yang lebih muda.

“Sini saya bantu”

“Bapak?” Jihoon terkejut melihat Dosennya sudah sadar dan membantunya dengan badannya yang setengah terekspos di bagian perut.

Membantu Jihoon dengan terampil, menyudahinya dengan rapi, membalikan badan Jihoon guna melihat luka di bagian wajahnya. Dapat ia lihat Jihoon baru saja membasuh wajahnya sehingga obat merah dan salep yang tadi siang ia pakaikan menghilang.

Mengikis jarak dengan memajukan tubuhnya hingga Jihoon bersandar pada wastafel kamar mandi karena Soonyoung ingin membuka pintu lemari kaca di depan mereka untuk mengambil beberapa obat luka disana yang ia lihat di belakang Jihoon semenjak tadi ia berdiri disana. Rona merah muda tadi siang kembali terlihat di pipi gembil Jihoon saat ini, degup jantungnya yang memompa cepat karena jarak yang teramat dekat hingga ia bisa saja dengan mudah memeluk pria yang lebih tua di dekatnya ini di dalam kamar mandi.

Ia sadar diri di depannya ini adalah dosennya, tidak mungkin ia melakukan hal tersebut. Jihoon juga pasti tau bahwa Soonyoung berinisiatif menolongnya mengobati luka dan saat ini juga ia tahu Soonyoung sepenuhnya sudah sadar. Maka dari itu ia menolong dengan suka rela.

Kini tangan Jihoon di tarik agar mereka segera menuju keluar dari ruang sempit itu setelah Soonyoung membawa beberapa cottonbud dan juga obat luka. Menbawa Jihoon di bawah pencahayaan remang meja makan. Ia menaruh barang bawaannya di meja kemudian membantu Jihoon untuk duduk perlahn mengingat eratnya balutan di bagian perut Jihoon agar tak terjadi sentakan waktu duduk secara tiba-tiba dan mebuatnya merasa kesakitan.

“Yuk duduk dulu pelan-pelan” Ucap Soonyoung sambil menggenggam kedua tangan Jihoon.

Jihoon pun mencoba duduk dengan perlahan dengan pandangannya yang tak putus dari wajah Soonyoung. Yang lebih tua tak sadar atas tingkah mahasiswanya yang sedari tadi menatapnya ia hanya fokus mengobati luka di wajah Jihoon. Perlahan tangan Jihoon terangkat untuk menggapai pelipis Soonyoung yang berdarah dan menunjuk lebam di bagian ujung bibirnya.

“Jihoon!” Sentak yang lebih tua merasakan sakit saat Jihoon memegang lukanya.

“Bapak juga luka tau!” Beri tahu Jihoon kepada Soonyoung.

Yang lebih tua hanya bisa meneguk salivanya dan memalingkan wajah. Ia menutup tutup obat luka tadi dan saat hendak beranjak dari duduknya tangannya di tahan oleh Jihoon. Kali ini Jihoon akan mengobati luka di wajah Soonyoung dengan terampil sama seperti yang Soonyoung lakukan barusan padanya.

Pria berprofesi Dosen itu hanya bisa berdiam diri saat disentuh oleh mahasiswanya. Mematung saat Jihoon memajukan wajahnya untuk melihat seberapa dalam luka di pelipisnya hingga darah mengalir disana. Jihoon yang penasaran setelah melihat luka yang bisa di bilang cukup dalam disana bertanya kepada Soonyoung sambil membersihkan sisa darah dengan obat alkohol.

“Bapak kenapa bisa luka juga? Bapak di bully?” Tanyanya sambil bercanda.

Keduanya sontak terkekeh mengeluarkan suara tawa mereka. Soonyoung tersenyum simpul setelah melihat Jihoon yang masih menertawainya terlihat manis di matanya. Ia pun tak sungkan untuk menjawab pertanyaan Jihoon kali ini, mengingat Jihoon sudah mengetahui privasinya secara tak langsung.

“Haha iya, saya di bully mantan istri saya”

Tanggapan Soonyoung barusan membuat Jihoon menghentikan tawanya dengan cepat. Ia pun memasang wajah khawatir dan kalut mengetahui jawabannya.

“Pak maafin saya, saya ga bermaksud buat ngeta-”

“Gapap Jihoon, itu guyonan yang lucu. Saya suka. Lagi pula itu benar adanya. Saya di bully sama istri saya karena saya berani-beraninya menemui anak saya. Sedangkan saya kalah kemarin dalam memperebutkan hak asuh anak saya.”

Jihoon menggigit kukunya resah sebelum ia menyelesaikan pengobatannya pada Soonyoung dengan sentuhan akhir memberikan plaster disana. Ia pun tak berkutik lagi, mengambil semangkuk air hangat dan handuk kecil untuk menghilangkan lemam di ujung bibir Soonyoung. Yang di obati masih menunggu tanggapan dari yang lebih muda. Ia menikmati wajah Jihoon dengan lamat hingga jantungnya berdegup kencang namun sesekali ia merasa tersayat saat tak sengaja melihat wajah si manisnya itu memiliki beberapa parut dan luka di wajahnya.

Jihoon diam-diam selesai mengobati Soonyoung lalu berniat meninggalkan Soonyoung dalam diam menuju ke kamarnya, namun sayang usahanya gagal. Kali ini tangannya lah yang di tahan, ia masih di suruh untuk menemani Soonyoung dini hari itu untuk menyelesaikan ceritanya.

“Kamu tahu tidak kenapa saya tahan kamu setiap saya mabuk di tempat kerja kamu kemarin-kemarin itu?”

Jihoon perlahan menggeleng karena tidak tahu jawaban yang sebenarnya alasan Soonyoung. Yang lebih tua mengacak rambut si lebih muda dengan gemas bersama senyumnya.

“Itu karena saya merasa kamu bisa menjadi pendengar yang baik. Tapi saya gagal tahan kamu waktu sebelum kamu mau mendengar cerita saya waktu sehari sebelum saya cerai. Waktu itu juga kamu menyelesaikan hari terburuk saya dengan manis Jihoon. Saya suka suasana malam itu sampai sekarang. Jadi mau ga kamu dengar cerita ahjusi ini sekali lagi?” Pinta Soonyoung di akhir kalimatnya kepada Jihoon.

Dengan ragu Jihoon mengangguk dan memberinya beberapa syarat kembali sama seperti terakhir kali ia lakukan.

“Boleh, tapi bentar aku beresin dulu ini obatnya sama tukar baju. Bapak juga bajunya kotor harus mandi juga bau alkoholnya masih kecium. Sekalian kita makan malam soalnya perut bapak bunyi terus pas di jalan tadi”

Soonyoung menggulum bibirnya malu dan memalingkan wajahnya untuk merutuki dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia menegak alkohol tanpa kudapan sedikitpun dan wajar saja perutnya meringis meminta diisi. Soonyoung menyetujui permintaan Jihoon dan segera mereka masing-masing melakukan kegiatan bebersih diri.

Berselang beberapa menit, Soonyoung belum juga selesai dari kegiatan berendamnya di dalam sana. Ia berantusias untuk menghilangkan bau alkohol yang menempel di badannya yang amat sangat menyengat bagi Jihoon. Pikirnya Jihoon mungkin terganggu dengan bau tersebut. Jihoon juga sekarang masih berkutat di dapur dengan berbagai peralatab masak. Ia membuat sup ayam sebagai sup pereda pengar untuk soonyoung yang sekaligus menyehatkan dan mengenyangkan untuk mereka berdua santap.

Jihoon pergi ke kamar adiknya guna meminjam baju atasan yang besar dan celana training untuk Dosennya kenakan malam ini. Karena pikirnya jika memakai baju miliknya yang ada malah kekecilan jika di pakai oleh Soonyoung yang berbadan kekar dan besar itu. Ia kemudian lanjut berjalan menuju kamar kosong yang tak jauh dari ruang makan dilantai satu, dimana dahulu itu adalah kamar ayah dan ibunya yang sudah lama tak terpakai. Pikirnya lagi kamar ini cukup untuk di singgah dan di pakai semalam untuk dosennya beristirahat.

Makanan sudah di hidangkan, kamar yang akan Soonyoung tempati juga bersih dan rapi hanya menunggu pria itu selesai bebersih dan mereka siap melanjutkan ceritanya. Merasa khawatir Jihoon mengetuk pintu kamar mandi yang tak jauh dari dapur itu.

Tok! Tok! Tok!

“Bapak ga tidur didalam sana kan pak?”

“Sebentar lagi Jihoon”

“Okey”

“kenapa lama amat didalam curiga gue malam-malam dia lama di kamar mandi ngapain?” tanya Jihoon pada dirinya sendiri sambil bergumam berlalu pergi dengan pikirannya yang negatif.

Tak lama Soonyoung pun kembali ke meja makan setelah 5 menit mengganti pakaiannya di kamar orang tua Jihoon. Jihoon yang sudah mengantuk menunggu Soonyoung dengan sup ayam yang hampir dingin itu membuat ia merasa bersalah. Soonyoung pun memanggil Jihoon dalam pelan agar Jihoon beristirahat terlebih dahulu.

“Ji, kamu tidur aja dulu. Biar saya makan sendiri aja malam ini”

Jihoon tersentak dari tidurnya yang sebentar itu lalu menyadarkan diri agar tetap terjaga.

“Gapapa pak saya juga lapar, ayo dimakan” Tawar Jihoon.

“Maafin saya lama banget mandinya, saya ga mau kamu kebauan sama bau alkohol di tubuh saya”

“Gapapa pak serius, mending makan yuk udah lapar. Saya buatin sup ayam buat pengr ada jahenya juga di dalam biar bapak enakan. Semoga bapak suka” Ucap Jihoon sambil menyendokan sup ayam buatannya kedalam mangkok untuk di berikan kepada Soonyoung.

“Terima kasih Jihoon, tentu saja saya suka”

Ia pun langsung mengambil mangkok tersebut dari tangan Jihoon dan menyuapinya untuk mencicipi terlebih dahulu. Rasanya begitu segar dan nikmat saat masuk ketenggorokannya. Walaupun sudah tak sehangat tadi saat Jihoon hidang namun hangat dari jahe membuat tubuhnya merasa baikan. Soonyoung suka masakan Jihoon, ia kemudian menyuapi sup itu bersamaan dengan sesendok nasi. Rasanya lebih gurih dari sebelumnya ia merasa ia akan lahap dini hari itu dan melupakan kegiatan work outnya sementara waktu.

“Uwah Jihoon ini sup ayam terenak yang pernah saya makan, istri saya jarang masak di rumah dan ya masakannya hambar saat masuk ke mulut saya. Tapi masakan kamu mengingatkan saya pada ibu saya di rumah. Persis sekali cita rasanya seperti masakan di rumah. Saya amat sangat suka sampai ga tau lagi mau apresiasinya bagaimana ke kamu. Makasih untuk makanan nikmatnya, tak bohong kalau kamu bilang kalau kamu bisa melakukan pekerjaan rumah”

Dua tulang pipi Jihoon mengembang saat di puji mati-matian oleh Soonyoung barusan. Rasanya ia ingin terbang ke langit ketujuh karena baru pertama kali ada orang yang teramat jujur saat memuji masakannya. Memang ini yang sedari dulu ia inginkan namun sayangnya chan sudah terbiasa dengan hal itu dan melupakan Jihoon yang sudah membuat makanan dan mengurus rumah demi dirinya.

Hangat terasa diwajahnya saat melihat Soonyoung melahap habis semua makanannya tak bersisa. Ia sampai lupa bahwa ia belum menyuapi sesuap nasi sedari tadi karena terlena melihat Dosennya menikmati hidangannya. Soonyoung yang sadar pun menegur Jihoon agar melanjutkan makannya dan Jihoon pun dengan malu menyantap kembali makanannya.

Setelah selesai mereka berdua sama-sama membersihkan peralatan makan, kini keduanya duduk ada sofa dimana Soonyoung tertidur tadi bersamaan dengan satu selimut yang menutupi kaki mereka dan secangkir kopi masing-masing di tangan mereka untuk menghangatkan tubuh teman cerita mereka pagi subuh itu.

“Jadi bapak mau cerita apa lagi sama saya?” Tanya Jihoon sambil menyeruput kopinya.

“Saya mau cerita kalau saya tadi di aniaya secara sengaja sama mantan istri saya pake tongkat bisbol”

“Serius pak” Terperanjat Jihoon langsung melihat kembali luka di wajah Soonyoung saat mendengar pengakuannya barusan.

“Iya serius! Nih lihat nih lengan saya lebam terus sama di pelipis saya yang tadi kan. Ini di mulut dia tinju sakit banget ji” Kadu yang tua pada yang lebih muda.

“Jahat banget tau mantan istri bapak tuh”

“Dari mana kamu tahu dia jahat?” Tanya Soonyoung spontan karena mahasiswanya tahu sifat mantan istrinya.

“Ya saya lihat dia ceraiin bapak karena harta gono gini, terus dia ambil semua hak asuh anak bapak, dia juga ga bolehin bapak ketemu anak bapak kan terus kdrt di tempat umum sampai bapak luka gini ga ada tanggung jawabnya bawa bapak kerumah sakit atau apa kek malah ditinggalin di troli mini market sampai saya bilang bapak orang gila -akh! Bapak!”

Soonyoung hampir saja menyembur Jihoon karena tak sanggup menahan tawa saat ia ucapkan kata “orang gila” untuk menyebut dirinya yang tengah tak sadarkan diri tadi. Mengusap pipi Jihoon yang terkena sedikit cipratan semburan air kopinya hingga ia terbahak tertawa melihat wajah masam Jihoon.

“Hahaha maaf Jihoon hahahaha saya ga bisa nahan ketawa. Kamu malah ngelucu waktu saya lagi minum kan kesembur sedikit. Maafin ya ini saya bantu bersihin hahahaha”

“Ih bapak ih jorok!”

“Maafin saya hahaha —terus! Terus! Gimana lagi menurut pendapat kamu tentang mantan istri saya itu? Udah Jihoon ga ada lagi hahahaha” Dengan cepat Soonyoung mengalihkan pembicaraan. Untunglah Jihoon masih menggubris sambil mencoba menghapus sisa kopi di wajahnya.

“Bapak tuh! Masih ada ih. Jadi menurut saya setidaknya ada 50:50 untuk hak asuh gitu. Jadi sama-sama ngebesarin anak barengan kan jadi bisa quality time sama si anak. Bapak tau ga anak tuh butuh kasih sayang yang lebih dan harus dapat perhatian dari kedua orang tuanya yang banyak. Kasian anak bapak masih kecil kurang perhatian bapaknya itu bakalan bikin dia down waktu dewasa. Saya pernah ngerasain itu loh pak.”

Sedikit pengakuan Jihoon membuat Soonyoung tersadarkan betapa mengharuskannya kemarin untuk merebut hak asuh zara. Dan benar semuanya demi masa depan zara, masa depan anak kandungnya. Ia juga berfikir bahwa sangat besar cintanya pada buah hatinya dari pada mantan istrinya, ibu dari anaknya itu. Tak sedikit waktu mereka menghabiskan waktu bersama, kini Soonyoung sadar betapa besar salahnya kepada anak kandungnya saat ini.

“Makasih Jihoon wejangannya, makasih juga udah kasih tau ke saya kalau kamu masih butuh perhatian kedua orang tua kamu. Makasih kalimat jujur kamu sudah mewakili anak saya dan membuat saya merasa harus intropeksi diri lagi dari sekarang. Saya merasa gagal jadi seorang ayah, karena berkat kamu saya jadi sadar atas kesalahan saya selama ini. Terima kasih sekali lagi Jihoon, terima kasih”

Mendengar ucapan terima kasih berkali-kali dari Soonyoung hingga ia dapat melihat air mata di ujung pelupuk mata soonyoung tak lagi visa berbendung. Jihoon berinisiatif menarik Soonyoung dalam pelukannya. Pelukan ini pelukan afeksi, obat penenang agar Soonyoung merasa lebih baik lagi.

Namun sayang yang lebih tua merasakan sesuatu yang aneh berdegup kencang di dadanya. Rasa sesak sekaligus menghangatkan tubuhnya yang sudah lama ia rindukan muncul kembali. Rasa sayang sekaligus suka ia rasakan saat tubuhnya berdekatan dengan tubuh kecil yang merengkuhnya ini. Ia menyembunyikan wajahnya di bahu yang lebih kecil, membalas pelukan tubuh mungil mahasiswanya itu guna melepas rasa rindu yang telah lama ia tak rasakan lagi semenjak Jaeyong memutuskan untuk bercerai dengannya.

Ini rasa suka, cinta, sekaligus ingin menjaga si mungil ini agar tetap disampingnya. Rasa ingin memiliki yang lebih dan egois dalam dirinya berkecamuk saat menciun aroma khas dari tubuh Jihoon yang semerbak harumnya. Menambah rasa sukanya semakin meninggi pada mahasiswanya itu dan enggan untuk melepaskan pelukan ini.

Jihoon juga merasakan hal yang sama dengan soonyoung, namun aneh mengapa pundaknya begitu berat. Ternyata soonyoung tahu tempat ternyaman untuk tidur subuh itu.

“Gapapa pak, bapak pasti capek. Semoga aja bapak bisa merasakan menjadi seorang ayah dalam kurun waktu selama-lamanya” Beri semangat Jihoon kepada Soonyoung yang terpulas tidur sambil mengusap punggung yang lebih tua.


Jam menunjukan pukul setengah 4 pagi, Soonyoung dan Jihoon terjaga kembali karena yang lebih tua tertegun saat ia mengetahui sudah tak sengaja tidur di dalam pelukan mahasiswanya. mereka masih asik bercengkrama seperti menceritakan kisah satu sama lain. Gelak canda tawa saat cerita bodoh yang mereka sampaikan, senyum simpul dikala cerita menggemaskan dan lucu, merasa pilu saat menceritakan cerita kelam satu sama lain. Dan hingga mereka berdua akhirnya benar-benar tertidur di sofa yang sama sampai fajar menampakan dirinya pagi itu.