Datang di waktu yang tak tepat.


“Terima kasih atas kerja samanya hari ini, kalian sudah bekerja keras. Mari kita lanjutkan ke pertemuan kedua. Selamat sore.”

Setelah sesi penutupan acara rapat sore itu lebih awal dari yang mereka berdua duga. Jihoon dan Soonyoung langsung membereskan meja mereka di ruang rapat kemudian masuk ke lift untuk segera turun dari gedung dan menuju ketempat acara makan malam perusahaan.

Sunyi tanpa suara hingga lift mulai turun dan berada di lantai 13, Jihoon yang sedari tadi merogoh kantong celananya tiba-tiba menekan tombol menuju ke F17. Soonyoung dengan bingung menanyakan kepada Jihoon apa yang sedang terjadi dan apa yang dia cari.

“Kenapa?”

“Ada yang tinggal, kamu turun aja dulu nanti aku nyusul” Ucap Jihoon sambil berlari keluar saat pintu lift terbuka. Soonyoung pun enghiraukannya dan segera turun ke lantai dasar sendirian.

Saat ia berada di lobby, pintu masuk sangat ricuh dan membuat sumber ribut tersebut menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitar. Soonyoung yang penasaran pun mendekat kemudian menenangkan situasi dengan bertanya kepada dua wanita dan pria paruh baya dengan baju yang lusuh di depannya ini.

“Maaf permisi, tuan dan nyonya. Sebetulnya ada apa ya?” Tanya Soonyoung sambil menatap setiap orang agar mendapat jawaban. Lalu petugas keamanan menghampiri Soonyoung dan menjelaskan sesuatu kepadanya sambil berbisik.

“Orang tua ini mengaku kalau mereka orang tuanya Pak Lee Jihoon. Sungguh aku tak percaya kalau mereka benar orang tua dari Pak Lee Jihoon.”

“ITU BENAR! KAMI ADALAH ORANG TUA LEE JIHOON.” Teriak pria tua yang tampak sempoyongan itu dengan bau alkohol yang menyengat menempel pada tubuhnya.

“Ah?! Benarkah? Kalau begitu aku akan memanggil Lee Jihoon. Dia satu divisi dengan ku.” Kata Soonyoung bertujuan menenangkan pria tua itu.

“Terima kasih nak, terima kasih banyak. Saya sangat bersyukur kamu mau menolong kami dari pada penjaga ini. Terima kasih banyak” Ucap wanita itu sambil membungkuk kepada Soonyoung.

Soonyoung hanya menyengir canggung sambil menunggu Jihoon mengangkat telfonnya dan tak lama panggilan itu tersambung.

“Halo, Ji. Ini ada orang tua kamu nyariin di lobby. Bisa kebawah sebentar?”

”.....”

“Oh lagi di lift? Oke deh. cepetan ya. —tunggu sebentar ya buk Jihoonnya lagi di—”

“Kenapa kalian kesini?” Lantang suara Jihoon berteriak sambil berlari menuju ke arah Soonyoung dan orang tuanya berdiri, hingga suaranya menggelegar di penjuru lobby.

Mendengar suara anaknya, kedua orang tua itu segera berlutut di hadapan Jihoon sambil menampakan tangisan palsu mereka. Memohon seperti budak yang meminta harta lebih kepada sang raja dan membuat Jihoon jengkel.

“Jihoon, bantu ibu nak bantu ibu!!”

“Bantu ayah dan ibu mu ini nak” Ucap mereka.

“Kenapaa... Kenapa kalian kemari? Apakah yang sebelumnya tidak cukup hingga aku menjual harga diri ku?” Tanya Jihoon kepada kedua orang tuanya hingga suara bisikan sekelilingnya masuk ke indra pendengaran.

“Mohon anakku, kasihanilah kami. Adik-adikmu akan masuk keperguruan tinggi sementara itu rumah kita akan di sita” Sandiwara yang bagus hingga Jihoon mendengus dengan tubuh yang gemetar.

“Rumah kita? Aku ga punya rumah dan aku juga ga punya keluarga. Ini! pungut dan jangan pernah menemuiku lagi” Jihoon mengeluarkan selebaran uang dan menghamburkannya di lantai kemudian berjalan keluar dari pintu masuk gedung tersebut.

Soonyoung yang berdiri di antara kedua anak dan orang tua itu hanya kebingungan dan mematung setelah mendengar perkataan Jihoon barusan langsung menyusul atasan yang lebih muda darinya itu menuju keluar.


Soonyoung dapat melihat betapa bergetarnya punggung Jihoon dari belakang sini. Setiap manusia memiliki rasa empati hingga Soonyoung pun ingin menenangkan Jihoon, Hanya saja api dendamnya pada pria kecil ini belum padam dan yang hanya ia bisa lakukan adalah diam.

Saat keduanya masuk kedalam restoran, Jihoon menampakab senyum palsunya kepada para atasan dan kariyawan. Seperti mencoba untuk berbaur dengan nyaman tanpa membuat seseorang tahu apa yang sedang terjadi padanya.

Timbul rasa kekhawatiran pada Soonyoung, tanpa ia sadari bahwa ia sendiri memperhatikan Jihoon dari awal hingga detik ini.

“Hoi! Cie liatin Jihoon nie cie cie!!!! Hahahaha” Goda Seokmin di sebelah Soonyoung yang menyadari bahwa rekannya ini memperhatikan atasan mereka.

“Apaan sih lo, makan gih sono yang banyak biar gede”

“Dih dih ngomongin orang pandai lu ye! Lu juga perlu nutrisi dan lemak biar kecintaan lo sama ngegym bertambah”

“Bercandaan lo garing. Mending diem dah lu seok” Tangkal Seungcheol yang bertujuan meleraikan mereka berdua.

Makan malam perusahan telah usai dan semua kariyawan berhamburan keluar dengan sempoyongan karena terlalu banyak minum minuman keras.

“Oi nyong, balik dulu ya. Gue antar nih anak berdua dulu pulang. Lo bisa pulang sendiri kan?” Tanya Seungcheol kepada Soonyoung sambil mengangdeng kedua sahabatnya yang sudah tak kuat berdiri itu.

“Iya gapapa, lagian arah rumah kita berlawanan.”

“Yoi, balik dulu”

“Yop”

Hening, menyisakan ia seorang diri. Soonyoung pun mulai melangkah namun tangannya di tahan oleh seseorang di belakangnya yang sudah menyandarkan dahinya di tengah punggung Soonyoung.

“Tungguhhh~ tungguin aku soon.”

“Jihoon?! Eh! Eh!”

BRUKKK!!!

Pria mungil itu tergeletak di trotoar karena hilangnya keseimbangan saat berdiri. Soonyoung pun segera menggendong Jihoon lalu membawanya ke apartmen Soonyoung yang hanya berjarak beberapa gedung saja dari restoran yang mereka singgahi bersama tadi.