Awal dari semuanya
Di sebuah halte transjakarta, suara tapakan kaki penuh ketakutan dan kekhawatiran masuk ke indra pendengaran Agri dengan raut wajah yang penuh tanda tanya.
Semua orang memakai masker dengan tergesa, menyerbu seluruh apotek yang ada pada deretan halte. Karena termenung ia tak sengaja menabrak bahu seseorang.
“Ah, sorry ga senga-”
“Gi! Masker lo mana?” Tanya seseorang yang tak sengaja ia tabrak tadi.
“Lah? Bang? Kok lo ada disini? Ga kerja?”
“Ayo pulang, disini ga aman! Cepat”
“ABANG WOI SEPATU GUE COPOT!!!”
Mereka pun berlari guna menjauhi kerumunan disana dan meninggalkan salah sepatu Agri yang tak sengaja terlepas disana.
Keduanya sudah sampai di kamar seseorang yang menarik Agri di Halter transjakarta tadi. Ya, dia Attalla. Tetangga sekaligus teman masa kecil Agri yang berjarak 3 tahun lebih tua darinya.
Attalla sudah mengganti seragam kerjanya menjadi baju santai dengan tujuan untuk tetap menetap di dalam rumah karena sebuah ancaman tak terlihat berada di luar sana.
Yang lebih muda hanya bisa mengerucutkan bibirnya sambil membersihkan debu pada busur panah kesayangan yang selalu ia bawa. Attalla mendekat kemudian duduk di samping Agri dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur.
Agri mulai muak dengan keheningan ini dan meletakan busurnya di samping Attalla, kemudian menarik kerah baju yang lebih tua agar terduduk.
“Bang jelasin lo kenapa bawa gue KE RUMAH LO?!” Teriak Agri kesal hingga lupa berbicara tanpa titik koma.
Attalla masih tak percaya apa yang sudah dilakukan pemuda kecil di depannya ini hingga ia mematung tak bisa bergerak. Perlahan ia singkirkan tangan Agri yang masih mencengkram kerah bajunya.
“Eits! Tenang dulu bre. Gue lupa kan jelasin ke lu jadinya. Maaf yak?!”
“sekarang!”
“Iya ya ini gue jelasin. Makanya madep sini!” Perintah Attalla membalikkan tubuh kecil Agri agar menghadap padanya.
“Masker sama hand gel yang gue kasih kemaren mana?” Lanjut tanya Attalla kepada Agri.
“Ada dirumah” Jawabnya polos.
Bagaimana tidak Attalla hanya bisa menepis dahinya karena adik kecil di depannya ini.
“Baca berita ga lo?” Tanyanya lagi.
“Berita apaan?”
“Berita yang gue bilang soal pandemi itu! Lo tau pandemi kagak?”
Agri hanya menggeleng hingga membuat Attalla pusing menenggerkan kepalanya pada bahu Agri. Yang menjadi tempat sandaran justru terkejut karena Attalla mendaratkan kepala di bahunya tanpa aba-aba.
Karena jahil Agri bergeser dengan cepat hingga hidung Attalla hampir saja mengenai besi busur Agri yang berada di sampingnya.
“Hahahaha ampir aja kejedot tuh hidung”
“Lu ye bener-bener buat gue pusing!”
“Lagian kenapa sih main senderan aja? Dikira dinding kali ah?! Gue mau pulang! Bye!”
“JANGAN LUPA PAKE MASKER! LIAT PENGUMUMAN SEKOLAH LO UDAH DI LIBURIN APA BELOM?!” Teriak Attalla dari kamar kepada Agri yang berlalu menuju pintu keluar rumah tetangganya itu.
“Bacot! Tidur aja lo sana! Hahahaha —EH! ENYAK?!” Sahut si kecil pula di sambut dengan Ibu Attalla yang hendak masuk.
“Astaghfirullah suara lu berdua sampe kedengeran di warung tau ga?”
Agri hanya menggaruk tengkuknya tak gatal disambung dengan mencium punggung tangan Ibu Attalla hendak berpamitan.
“Maaf ye nyak, aye ribut. Mau pulang dulu nih, assalamu'alaikum”
“Waalaikumsalam! Jan lupa cuci tangan sampe dirumah! Jan keluar lu!”
“Iye aman nyak”
Agri pun melenggang di jalanan sambil menatap sini pada jendela lantai dua rumah Attalla, dimana sang empu kamar sedang melambaikan tangan sambil tersenyum kepadanya.
“Aneh, kenapa dia temen gue yak?”