Aku Sayang Kamu


Sekarang, di kamar Jihoon ada dua pemuda yang sedang duduk tak bersuara satu sama lain di ujung tempat tidur. Keduanya ragu untuk memulai percakapan karena obrolan terakhir yang ditinggal pada sebuah pesan singkat. Soonyoung mencuri pandang dari ujung ekor matanya pada Jihoon yang menunduk sambil memainkan bibirnya, mencoba memalingkan wajahnya perlahan agar dapat melihat jelas bagaimana rupa Jihoon saat sedang berada di situasi canggung ini.

Bulu mata yang melentik serta pipi gembilnya yang bulat berwarna rona merah muda bersemi di sana membuat Soonyoung tak tahan untuk menggapainya. reflek Jihoon menepis tangan Soonyoung kemudian mengajaknya untuk berbicara karena tujuan Soonyoung kesini memang untuk membicarakan suatu hal yang tak diketahui maksudnya.

“Ck! Katanya mau ngomong? Ini ngapain sih?”

“Pipi kamu” Ucap Soonyoung dengan mata bulat berbinarnya.

“Kenapa? Pipi gue kenapa?”

Soonyoung malah tertawa kekeh kemudian mengusap pelan puncak kepala Jihoon bersamaan dengan senyum teduhnya.

“Lucu, gemes, kaya bakpao hehe”

Lagi-lagi Jihoon menepis tangan Soonyoung agar menjauh darinya karena ia saat ini tersipu malu terhadap skinship yang dilakukan Soonyoung padanya barusan.

“Ck ngapain sih hiperbola banget. Cepetan ngapain lo kesini?”

Soonyoung pun meluruskan duduknya agar menghadap Jihoon dengan leluasa, ia masih tersenyum sambil membawa tangan Jihoon yang lebih mungil dari tangannya ke dalam genggamannya sebelum ia berbicara.

“Aku sebenarnya mau ngomong sesuatu sama kamu, tapi janji ga marah”

“Iyaya” Gubris Jihoon singkat

“Beneran?” Dibuahi deheman acuh oleh Jihoon.

“Tangannya mana dulu” Sambil mengangkat jari kelingkingnya kepada Jihoon.

Jihoon hanya bisa menghela nafas sambil memutar matanya malas, kemudian mengaitkan jari kelingkingnya dengan kelingking Soonyoung sebagai tanda ia telah berjanji suatu hal kepada pemuda di depannya ini.

“Udahan ayo cepetan gue mau tidur siang!” Jihoon mulai bosan dengan tarik ulur Soonyoung dan ia pun mulai mendesak Soonyoung untuk menyudahi percakapan ini dengan cepat. Soonyoung pun memulai langsung ke inti tujuannya.

“Oke-oke, jadi gini sebenarnya tuh aku sayang sama Jihoon. Aku sayang banget pokoknya, tapi aku belum bisa mendeskripsikan rasa sayang aku ini ke Jihoon itu kayak lebih dari sekedar teman. Bisa dibilang aku sayang sama Jihoon karena aku mau ngelindungin Jihoon, mau terus di samping Jihoon, mau jadi sahabat Jihoon yang bisa diandalkan buat selama-lamanya. Tapi aku belum bisa ke titik dimana aku mau kita tuh saling suka. Jadi aku minta Jihoon buat bersabar ya, aku tau Jihoon suka sama aku kan dari dulu?”

Jihoon dengan cepat memukul kepala Soonyoung dengan bantal empuknya, kemudian memukul dada Soonyoung dengan kekuatan sedang hingga si empu merasa kesakitan.

“Bego lo! Keluar gak!” Usir Jihoon.

“Lah kok di suruh keluar?”

“Lo sih ngadi banget! Semenjak kapan gue suka sama lo?”

“Teteh ira yang bilang kalau kamu suka sama aku dari kita awal ketemu”

“Dan lo… -PERCAYA?”

“Iya lah, kan aku juga sayang sama Jihoon”

“Buset astagfirullah kelakuan” Ucap Jihoon sambil memijat keningnya.

Dengan tak sopannya Jihoon menarik tangan Soonyoung untuk keluar meninggalkan kamarnya, kemudian ia masuk kembali kedalam kamar tak lupa pula mengunci pintu kamar dari dalam hingga Soonyoung berteriak minta dibukakan.

“Jihoon! Jihoon! Buka pintunya kita belum selesai ngobrol!”

“Terserah anjir! Lo kagak mikir apa? GUE MALU!”

Jihoon pun mengacak rambutnya di balkon setelah meminum beberapa macam obat racikan resep dari dokter pribadinya.